Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 2

     "Prayly.... Ceeepattttt... Tuuuruuunnn... Apa yang kau lakukan diatas sana berlama-lama, Praylyyy...?"

lagi-lagi Erica berteriak memanggil nama Prayly. Sedang gadis yang kala itu berdiri mematung di depan jendela kamarnya, pun segera bergegas membawa koper dan tas tangan keluar kamar. Sebenarnya Prayly sudah selesai berbenah dari beberapa jam yang lalu. Hanya saja ia menghabiskan sisa waktu di detik-detik kepergiannya dengan memandang ke luar jendela kamar.

     Prayly memandang ke arah jendela kamar Arya yang sedikit terbuka. Dari balik lapisan kain horden tipis yang menutup jendela kamar ia berharap Arya juga melakukan hal yang sama sepertinya. Prayly berharap Arya juga sedang menatap keluar jendela dan melihat Prayly disana. Namun sayang, hingga teriakan Bunda tadi Arya tak juga menampak kan batang hidungnya disudut jendela kecil itu. Maka dengan langkah gontai akhirnya Prayly pun pergi dari kamar lalu menghampiri Sang Bunda setelah sebelumnya menutup jendela kamarnya.

     "Oh Tuhan, apakah harus seperti jalan hidup kami berdua. Terpisah oleh puluhan jarak dan waktu. Kenapa gue ngerasa seperti seorang pesakitan di dalam jeruji besi yang melakukan dosa besar? Gue harap biar Arya aja yang pergi duluan ngikutin keluarganya pindah ke luar kota. Tapi ini malah diluar dugaan dan gue yang ternyata harus duluan pergi ninggalin dia sekarang. Sialnya lagi gue ngerasa berdosa banget pergi tanpa bisa menemuin dia cuman buat pamitan doang. Kabar dadakan dari Bunda dan semua sikap protect yang ngelarang gue dekatan dengan Arya itu lah, yang buat gue enggak bisa pamitan. Padahal rumahnya cuman berada beberapa meter di depan rumah gue. Haruskah gue pergi dengan cara seperti ini, Tuhan?"

???

    "Cepat masukkan koper-koper Prayly ke dalam bagasi, Bi Surti!" perintah Bunda pada Bi Surti yang sanggup menghilangkan segala lamunan-lamunan ku tentang Arya.

Bi Surti pun dengan cepat menerima pegangan koper itu dari genggaman tangan Prayly lalu berjalan menuju garasi dan memasukkan ke dua koper tersebut ke dalam bagasi mobil. Erica mendekati Prayly dengan senyum sinisnya. Ia lalu kekeh melihat wajah Prayly.

     "Apa yang tidak bisa aku lakukan kepada mu Prayly? Sudah ku katakan bukan, jadilah anak penurut jika kau ingin aku mengasihani mu." ucap Erica sembari terkekeh sinis.

Prayly hanya bisa menundukkan kepala dengan pasrah ke arah lantai dingin yang ia pijak. Sekilas gadis itu seperti merasa wanita yang berdiri sembari berkacak pinggang itu bukan ibu kandung yang menghadirkannya ke dalam dunia fana ini. Namun cepat-cepat ia menepis pikiran itu dan terus terdiam berdiri mematung memandang setiap sudut rumah yang akan ia tinggalkan beberapa menit lagi.

     "Well... Cepat masuk ke mobil dan jangan berpikir untuk melarikan diri! Kau dengar ucapan ku anak sial?" ucap Erica berkata dengan sedikit berteriak.

Wanita bengis itu kemudian membalikan badannya lalu berjalan menuju kearah garasi rumah. Prayly pun terpaksa mengikuti langkah sang Bunda dengan gontai. Ia Tak ingin wanita itu kembali berpikir yang tidak-tidak lagi, maka kali ini dia putus kan akan menuruti semua perkataan mau pun perintah dari Bundanya. Erica langsung masuk menuju kursi pengemudi dan menyuruh Prayly duduk dikursi sebelah. Sebelum mobil keluar dari garasi, Erica lebih dulu mengambil ponsel yang berada dikantong blezer lalu mengutak ngutik benda itu dan menempelkan pada telinganya.

     "Hallo Gunaldi! Saya sedang menuju ke airport sekarang, kamu tunggu disana setelah itu bawa mobil ini kembali ke rumah." ucap Erica to the point tanpa berbasa basi ia lalu menutup teleponnya.

Erica ternyata menyuruh Gunaldi, mantan supir pribadi mendiang Suaminya untuk mengambil mobil yang di kendarainya itu dan mengantarkan kembali ke rumah.

     Mendiang Felix Ananta sangat percaya terhadap Gunaldi hingga ia bekerja dengan keluarga Ananta dari muda dan belum menikah. Semenjak Felix Ananta meninggal dunia, Gunaldi tak lagi bekerja sebagai supir pribadi dikeluarga Ananta. Pria paruh baya itu kini bekerja sebagai Kepala divisi HRD pada perusahaan yang sekarang dipimpin oleh Erica tersebut. Wanita itu memberikan posisi tersebut sebagai balasan atas kejahatan yang salah sasaran tentang kejadian kebakaran dirumahnya setahun lalu. Prayly turut senang Ayah dari sahabat nya itu sudah tak bekerja sebagai seorang supir pribadi lagi. Akan tetapi beberapa bulan setelahnya, Pak Gun seperti berubah menjadi orang aneh. Setiap Bunda menyuruhnya mengantar beberapa berkas kantor ke rumah dan tanpa sengaja bertemu dengan Prayly, Pak Gun selalu saja memasang mimik muka ketakutannya. Pak Gun terlihat gelagapan saat Prayly menyapa atau sekedar berbasa basi dengan Pria itu. Ia pun terkadang sering kurang focus ketika Prayly bertanya tentang kabar Isteri dan Bella, sahabat akrab anak majikannya itu. Tapi Prayly selalu mengacuhkan semua keanehan yang terjadi pada Pak Gun itu. Bagi Prayly Pak Gunaldi adalah seorang sosok Bapak yang baik dan jujur dalam keluarga dan juga pekerjaannya.

     Beberapa saat kemudian ada pergerakan dalam benda yang beroda empat ini. Ternyata Erica sudah mulai menjalankan mobil keluar dari garasi rumah. Prayly membuka sedikit kaca mobil sang Bunda dan melihat Bi Surti yang melambaikan tangan pada nona kesayangannya. Prayly juga melihat Bi Surti sempat menyeka wajahnya dengan sehelai kain. Gadis itu seolah dapat merasakan bahwa Bi Surti pasti sedang menangisi kepergian dirinya.

     "Selamat tinggal Bi, doakan Prayly biar hidup bahagia bareng bunda disana" gumam Prayly dalam hati.

     Erica memundurkan mobil dari bagasi lalu mengambil posisi ke sebelah kiri jalan tepat dimana Prayly dapat melihat dengan leluasa ke arah rumah Arya. Prayly terus menatap rumah itu sampai mobil Erica berlalu melewatinya. Dari celah-celah pagar rumah itu Prayly dapat melihat Papa dan Mama Arya sedang berada dipekarangan rumah sedang duduk dan bercengkerama. Sayangnya ia tidak melihat arya karena lelaki itu tak berada disana. Gadis itu sedikit termenung sambil bertanya dalam hati kemana Arya saat ini.Biasanya saat weekend seperti ini dan setelah makan siang, Arya selalu duduk menaiki ayunan besi yang berada dihalaman rumah mereka sambil memainkan gitarnya. Lelaki itu terkadang sengaja bernyanyi-nyanyi dengan lantang agar Prayly dapat mendengar kan suara merdunya, lalu membuka jendela kamar dari atas kemudian saling bertatapan hingga tertawa berdua. Tapi siang ini entah mengapa Prayly tidak melihat keberadaan Arya diatas ayunan dan juga di teras rumahnya.

     "Ke mana pergi nya anak itu?" Batin Prayly bertanya-tanya.

     Sementara Prayly bertanya-tanya dalam hati, Erica tiba-tiba mengeluarkan suaranya sembari mengejek.

     "Cih... Bocah tengik seperti itu masih saja kau pikirkan. Kau mau tau Prayly? Aku sudah menyuruh orang untuk menyampai kan surat palsu padanya agar ia mau menemui mu di danau tempat kalian suka bermain-main. Jadi jangan berharap jika kau bisa kabur dari ku setelah kalian sekilas bertatap muka. Hahaha... Lucu sekali aku melihat anak kecil seperti kalian jalan berpegangan tangan bahkan berpeluk-pelukan layaknya orang dewasa di tepi danau itu" ucap Erica terkekeh sinis mencemooh putri tirinya itu dengan sengit.

     Prayly tersentak kaget mendengar ucapan tadi. Ia tak mengira sang Bunda dapat mengeluarkan kata-kata mengejek seperti itu. Seolah bagi Sang Bunda, Prayly adalah seorang gadis jalang yang menjajahkan tubuhnya pada para lelaki hidung belang. Hatinya mencelos menahan sakit yang atas segala hinaan sang Bunda. Air mata kesedihan yang sedari tadi coba dibendung sejak mereka meninggalkan pelataran rumahnya, pun sudah tak dapat ia bendung lagi.

     "Semua yang Bunda lihat enggak sama dengan apa yang sebenarnya terjadi di antara kami, Bun! Prayly bukan gadis jalang seperti yang Bunda pikirin.

Arya adalah sahabat baik Ayly. Ayly enggak bakal pernah mau ngelakuin hal nista yang akan mencoreng nama baik keluarga Ananta dan Wibisono, Bun!" ucap Prayly melihat ke arah Bundanya. Wanita itu asyik mengendarai mobil tanpa menoleh sedikit pun pada Prayly, anak tirinya.

     Erica melirik Prayly sekilas. Ia tidak perduli dengan semua isak tangis yang menyayat hati itu. Bagi Erica kelahiran Prayly di dunia telah membuat hidupnya hancur sehingga ia pun kekeuh mengangap Prayly sebagai anak pembawa sial. Kehadiran Prayly sejak awal dalam rahim Erina, sang Kakak membuat ia harus kehilangan kesempatan merebut Felix Ananta dulu. Erica juga terpaksa pergi meninggalkan Indonesia dan menetap di Australia hingga ia mendengar Kakaknya meregang nyawa karena melahirkan.

     Sejujurnya saat itu Erica sudah mulai bisa membuka hati untuk pria lain yang datang mendekatinya. Ia mulai bisa mengiklaskan Erina dan Felix bahagia. Namun takdir ternyata berkata lain, ia kehilangan kakak satu-satunya dari dunia ini. Semua tak lain karena anak perempuan yang ia anggap pembawa sial dalam hidupnya. Ibu tiri itu selalu menyalahkan Prayly atas semua musibah yang secara tak kasat mata terjadi akibat ulah darinya. Erica lantas memanfaatkan kesusahan Pak Gunaldi yang kala itu sedang membutuhkan dana besar untuk pengobatan kista Istrinya, sebagai senjata agar mengikuti perintah untuk membakar gudang belakang rumah lama mereka dulu. Karena gudang belakang rumah itu berdekatan dengan kamar Prayly.

     Erica saat itu ingin agar anak dalam rahimnya sajalah yang akan menjadi satu-satunya pewaris tunggal kekayaan Felix Ananta yang merupakan CEO perusahaan minyak bumi terbesar di Negeri ini. Namun semua sia-sia belaka karena nyatanya Erica harus kehilangan Felix dan calon bayinya secara beruntun. Erica juga harus menjalani penyembuhan traumatic dirinya di Singapura akibat kehilangan calon bayinya. Di saat ia sudah berangsur-angsur pulih dan pulang ke Indonesia, Erica juga harus menerima kenyataan pahit dari pengacara Felix bahwa Suaminya itu tak memberikan secuil harta kekayaannya sedikit pun atas namanya. Felix malah mengatasnama kan semua aset kekayaannya pada Prayly, sang Puteri tunggal. Erica hanya bisa menjadi wali dari Prayly hingga ia berusia 21 tahun. Kini rasa belas kasihan Erica sebagai seorang Tante dan Ibu Tiri sudah hilang entah kemana berganti dengan rasa benci yang akan selalu ia luapkan kepada Prayly terus menerus.

???

     Mobil Erica telah memasuki kawasan Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Sesampainya disana ia mengambil telepon genggamnya dan menelpon Pak Gunaldi agar datang menghampiri mereka di terminal pemberangkatan. Pak Gunardi pun turun dari mobilnya bersama Isteri dan Bella, sang anak. Menuju ke arah majikannya yang sedang berdiri menunggu. Saat mereka sudah sampai kehadapan Erica dan Prayly, Bella langsung menghambur kepelukan Prayly sahabat sebangkunya disekolah itu. Bella tak dapat menahan tangisnya saat berada dalam pelukan Prayly. Ia tak menyangka prayly akan pergi dan menetap di kota lain dalam jangka waktu yang entah sampai kapan. Bella lalu melepaskan pelukannya lalu menarik tangan Prayly sedikit menjauh dari ketiga orang tua tersebut. Bella kemudian  mengeluarkan sepucuk surat dari kantong jaket hijau toscanya lantas dengan tergesa-gesa memasukan surat itu ke dalam saku celana jeans yang dikenakan Prayly siang itu.

