13. Cinta itu ...
Candy memandang kembali jam dinding. Berjengit kaget, jam dinding menunjukkan pukul delapan lewat lima menit. Bodoh, jam kerjanya kurang dua puluh lima menit lagi. Candy segera menyambar celana jeans dan jaket hoodie berwarna hitam. Bahkan pintu kamarnya tidak dikunci. Candy berlari secepat yang dia bisa. Jangan sampai dia terlambat untuk masuk kerja. Malu sekali jika bosnya tahu. Berlari tanpa mengenal lelah.
Candy menabrak lelaki tinggi di depannya itu hingga dia yang terjungkal sendiri. Memandang lelaki di depannya dengan pandangan.yang terpukau, Candy benar-benar bersyukur dia bertemu dengan Handaru.
"Kamu kenapa?" tanya Handaru.
Candy benar-benar terpaku dengan wajah tampan Handaru. Pahatan wajah yang tercipta sangat sempurna. Benar-benar makhluk ciptaan Tuhan yang paling tampan. Tidak ada sejengkal kejelekan yang terpampang di wajahnya. Bisa dipastikan, jika ada sorot lampu yang sangat terang, wajahnya akan bersinar bagaikan bintang di langit.
"Kamu terlambat?" pertanyaan Handaru membuat Candy kembali ke mode nyata.
Bodoh! Ndelok wong ganteng ae lemah.
Candy berdiri dibantu oleh Handaru. Mengucapkan terima kasih layaknya seseorang yang mendapat pertolongan. Candy memilih pamit untuk segera berganti pakaian kerja. Jangan sampai image di depan Handaru jelek. Sangat tidak terpuji sekali.
***
"Candy? Nama kamu beneran Candy?" tanya Handaru.
Candy mengangguk sekilas, menampilkan senyuman manisnya. Candy memandang Handaru dengan tatapan yang benar-benar sulit diartikan. Jikalau ini berada di kartun, dipastikan akan keluar gambar hati di mata Candy saat ini.
Lope merah denyut-denyut buat mas Handaru.
Aidan duduk di samping Handaru. Mereka mulai membicarakan tentang bisnis yang telah berkembang dengan pesat. Candy yang sibuk membuat kopi itu, mencoba mendengarkan walau kurang mengerti sebenarnya. Membuat latte art bergambar teddy bear. Candy tersenyum saat hasil karyanya berhasil. Tidak lupa dia menjepretnya lebih dulu.
"Kita harus buat gebrakan yang benar-benar bisa menarik pelanggan Ru," ucap Aidan yang hanya diangguki oleh Handaru, "Tapi apa?"
Handaru menaikkan satu alisnya ke atas. Really? Aidan bertanya padanya tentang ini? Handaru kira, Aidan sudah benar-benar memikirkan caranya. Tanpa pikir panjang, Handaru menempeleng kepala Aidan.
"Gue kira loe emang beneran udah mikirin hal ini," sungut Handaru. Aidan hanya cengengesan.
Candy datang membawa dua cangkir kopi dengan latte art yang telah sukses dia buat tadi. Menghidangkannya untuk dua lelaki yang tengah berdebat.
"Latte art terbaru dari Adora Candy Keisha, silakan untuk dicicip Bapak-Bapak."
"Ini!" seru keduanya.
"Apaan sih, Pak. Kalau jantung cantik saya kaget gimana?" tanya Candy yang tidak kunjung mendapat respon.
"Ini adalah latte terbaru yang akan menjadi gebrakan untuk bulan ini," ucap Aidan yang diangguki oleh Handaru.
"Can, kalau latte art terbaru kamu ini sukses, saya akan beri bonus buat kamu." Handaru kembali menyeruput kopinya.
"Bonus cinta dari Bapak?" tanya Candy tanpa dosa.
Kedua lelaki itu terbatuk-batuk tiada henti. Gila saja Candy, dia benar-benar membuat mereka tersedak minuman manis ini. Handaru menatapnya tajam, yang ditatap hanya nyengir tanpa dosa. Menghela napas sejenak, dia meletakkan cangkir kopi yang dia pegang tadi.
"Saya, duda."
***
Saya duda
Saya duda
Saya duda
Masih terngiang jelas kalimat dari Handaru tadi siang di telinga Candy. Jadi Handaru mengakui jika dirinya duda. Oh my God, Candy bahkan tidak berpikir jauh.
"Gue tadi kunci pintu gak ya? Lupa," ucapnya saat memandang kunci kamar menempel di gagang pintu.
"Kang kopi, cari makanan, yuk!" ajak Celine.
Candy mengangguk dan memilih pergi, sebelumnya dia mengunci pintu kamarnya dan membawa kuncinya. Mereka menuju angkringan langganan penghuni kos. Menyantap nasi kucing dengan berbagai macam sate beraneka rasa. Tidak lupa, mereka juga membeli batagor dan jajan lainnya. Cukup untuk tidak menguras kantong.
"Bikinin gue kopi dong, Kang, ntar gue jadi semangat kerjain skripsi," pinta Celline.
"Kalau gak semangat, gue siap getok pala loe pakai sepatu Arka," ucap Candy.
Candy membuka pintu kamarnya, merasa tidak asing dengan sepatu yang tadi mereka bicarakan. Sepatu milik Arka, tapi ke mana pemilik sepatu ini, yang sudah mengacak-acak tempat tidur Candy. Menatanya kembali tanpa henti-hentinya dia mengomel layaknya ibu-ibu yang berdebat dengan tukang sayur. Pintu kamar mandi terbuka dan menampilkan wajah segar Arka.
"Kok loe ada di kamar Kang kopi?"
"Gue ngantuk, lagian kuncinya di luar, ya masuk aja tidur," ucapnya tanpa rasa bersalah.
"Makan tuh, gue beli jajanan tadi. Bentar gue buat kopi dulu." Candy berjalan menuju dapur kecil yang di ujung kamarnya.
Membuat kembali latte art simple ala Candy. Mereka mengobrol dengan santainya tanpa beban.
"Eh, gue kayaknya jatuh cinta, deh," ucap Candy menggantung.
"Sama siapa?" tanya keduanya antusias.
"Sama duda." Candy menutup telinganya.
“Hah?”
***
Jangan bermain hati kalau akhirnya terluka karenanya.
Berbicara tentang cinta, sama halnya bicara tentang buku yang masih tersegel rapat. Tidak akan pernah tahu dalamnya, tidak akan pernah tahu jalan ceritanya seperti apa. Mengikuti alur yang Tuhan gariskan adalah hal yang wajar.
Rachmi dan Savita tengah meneliti surat dari si pemetik gitar dan menyamakan tulisan tangan Avi di buku Savita. Mereka terpekik girang, jika akhirnya tulisan Avi sama.
“Mimi, gue bahagia,” teriak Savita dan memeluk leher Rachmi.
“Kamu cinta Avi?”
“Gue sayang elo, Mimi,” kelakarnya.
Mereka berdua berbicara tentang makanan dan beberapa masalah pribadi. Savita menarik Rachmi keluar kamarnya untuk menikmati senja di teras belakang. Membawa laptop bersamanya. Duduk menikmati teh dan menonton drama korea dengan khidmat. Drama korea berjudul the k2, membuat mereka hanyut dalam kisah Kim Je Ha. Savita melotot saat adegan ciuman di depan mobil itu terjadi. Dia menutup mata Rachmi dan menikmati adegan yang hanya beberapa detik itu sendirian.
“Udah selesai, Mi, ya ampun, si Ji Chang Wok ganteng banget, Mi,” pekik Savita.
Mereka kembali menonton, saat adegan Ji Chang Wok berkelahi di bawah guyuran shower, Savita segera menutup kedua mata Rachmi. Namun, ada yang menutup matanya dari belakang juga.
“Siapa sih, ganggu aja.”
“Lo juga nggak boleh lihat ini Dhe, terlalu vulgar.”
Savita melepas telapak tangannya dari Rachmi, dia mencoba menyingkirkan telapak tangan Avi dari kedua matanya.
“Apaan sih, gue mau liat roti sobek JCW, Vi,” rengek Savita.
“Lo bisa liat punya gue,” Avi berdehem sejenak. “Gue ... juga punya roti sobek.”
Savita menutup laptopnya dengan kasar, mengajak Rachmi pergi dari sana untuk menghindari Avi. Dia malu, lebih tepatnya tidak menyangka jika Avi akan berkata demikian. Menlihat roti sobek milik Avi? Yang benar saja. Ini benar-benar gila.
***
”Lo bisa liat punya gue.”Avi mengacak rambutnya frustasi. “Bego banget sih Vi.”
“Anjim, gue malu berat buat ketemu Dhea.” Avi menutup wajahnya dengan bantal.
Suara pintu terbuka, membuat Avi melepaskan bantal yang menutupi wajahnya. Lala, ibunya berdiri menatap Avi heran. Mengkode anak bungsunya untuk duduk.
“Ganti baju yang bagus, jangan kayak gembel begini.” Avi terperangah dengan ucapan Lala.
“Anak sendiri dibilang gembel. Tega Mama.”
“Ada calon mertua kamu, di bawah. Cepetan turun!”
“Siap, Komandan.”
Avi bergegas berganti pakaian dengan secepat kilat. Yang dia dengar adalah calon istrimu di bawah. Avi berlari dari lantai dua dengan wajah berseri-seri, namun wajahnya harus pias seketika, saat yang dia lihat adalah Abimanyu dan Kirana saja. Tanpa Dhea, gadis yang dia cintai. Avi duduk dengan lesu di samping Lala.
“Telinganya dipasang baik-baik, Avi sayang. Calon mertua bukan calon istri,” ejek Lala.
***
