Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 7

     Prayly saat ini telah berada didalam ruangan Suster Wilhelmina. Suster Kepala itu membawa Prayly menuju keruang kelasnya. Mereka menaiki tangga ke lantai dua lalu berjalan ke sisi kiri. Sesampainya dikelas, Suster Kepala masuk lalu menghampiri Ibu Pauline guru fisika yang sudah lebih dahulu berada dikelas itu sembari berbincang singgat. Kemudian Ibu Pauline mulai mengenalkan Prayly pada seluruh siswi dikelas itu. Setelah menyuruh Prayly duduk dideretan bangku nomor dua dari depan itu, Sang Guru pun mulai menjelaskan lagi pelajarannya setelah mengantar Suster Kepala ke depan pintu.

     Prayly duduk disebelah perempuan berkaca mata yang ia sendiri belum tahu siapa nama perempuan itu. Anak itu hanya tersenyum pada Prayly lalu kem kembali focus menatap ke papan tulis. Prayly pun melakukan hal yang sama sepertinya. Setelah pelajaran fisika selesai, lonceng tanda makan pagi pun berbunyi. Seluruh siswi itu sibuk membereskan buku mereka masing-masing. Anak perempuan itu pun menyodorkan telapak tangannya pada Prayly. Lalu Prayly pun menyambut uluran tangan itu.

     "Adinda Mauren Wijaya, panggil aja Mauren" kata anak itu cepat.

     "Gabriella Prayly Ananta, kamu bisa memanggil ku dengan nama apa saja tapi aku lebih suka di panggil Prayly" jawab Prayly sambil tersenyum manis.

     "Oke, ayo kita ke ruang makan?" Ajak Mauren sambil mengandeng pergelangan tangan Prayly dengan cepat.

     Prayly yang kaget dengan tingkah Mauren itu pun sekali lagi hanya bisa tersenyum simpul sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Dalam hati Prayly mengingat sahabatnya Jessica Isabella Gunardi yang sedikit memiliki sifat tak suka berbasa basi seperti Mauren ini.

     Mauren dan Prayly telah sampai diruang makan sekolah. Mauren mengajak Prayly duduk dibagian pokok ruang makan yang setengah didindingnya didominasi dengan kaca. Terdapat banyak meja kayu panjang dan bangku yang juga panjangnya hampir sama dengan ukuran meja didalam ruangan makan itu. Para murid sekolah yang hanya ditujukan untuk anak perempuan itu mulai berbaris rapi mengantri makan pagi mereka.

     Yah, begitulah aturan disekolah ini berlangsung. Bangun pagi mereka tidak dapat langsung sarapan seperti yang mereka lakukan dirumah. Para siswi itu harus bangun dan beribadah pagi bersama, kemudian langsung masuk kelas menjalani satu jam pelajaran terlebih dahulu sebelum akhirnya mendapat jatah makan pagi mereka. Jam 12 tepat mereka akan hening sejenak dalam kelas masing-masing selama 30 menit untuk berdoa bersama lalu melanjutkan kegiatan belajar mengajar mereka hingga berakhir pukul 3 sore kemudian pulang ke asrama setelah 30menit hening sejenak sambil melakukan ibadah seperti tepat pukul 12 siang tadi.

***

( 4 tahun kemudian)

     Begitulah hari-hari hidup Prayly selama dia bersekolah di lingkungan Yayasan Biarawati itu. Prayly menemukan banyak sahabat tak hanya Mauren saja. Mereka anak-anak perempuan yang tak terlalu suka bercerita sembari tertawa cekikikan mengunjingkan orang lain. Lingkungan yang lebih banyak menciptakan keheningan dari pada keributan itu membuat Prayly betah belajar disana. Kebun-kebun sayuran dan buah disertai taman bunga yang indah pun selalu menemani langkah Prayly menggapai impian masa depan disana.

     Waktu serta hari-hari yang terus berjalan tak terasa telah membawa Prayly menuju pada tingkat terakhir disekolah itu. Prayly kini telah menginjak usianya yang ke-18 tahun dan hampir menamatkan pendidikannya disekolah itu. Selama 4 tahun berlalu, Prayly tak pernah lagi berkomunikasi dengan siapapun orang-orang dimasa lalunya. Baik itu Arya atau pun Bella terlebih lagi sang Bunda Erica yang sudah diyakini Prayly bahwa wanita itu bukanlah Ibu kandungnya, melainkan hanya seorang Ibu tiri.

***

Sementara itu di belahan bumi lainnya. Sepasang anak laki-laki dan perempuan yang juga sudah beranjak menjadi dewasa berusia 18 tahun pun telah berada di tingkat akhir sekolah menengahnya. Mereka adalah Arya, Aryo dan juga Bella. Hanya bedanya Arya dan Bella selalu bersama menjadi sepasang sahabat karib yang saling mengisi waktu mereka dengan kegiatan positif. Sedangkan Aryo masih saja sama seperti dahulu. Bersahabat dengan Ricky, sepupu Prayly beserta anak-anak nakal yang selalu bebertindak negatif semaunya sendiri.

***

     Tak lupa juga di negeri lain yang jauh disana. Sepasang suami istri sedang asik memadu kasih menikmati hidup setelah berhasil menghancurkan semua kebahagiaan orang terdekatnya. Mereka adalah Edward Smith dan juga Sesilia Erica Wibisono. Mereka akhirnya pergi dari Indonesia setelah berhasil menghancurkan semua perusahan milik Ayah Prayly. Edward dengan sengaja menarik semua sahamnya pada perusahaan yang dipimpin Erica. Setelah itu melakukan kecurangan pada perusahaan yang hampir kolaps itu hingga kebangkrutan itu terjadi.

     Segenap dewan direksi pun lalu menarik diri satu persatu dan membiarkan perusahaan itu dibeli murah oleh Ayah Ricky yang tak lain adalah Saudara sepupu Ayah Prayly. Erica yang kala itu tidak puas pergi dari Indonesia sebelum membunuh dan melenyapkan Prayly pun harus membiarkan keinginan jahatnya itu tidak pernah terwujud. Edward terus memaksa Erica untuk menikah karena dalam rahim Erica kini telah tumbuh bayi mungil berusia sekitar 4 bulanan. Laki-laki itu bersikeras mengancam akan meninggalkan Erica jika ia harus menunggu waktu beberapa lama lagi untuk melenyapkan Prayly. Sedangkan seluruh harta kekayaan milik Ayah Prayly yang diidam-idamkan oleh Erica telah jatuh ketangan Erica dengan bantuan otak licik Edward. Erica pun dengan terpaksa menuruti permintaan Edward untuk segera kembali ke sidney lalu menikah dan memulai kehidupan baru mereka disana. Akan tetapi, dendam cinta Erica pada Felix dan Erina sang kakak itu tak pernah sekalipun surut dari hatinya meskipun ia sudah memiliki Edward sang billioner negeri kanguru yang begitu mencintainya. Erica terus saja berjanji dalam hatinya bahwa suatu saat nanti ia harus bisa melenyapkan Prayly dengan tangannya sendiri.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel