Pustaka
Bahasa Indonesia

Triplet Baby From Billionaire

27.0K · Ongoing
Ayu Andita
24
Bab
8
View
9.0
Rating

Ringkasan

"Aku tidak pernah menyangka, satu malam itu membuatku jadi ibu dari tiga anak sekaligus… dan ayah mereka bahkan tidak mengingat wajahku." Kehidupan sederhana Carissa hancur dalam semalam saat ia harus membesarkan tiga bayi kembar seorang diri—anak dari pria asing yang hanya ia temui satu malam dalam keadaan tak terduga. Bertahun-tahun kemudian, takdir mempertemukannya kembali dengan pria itu. Bukan sebagai kekasih, bukan sebagai suami, melainkan sebagai… bos di perusahaan tempat Carissa melamar kerja. Darren Alvaro, seorang miliarder tampan dan dingin, tidak pernah menyangka wanita yang melamarnya kerja adalah ibu dari tiga anak… yang memiliki mata sepertinya. "Aku tidak butuh belas kasihanmu, Tuan Alvaro. Aku hanya ingin bekerja." "Aku tidak akan membiarkan anak-anakku tumbuh tanpa mengenalku sebagai ayah mereka." Saat masa lalu terkuak dan hati mulai goyah, mampukah mereka menyatukan keluarga yang tercerai sejak awal?

RomansaPresdirBillionaireDewasaLove after MarriageOne-night StandSweetIbu PenggantiGentleman

Bab 1 Bos Baru

Baik, aku lanjutkan adegan setelah inseminasi salah orang itu, ya. Nuansanya aku buat emosional dan dramatis, ketika Carissa baru menyadari bahwa dirinya hamil—dan rasa terkejut itu bercampur bahagia sekaligus takut.

---

Beberapa minggu berlalu sejak prosedur itu. Carissa duduk di kamar mungilnya, menatap dua garis merah yang begitu jelas di test pack. Tangannya bergetar, air mata tanpa sadar mengalir di pipinya.

“A-aku hamil….” bisiknya parau, antara tidak percaya dan terharu.

Ia meraba perutnya yang masih datar. “Kamu benar-benar ada di sini, Nak?”

Air matanya jatuh makin deras. Selama ini, dunia memandangnya lemah karena hidup tanpa suami. Ia lelah disebut tidak punya arah. Tapi kini, dengan kehadiran bayi di rahimnya, Carissa merasa punya alasan untuk terus melangkah.

Yang tak ia ketahui, bayi itu bukanlah hasil donor anonim seperti yang ia yakini. Ada nama besar yang melekat di baliknya—nama yang kelak akan mengguncang hidupnya.

Bertahun-tahun kemudian, Carissa memasuki gedung megah Alvaro Corporation. Tangannya menggenggam map lamaran kerja, sementara pikirannya penuh bayangan tiga wajah mungil yang ditinggalkannya di rumah. Anak-anaknya harus makan, ia harus kuat.

Pintu ruangan interview terbuka. Seorang pria berdiri di balik meja kaca besar dengan setelan jas abu-abu mahal. Sorot matanya tajam, penuh kuasa.

Carissa terpaku. Jantungnya membeku.

Itu dia. Pria itu. Wajah yang tak pernah ia temui, tapi begitu mirip dengan anak-anaknya di rumah.

“Selamat datang di Alvaro Corporation.” Suara rendahnya bergema.

“Aku Darren Alvaro.”

Carissa menggenggam map erat-erat. Dunia seakan berhenti berputar. Ia tahu… rahasia besar yang ia simpan selama ini takkan bisa tersembunyi selamanya.

---

Beberapa minggu berlalu sejak prosedur itu. Carissa duduk di kamar mungilnya, menatap dua garis merah yang begitu jelas di test pack. Tangannya bergetar, air mata tanpa sadar mengalir di pipinya.

“A-aku hamil….” bisiknya parau, antara tidak percaya dan terharu.

Ia meraba perutnya yang masih datar. “Kamu benar-benar ada di sini, Nak?”

Air matanya jatuh makin deras. Selama ini, dunia memandangnya lemah karena hidup tanpa suami. Ia lelah disebut tidak punya arah. Tapi kini, dengan kehadiran bayi di rahimnya, Carissa merasa punya alasan untuk terus melangkah.

Yang tak ia ketahui, bayi itu bukanlah hasil donor anonim seperti yang ia yakini. Ada nama besar yang melekat di baliknya—nama yang kelak akan mengguncang hidupnya.

Bertahun-tahun kemudian, Carissa memasuki gedung megah Alvaro Corporation. Tangannya menggenggam map lamaran kerja, sementara pikirannya penuh bayangan tiga wajah mungil yang ditinggalkannya di rumah. Anak-anaknya harus makan, ia harus kuat.

Pintu ruangan interview terbuka. Seorang pria berdiri di balik meja kaca besar dengan setelan jas abu-abu mahal. Sorot matanya tajam, penuh kuasa.

Carissa terpaku. Jantungnya membeku.

Itu dia. Pria itu. Wajah yang tak pernah ia temui, tapi begitu mirip dengan anak-anaknya di rumah.

“Selamat datang di Alvaro Corporation.” Suara rendahnya bergema.

“Aku Darren Alvaro.”

Carissa menggenggam map erat-erat. Dunia seakan berhenti berputar. Ia tahu… rahasia besar yang ia simpan selama ini takkan bisa tersembunyi selamanya.

Baik, aku teruskan dengan suasana Carissa berusaha menolak kenyataan. Ia merasa semuanya hanya kebetulan, meski hatinya mulai goyah karena kemiripan Darren dengan anak-anaknya:

---

Carissa menunduk, mencoba menyembunyikan ekspresi wajahnya. Hatinya berdebar kencang, tapi pikirannya cepat menyangkal.

Tidak mungkin… ini hanya kebetulan. Dunia tidak sekecil itu.

Ia menarik napas panjang lalu duduk tegak, berusaha tampak profesional.

“Terima kasih sudah menerima saya, Tuan,” ucapnya singkat.

Darren memperhatikan wanita itu dengan sorot penuh selidik. Ada sesuatu di wajahnya yang terasa familiar. Hidung mungil itu, bibir tipis yang bergetar menahan gugup… seolah pernah dilihatnya, meski ia tak tahu di mana.

“Kau melamar untuk posisi sekretaris, bukan?” tanyanya dingin.

Carissa mengangguk cepat. “Ya, Tuan. Saya siap bekerja keras.”

Ia menunduk lagi, menolak menatap langsung ke pria itu. Karena setiap kali ia melihat sorot mata abu-abu milik Darren, bayangan tiga pasang mata mungil di rumahnya ikut menari di pelupuk.

Mereka memang mirip… tapi bukankah banyak orang bermata abu-abu di dunia ini? Anak-anakku bukan miliknya. Tidak mungkin!

Carissa meremas ujung roknya di bawah meja. Ia terus meyakinkan diri sendiri. Yang ia butuhkan hanyalah pekerjaan, bukan membuka luka masa lalu atau menggali rahasia yang bisa menghancurkan segalanya.

Sementara itu, Darren menyipitkan mata. Sesuatu dalam dirinya berbisik bahwa wanita ini menyembunyikan sesuatu. Ia mencondongkan tubuh sedikit ke depan.

“Aku rasa… kita pernah bertemu sebelumnya.”

Carissa tersentak, buru-buru menggeleng. “T-tidak, Tuan. Saya orang biasa. Tidak mungkin kita pernah bertemu.”

Darren hanya mengulum senyum tipis. Tatapannya tak lepas darinya.

“Biasa, ya? Entah kenapa, aku tidak yakin.”

Oke, aku pahami Kita bikin ceritanya lebih gradual dan penuh ketegangan, jadi Darren belum langsung tahu anak-anak itu miliknya. Hanya pertemuan biasa yang bikin dia penasaran, sementara Carissa mati-matian menutupi.

---

Carissa berjalan cepat keluar dari gedung Alvaro Corporation, map di tangannya digenggam erat. Ia hanya ingin segera pulang, menenangkan diri, dan berpura-pura bahwa wawancara tadi hanyalah awal baru tanpa kaitan dengan masa lalunya.

Namun langkahnya terhenti saat tiga bocah kembar berlari ke arahnya.

“Mommy!” seru mereka kompak, memeluk pinggang Carissa dengan tawa riang.

Carissa tersentak. Matanya langsung melirik kanan-kiri, memastikan tidak ada yang memperhatikan. Tapi terlambat—suara berat itu terdengar dari belakang.

“Kau sudah punya anak?”

Carissa menoleh perlahan. Darren berdiri di ambang pintu kaca gedung, tangannya dimasukkan ke saku celana, tatapannya tajam dan penuh tanya.

Deg. Jantung Carissa nyaris berhenti.

Ia buru-buru tersenyum kaku. “Mereka… bukan… maksudku, mereka hanya—”

“Mommy, aku lapar,” sela salah satu anaknya polos, menatap Darren sebentar lalu kembali menempel manja pada ibunya.

Darren menaikkan sebelah alis. Tatapannya bergeser dari Carissa ke ketiga bocah itu. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya—mata mereka… ada sorot yang anehnya familiar. Tapi ia segera menggeleng pelan, menepis pikirannya sendiri.

“Menarik,” gumamnya singkat. “Kita akan bicara lagi besok, Nona Carissa. Jangan terlambat.”

Carissa menunduk cepat, menggenggam erat tangan ketiga anaknya, lalu berjalan pergi secepat mungkin.

Sementara Darren masih berdiri di sana, matanya mengikuti punggung wanita itu dan tiga bocah kembar mungil yang berjalan beriringan. Ada sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan—seolah benang tak terlihat mulai menarik mereka ke arahnya.