     Bella berbisik pelan ditelinga Prayly bahwa surat itu adalah surat titipan dari arya untuk dirinya. Prayly terlonjak beberapa saat sembari menatap kedua mata bella seolah menanyakan bagaimana bisa Arya memberinya sepucuk surat sedangkan sejak mereka pulang dari danau pelangi kemarin, mereka berdua tidak lagi pernah saling bertatap muka. Bella yang faham apa arti tatapan mata prayly tersebut lalu kembali berbisik pada Prayly bahwa ia yang memberitahukan kepada Arya bahwa Prayly akan pindah mengikuti Bundanya ke Bali. Bella tanpa sengaja mendengar semua percakapan Ayahnya dan Tante Erica sabtu malam kemarin saat Tante Erica yang jahat itu saat wanita itu berkunjung ke rumahnya sembari memerintah kan sang Ayah untuk menghandle dan mengawasi beberapa pekerjaan yang dikerjakan oleh para Manager maupun Staf-staf lainnya dikantor selama ia pergi ke Bali. Bella juga mendengar Tante Erica secara terang-terangan berkata bahwa ia akan memindahkan Prayly ke Bali dan akan memasukan gadis itu ke dalam sekolah yang mengharuskan setiap siswa dan siswinya untuk tinggal dalam asrama sekolah tanpa terkecuali.

     Tante Erica juga berkata pada Ayah Bella bahwa ia membohongi prayly jika ia akan menetap bersama sahabatnya itu selama enam bulan di Bali. Karena sebenarnya Tante Erica akan menetap sekitar dua minggu disana.

     Bella juga mendengar hal lain dari Erica yang membuatnya lebih tercengang lagi, bahwa sebenarnya Erica melakukan itu karena ia ingin memisahkan Arya dari Prayly. Sebab Erica menganggap Arya sialan itu adalah kebahagiaan yang Prayly miliki saat ini dan jelas Erica membenci keadaan Prayly yang masih bisa bahagia sedangkan Erica merasa Prayly adalah penyebab hidupnya menderita.

     Bella kaget sambil berdiri mematung disudut rumahnya saat tahu ternyata seorang Tante Erica begitu kejam kepada keponakannya sendiri, karena Bella juga mendengar bahwa Tante Erica bukan Ibu kandung Prayly. Kemudian Bella menemui Arya di danau pelangi setelah ia mengetahui keberadaan Arya saat telepon dari Bella di angkat oleh lelaki itu.

???

"Yaaa..." Bella beteriak lalu berlari dengan nafas tersengal mendekati Arya yang sedang duduk sambil melemparkan kerikil-kerikil kecil ke dalam danau.

     "Ada urusan apa lo nelpon dan nanyain gue dimana sekarang Bel?" ucap Arya bertanya sembari terus melemparkan kerikil ke dalam air danau pelangi.

     "Ya, Prayly bakal pindah ke Bali siang ini juga." ucap Bella yang terasa bagai petir menyambar pendengaran Arya.

     "Apa? Pindah, Bel?" ucap Arya sembari bertanya lagi pada Bella.

     "Iya, Arya. Gue enggak lagi bercanda kali. Prayly tuh dua jam lagi beneran pindah ke Bali bareng Bundanya untuk stay dan pindah sekolah disana, Ya." ucap Bella sembari menggerutu menjawab

pertanyaan arya dengan lantang. Arya berdiri dengan cepat dan menunjukkan sepucuk surat pada Bella yang isinya mengatakan agar ia datang ke danau pelangi menemui Prayly. Bella kemudian merebut surat itu dan membaca nya dengan seksama. Ia meneliti isi dan tulisan dalam surat tersebut.

     Bella langsung mengenali bahwa tulisan dalam surat itu jelas bukan tulisan tangan dari sahabatnya, Prayly Ananta. Sebab disekolah Bella dan Prayly adalah sahabat dan teman sebangku. Ia jelas sering melihat tulisan gadis itu dari buku-buku catatan Prayly setiap harinya.

     "Arya, lo buta atau gimana sih?

Kita bertiga btuh sahabatan udah sejak setahun lalukan? Apa selama ini lo enggak pernah tau dan kenal gimana tulisan tangan Prayly? Ini tuh jelas-jelas bukan tulisan Prayly dan lo harus percaya ma gue kalo bentar lagi dia bakal dibawa wanita jahat itu ninggalin kita." ucap Bella bertubi-tubi.

Gadis cantik itu bahkan menumpahkan air matanya saat ia mengingat semua pembicaraan Ayahnya dengan Tante Erica.

     "Bel, lo tahu dari mana Prayly bakal pindah? Enggak mungkin dia pergi sebelum ngasih kabar ke gue dulu, Bel." ucap Arya dibalik keraguannya.

     "Gue tahu Prayly bakal pergi karena kemarin malam Tante Erica datang ke rumah dan bertemu dengan Ayah. Tante Erica ternyata ingin misahin lo dari Prayly, Ya.

Selama ini dia ngira Tante Erica itu adalah Bunda kandungnya kan, Ya? Ternyata Tante Erica itu bukan bunda kandung Prayly, Arya.

Gue denger langsung dari mulut wanita jahat itu. Dia bakal celakain Prayly secepatnya, Ya" ucap Bella berapi-api.

     Tak ayal perkataan Bella tadi terasa bagai tsunami yang datang menerjang tubuh rapuh Arya. Laki-laki itu hendak bangkit berdiri lalu berlari pulang menuju ke rumah Prayly sekarang juga, kemudian membawa pujaan hati itu pergi menjauh sejauh-jauhnya dari kota ini. Namun secepat kilat Bella menyambar lengan Arya dan menariknya untuk duduk kembali ke sisi bangku kosong disamping dirinya duduk. Arya mengerjitkan kedua alis nya seraya tak mengerti dengan apa yang barusan Bella lakukan kepadanya. Bella yang paham betul dengan gelagat Arya saat menatapnya itu pun segera menghela nafas dalam-dalam lalu dengan tenang berusaha mencairkan kekalutan yang sedang terjadi.

     "Bukannya gue enggak mau lo pergi ke rumah Prayly sekarang terus ngebatalin rencana kepergian mereka, Ya. Gue cuman takut kejadiannya jadi lebih buruk buat perasaan Prayly, Ya. Elo sendiri tahu kalo selama ini Prayly selalu berusaha sekuat apa pun supaya Tante Erica bisa berubah dan kembali sayang ma dia? Gue enggak pengen Prayly sampe tau hal besar ini terus dia makin terpuruk, Ya. Apalagi Bundanya sendiri yang bakal celakakain dia. Udah cukup penderita yang Prayly rasain karena Tante Erica dan anak-anak di sekolah kita yang selalu ngebully Prayly dengan sebutan anak pembawa sial, Ya. Kasihan dia, Ya!" ucap Bella sembari menyeka air matanya.

Arya lalu mengacak-acakkan rambutnya dengan frustasi. Ia merasa segala ucapan Bella memang benar adanya, tapi apa yang harus ia lakukan sekarang.

     Demi apa pun Arya sangat ingin melindungi gadis pujaan hatinya tersebut, tapi ia sendiri sadar bahwa saat ini bahkan usia mereka masih sangat terlalu muda untuk melakukan hal-hal yang terkadang terasa tabu dan diluar nalar berpikir seorang remaja berusia 13 tahunan. Sedangkan saat ini saja Arya sendiri masih mengandalkan orang tua dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Apakah mungkin ia membawa lari Prayly selayaknya kisah yang terjadi didalam film-film orang dewasa? Oh Tuhan, ini sungguh sebuah ujian terbesar yang mungkin pernah di alami anak-anak seusia mereka. Kemudian dalam keheningan antara Bella dan Arya yang terdiam memandangi air danau pelangi itu, terlintaslah ide dari Bella untuk Arya. Bella menyuruh Arya menuliskan sepucuk surat untuk Prayly dan berjanji akan ikut serta bersama Ayah dan Ibu nya siang nanti untuk menemui Tante Erica di bandara. Gadis itu berjanji akan berusaha memberikan surat dari Arya itu secara diam-diam kepada Prayly tanpa diketahui oleh Ayah dan Ibunya bahkan oleh si wanita jahat Erica itu. Arya yang masih sedikit rapuh itu pun dengan berat hati menuliskan sepucuk surat untuk Prayly setelah ia menerima secarik kertas dan pena yang Bella berikan padanya. Arya tak tahu harus berkata apa dalam surat itu. Ia diam dan berusaha menumpahkan segala perasaannya pada Prayly diatas kertas biru langit tersebut.

     Intinya arya berjanji pada prayly bahwa ia tidak akan pernah melupakan Prayly dan juga meminta pada Prayly agar mereka tak putus berkomunikasi satu sama lain. Lelaki itu menegaskan pada prayly bahwa hanya dia satu-satu nya yang akan hidup bersama Prayly hingga mereka dewasa lalu tua nanti. Di akhir goresan tinta pena itu, Arya pun menyatakan bahwa ia sangat amat menyayangi bahkan mencintai Prayly layaknya perasaan seorang pria pada wanita. Arya berharap Prayly juga merasakan hal yang sama dengannya dan berharap pula mereka dapat saling menjaga hati mereka hanya untuk satu nama. EMMANUEL ARYA BRAMANTYO dan GABRIELLA PRAYLY ANANTA.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel