Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 Rumah Sendiri

Bab 2 Rumah Sendiri

Dira menepis rasa senangnya dengan menggunakan logika. Suaminya seperti sedang kesakitan. Dira mengambil jarak dan melihat keringat mengucur di sekitar dahi suaminya. Berto seperti susah bernafas.

“Sayang, kamu kenapa?” bisik Dira.

“Beri aku waktu sebentar saja, mungkin karena kita baru selesai makan,” balas Berto dengan nafas terengah-engah seperti baru berlari jauh.

“Sebaiknya kamu duduk menyandar,” usul Dira ingin keluar dari dekapan suaminya.

“Tidak Sayang, tetap di sini. Aku mau menuntaskannya sekarang juga.”

Dira ingin protes tetapi tidak bisa karena suaminya sudah kembali tersulut. Pelan namun pasti Berto kembali menguasai setiap jengkal dari tubuh istrinya.

Malam pertama yang hampir gagal akhirnya bisa Berto tuntaskan.

Setelah mereka selesai dan hampir tertidur, Berto menyampaikan kalau ia punya riwayat sakit jantung. Alasan lain yang membuat ia bercerai dengan istri pertamanya.

Dira tidak banyak berkata-kata hanya mendekam dalam pelukan suaminya sambil mendengarkan kisah hidupnya.

Hari-hari bahagia telah mereka lewati bersama selama seminggu. Tiba saatnya mereka harus pulang. Berto memegang tangan istrinya lalu menuntunnya naik ke pesawat. Sepanjang perjalanan kembali ke kota asal mereka, keduanya terus berdekapan seperti orang yang menemukan kebahagiaan yang tak terhingga. Sebentar lagi mereka akan kembali berjumpa dengan orang tua dan anak-anak Dira yang ditinggal pergi ke luar kota. Senyuman manis tak henti-hentinya terukir di raut wajah mereka. Setelah ratusan menit kemudian, pesawat sudah mendarat di kota asal mereka. Tempat di mana rumah mereka berada.

Setibanya di rumah Dira, keduanya disambut dengan gembira. Mereka makan bersama sebagai satu keluarga besar. Dira membawa oleh-oleh makanan khas yang mereka cicipi bersama. Setelah itu Dira dan Berto ijin pada orang tua untuk beristirahat sejenak. Dira merapikan semua barang-barang di dalam kamar pertanda bahwa mereka akan tinggal bersama dengan ibunda dan ayahanda dari Dira dan anak-anak yang ada di rumah itu.

Selang beberapa hari mereka tinggal bersama orang tua dan anak-anak Dira, suaminya terlihat sedikit aneh. Berto merasa bahwa kemesraan dan kebiasaan yang dilakukan saat di luar kota tidak lagi dirasakan setelah kembali ke rumah itu.

Berto mencari berbagai cara agar ia bisa tetap tinggal berdua saja terus dengan Dira. Setelah Berto berpikir, sepertinya hanya ada satu jalan. Saat itu juga, ia memutuskan agar mereka keluar dari rumah orang tua Dira. Memilih untuk menempati kediamannya kembali agar ia bisa berdua dengan Dira saja.

Sayangnya, apa yang Berto pikirkan tidak diketahui oleh Dira. Namun, Dira mencurigai suaminya dari tingkah lakunya sehari-hari. Dira berharap agar suaminya bisa menceritakan kendala apa yang ia alami, tetapi penantian itu sia-sia. Tak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Berto untuk menjelaskannya. Dira mengira, suaminya bersikap demikian karena penyakitnya, tapi bukan itu alasan sebenarnya.

Pada suatu malam, setelah selesai makan malam dan mereka berada di dalam kamar, Berto terlihat termenung, seperti sedang memikul suatu beban berat dalam hidupnya. Dira sudah tak sabar lagi. Ia ingin mengetahui ada apa sebenarnya dengan suaminya.

“Apa yang kau pikirkan?” tanya Dira ketika mereka sudah berbaring bersisian.

“Sepertinya, aku tidak nyaman tinggal menetap di sini,” jawab Berto.

“Lalu, apa yang kamu inginkan?” sahut Dira

“Semenjak pulang dari berbulan madu, rupanya kebahagiaan kita terhalang. Aku ingin kita bisa hidup di rumah sendiri. Aku ingin merasakan lagi kemesraan bersama kamu,” jelas Berto.

Maklum saja mengingat Dira tidak lagi 24 jam melayani suaminya karena harus memperhatikan orang tua dan anak-anaknya. Bagi Dira, merawat anak dan kelompok lanjut usia sudah menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Mendengar semua ucapan Berto dan menatap wajahnya yang terlihat seperti orang kebingungan Dira tersenyum.

Ia memeluk suaminya dan berkata, “Bukankah kebahagiaan untuk kita rasakan dan nikmati bersama sudah kita jalani saat pergi berbulan madu?”

“Aku tetap ingin merasakan hal yang sama setiap saat,” balas suaminya.

Walaupun kepalanya masih penuh dengan tanda tanya, Dira menyetujui permintaan Berto. Seorang istri harus patuh pada suaminya. Apalagi, pernikahan ini sangat Dira nantikan sehingga ia juga tidak ingin kehilangan Berto.

Dira berharap agar anak-anaknya bisa ikut tinggal bersama-sama dengan mereka.

Keesokan harinya, sepertinya Berto sudah tak sabar lagi untuk meninggalkan rumah istrinya. Berto bergegas membantu Dira menyiapkan semua barang-barang dalam koper mereka.

Karena pintu kamar Dira terbuka, maka kegiatan mereka dilihat oleh ibunya. Wanita itu penasaran karena belum juga seminggu mereka kembali dari luar kota, kini sudah mengepak barang lagi.

Ibunda dari Dira menghampiri mereka dan bertanya, “Apa yang kalian lakukan? Kalian mau ke mana?”

Berto mendekati mertuanya lalu berkata, “Kami akan menempati rumah saya, Ibu. Kami ijin untuk bisa tinggal sendiri agar bisa mandiri dan mengurus rumah tangga kami berdua.”

Berto berusaha menjelaskan dengan lemah lembut. Mereka berencana akan pindah rumah terlebih dahulu dan menata kediaman Berto barulah menjemput anak-anak Dira. Untuk sementara, anak-anak masih tinggal bersama mertuanya.

Namun, Ibunda Dira tidak setuju dan ia membentak, “Dira! Setelah kamu menikah kamu jadi lupa dengan janjimu sendiri. Kamu tega meninggalkan anak-anakmu? Anak yang keluar dari rahimmu sendiri? Mereka punya hak untuk bisa merasakan kasih sayang dari orang tua yang lengkap. Mereka butuh seorang ibu dan juga seorang ayah.” Dira yang masih di dalam kamar langsung keluar. Ia melihat wajah suaminya sudah mengeras karena menahan marah.

Dira mengelus lengan Berto lalu mengedipkan matanya sekilas dan bergegas memeluk pundak ibunya. Dira menuntun ibunya untuk duduk di kursi dan berbicara dengan sangat lembut.

“Dira minta maaf jika tidak memberi kabar dari awal. Dira juga baru tahu kalau Berto mengidap sakit jantung. Ia tidak boleh marah atau mendengar terlalu banyak keributan. Demi kesehatan Berto, ijinkan kami pergi dulu agar Dira bisa menyiapkan kamar anak-anak.”

“Lalu kapan kamu akan menjemput Isvara dan adiknya?”

“Beri kami satu atau dua bulan Ibu. Kami tidak akan melupakan anak-anak. Kami hanya ingin mempersiapkan rumah tinggal saya agar nyaman untuk anak-anak.” Berto ikut duduk di depan mereka setelah mendengar perkataan istrinya pada ibu mertuanya. Rasa marahnya sedikit mereda.

Ibunya Dira terpaksa menyetujui saja keinginan mantunya walaupun agak sedikit kesal.

“Tolong sampaikan pada ayah soal kepergian kami, Bu.” Dira mencium kening ibunya sebelum pergi.

Keinginan Berto akhirnya terkabul. Suasana kemesraan kembali dirasakan oleh mereka berdua karena bagi Berto, kebahagian mereka tidak akan terganggu lagi karena sudah tinggal di rumah sendiri. Mereka bisa memadu kasih di mana saja dan istrinya bisa fokus pada dirinya.

Setelah dua bulan melanjutkan bulan madu mereka, ditambah dengan setiap keintiman yang terjadi, Dira merasakan banyak perubahan dalam dirinya. Ia mulai sering mual, maunya makan makanan yang terasa enak bagi indera pengecapnya. Berto mulai bertanya-tanya apa yang terjadi ketika melihat istrinya semakin manja.

Dira akhirnya pergi memeriksakan diri ke dokter dan ternyata ia positif hamil. Dira sangat bahagia. Berto tidak sempat menemaninya jadi sepulangnya dari dokter, ia menyampaikan kabar gembira ini kepada suaminya. Setelah Berto mengetahui kalau istrinya hamil, Berto sangat senang karena apa yang menjadi keinginannya telah tercapai. Pada penikahan yang pertama ia belum pernah punya anak. Salah satu hal yang menyebabkan perceraian mereka sehingga ia sangat senang Dira bisa memberikan keturunan untuknya.

Dalam euforia akan memiliki keturunan, dunia terasa hanya milik mereka berdua. Berto sempat memikirkan apa jadinya kalau anak-anak Dira tinggal bersama mereka. Istrinya pasti akan kewalahan mengurus mereka. Berto tidak ingin sesuatu terjadi pada kandungan Dira. Ia tidak mau kehilangan anaknya karena istrinya kelelahan. Ia membujuk Dira agar anak-anak tirinya jangan di bawa ke rumah mereka dulu.

Dira merasa sedih mendengar permintaan suaminya. Padahal ia sudah sangat rindu dengan anak-anaknya. Sedangkan di rumah orang tua Dira, ibu dan anak-anaknya hanya menghitung hari saja. Ibunda Dira sudah membuat persiapan. Sebelumnya ia sudah menyimpan alamat rumah mantunya. Mereka bertiga muncul di rumah Dira dan suaminya tanpa memberi kabar terlebih dahulu.

Bersambung

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel