3. Jangan Tanya Jodoh
.
.
? Melviano POV
Aku berdiri di lapangan bersama beberapa rekanku untuk mengikuti upacara laporan korp dan kenaikan pangkat ku.
Letnan Satu Melviano Dirgantara Alfarizel
Gelar yang ku sandang pun kini sebagai seorang Danton. Komandan Peleton yang baru, menggantikan bang Heru yang kini pindah tugas ke kota lain karena naik pangkat.
Kini aku akan pindah tinggal di asrama, sebenarnya berat kalau ku harus pindah ke asrama. Pasti Billal bakalan ngomel panjang dan ujung-ujungnya dia bakalan nangis.
Billal emang laki-laki slengean, tapi hati dia hello Kitty kek Mama. Laki-laki usil, bandel dan caper tiada tara itu memang bikin Mama dan Papa pusing.
Tapi kalau tak ada dia, rasanya sepi hidupku.
Mama datang membawakanku sebuket bunga Azalea dan memelukku erat. Sejak menjadi seorang prajurit, aku merasa waktuku untuk keluarga ku.
"Ma, maafin abang ya, kalau sibuk banget, sampai gak bisa kumpul bareng" Mama menggeleng dan memelukku erat.
"Mama bangga sama kamu bang. Mama sayang sama kamu" Aku memeluk Mama erat mengabaikan tatapan Papa yang cemburu.
"Apa sih Pa. Sama anak sendiri juga. Ini juga mamaku" Papa melotot kearah ku dan menyentil keningku. "Ma, Papa nih"
"Papa ih diem napa. Jangan ganggu Mama sama abang"
"Hmm"
Aku tertawa puas bersama Mama. Kapan lagi coba lihat Papa seperti itu. Emang dasar Papa ini cemburuan. Habisnya Mamaku ini tetap cantik diusianya yang gak muda lagi.
???
Ku berjalan menuju asrama, melewati sekumpulan ibu-ibu istri prajurit, baik bawahannya ataupun atasannya.
Aku mengangguk sopan untuk menyapa para ibu-ibu yang menyapaku. Ibu-ibu dengan daster merah maroon itu menghampiriku
"Danton, mohon ijin bertanya" aku mengangguk.
"Silahkan ibu"
"Maaf kalau lancang. Apa Danton ada rencana untuk menikah? Saya berniat menjodohkan putri saya yang masih lajang"
Sabar Mel, sabar. Orang sabar jidatnya lebar. Batin Melvi yang masih memperlihatkan senyuman kaku.
"Maaf ibu kalau saya lancang. Tapi, saya--"
"Bu" suara bariton itu menegur ibu-ibu daster merah maroon. "Siap salah Dan. Maafkan kelancangan istri saya"
"Oh gak papa kok Pa. Saya permisi dulu. Permisi ibu-ibu, Pak mari"
"Waah senyuman Danton itu bikin meleleh"
"Aku mau kalau dijodohkan sama Danton itu"
"Danton itu yang gak mau sama elo"
Aku hanya diam saja tidak menanggapi perkataan mereka. Ku merasa bosan, kapan histeria para kaum hawa itu berhenti. Ku juga malas kalau harus tiap hari bertemu dengan ibu-ibu yang selalu berniat menjodohkan putri mereka.
Bahkan ada yang terang-terangan datang ke Papa mengajukan lamaran untuk putrinya ke aku. Dunia emang udah kebalik.
Ya Allah, kapan jodoh hamba datangnya. Apa mungkin jodoh hamba masih dijaga jodohnya orang?.
"Bang" teriakan itu menghentikan ku yang akan masuk asrama.
Mama dan Billal menghampiri diriku yang sedang bengong melihat mereka.
"Kelamaan jones sih, jadinya songong"
Sialan!
"Bahasa lo Jones. Kayak lo kagak aja"
"Sorry, gue masih sekolah, lha abang? Tuir" tawanya pecah.
Adek laknat!
"Jodoh gue masih ngejagain jodoh orang"
Tawa Billal dan Mama makin mengejekku. Sepertinya bahasaku keliru.
"Cari gih jodohnya, keburu lupa tuh jodoh Abang"
Jangan dong Ma!
Aku duduk di tepi kasur, memandang foto pernikahan kak Rena yang sempat aku abadikan. Aku tersenyum memandang kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya. Zidan, akhirnya menjadi jodoh kakakku juga.
???
Aku baru saja di telpon Mama untuk minta dijemput di rumah sakit, katanya kangen.
Sejak beberapa bulan lalu, aku pindah ke asrama, jarang pulang ke rumah juga, kalau gak hari Sabtu atau Minggu aja. Kalau gak ada tugas negara.
Lama ku menunggu Mama di mobil, aku paling malas kalau harus masuk ke rumah sakit dan memakai baju doreng seperti ini.
Aku berjalan di lorong rumah sakit untuk menjemput sang Mama tercinta.
Seorang berjas dokter menabrakku, hingga membuatnya terjatuh ke lantai.
Yang nabrak sapa yang jatuh sapa. Batin ku kesal.
Aku mengulurkan tanganku untuk membantu perempuan didepanku ini berdiri. Perempuan itu berdiri dan membungkukkan badannya meminta maaf pada ku.
"Maaf, saya gak lihat ada anda tadi" aku mengangguk. Perempuan itu mengulurkan tangannya untuk berkenalan.
"Saya Atikah, anda?" Tanyanya. Aku sebenarnya malas untuk berkenalan dengan perempuan didepanku ini.
"Melvi. Permisi" aku undur diri menuju ruangan Mama.
"Ah anak Mama yang gantengnya kayak Papa" aku berdecak sebal kala mama menggodaku seperti itu.
"Ayo pulang sekarang Ma, abang gak nyaman sama tatapan mereka" Mama ikutan melirik sekitar yang tentu saja para kaum hawa menatap kagum padaku.
"Oke anak ganteng Mama. Kita pulang yuk" Mama menggandeng lengan ku.
Aku memperhatikan sekitar dan melihat Atikah sedang bersama orang yang ku kenal sebagai atasanku.
"Ayo bang pulang, mana mobilnya?" Ku tunjuk mobil sedan berwarna hitam di dekat Atikah.
Aku berjalan beriringan, Mama menggandeng lengan ku. Aku sangat senang sekali jika berjalan dengan Mama seperti ini, sampai-sampai Papa cemburu dibuatnya.
"Lea" sapa Komandan. Mama tersenyum saat sapaan itu ditujukan padanya. "Apa kabar?"
Mama mengangguk kecil. "Alhamdulillah baik"
Ya. Aku merasa cemburu jika ada laki-laki lain yang menyapa Mamaku kecuali para sahabat Mama yang beliau kenal.
"Lettu Melvi? Anak kamu dan Arsa?" Mama mengangguk, masih menggandeng lengan ku, tanpa berniat melepaskan.
"Ya. Atikah anak kamu?" Komandan mengangguk.
"Ijin mendahului Ndan. Ayo Ma, kita udah ditunggu Papa" Mama mengangguk dan berpamitan pada keduanya.
Mama sangat tahu kalau aku sangat tidak suka Mama dekat dengan orang lain selain Papa dan kedua anaknya, para sepupu dan sahabatnya.
Sampainya dirumah pribadi Papa, Mama turun bersama dengan Papa yang baru saja tiba dengan Billal disampingnya.
Billal segera memeluk Mama dan menggandeng lengan Mama untuk masuk ke rumah. Tentu saja Billal sengaja berbuat seperti itu. Dia malas kalau harus menyaksikan adegan romantis dari keduanya, bahkan aku sendiri juga begitu.
"Dek, main nyelonong aja kamu" Papa mendengus sebal, aku menahan tawa saat melihat wajah cemberut Papa.
Mau ketawa, tapi takut dosa.
"Ngapain kamu? Mau ngejek Papa, hm?" Papa menatapku tajam.
"Siap salah" aku memilih pergi menyusul Billal dan Mama didalam.
"Udah, Mama tuh istirahat aja, biar Billal yang masak" Mama menatap horor Billal. Pasalnya, Billal sangat sering membuat dapur kesayangan Mama berantakan seperti terkena bom.
"Jangan buat dapur kesayangan Mama seperti medan perang ya" Billal terbahak mendengar perkataan Mama.
"Ada abang yang bantuin Ma" Billal bersorak senang.
Adek Terkampret.
Mama membuatkan Papa teh hangat lemon, dan duduk di meja makan bersama. Ah bikin iri deh.
"Pa, tadi komandan abang nyapa Mama" Papa menaruh kembali gelas berisi teh lemon itu di meja. "Tanya kabar juga Pa"
Mama menatapku tajam yang nyengir tanpa dosa. Papa menatap Mama seakan meminta penjelasan.
"Farhan cuma tanya kabar aja Pa" Mama tersenyum.
"Kemarin juga ada dokter yang nyapa Mama lho Pa, dokternya ganteng Pa, kayak artis Korea" Mama makin melotot kearah Billal yang mengalihkan pandangannya kearah lain.
"Ikut aku" Papa menggenggam tangan Mama di meja, menariknya lembut menuju kamar mereka.
"Billal request adik perempuan satu ya" teriaknya saat Papa dan Mama menuju kamar mereka.
Papa dengan cepat mengunci pintu kamarnya. Aku dan Billal tertawa terbahak-bahak karena melihat tingkah Papa yang masih saja cemburu di usianya yang sudah tidak muda lagi.
???
