
Ringkasan
Setelah dicampakan oleh pria yang sudah lama dia cintai, Cataleya memilih pergi dari Indonesia. Cataleya mau move on! Desa Solvang, California, menjadi tempat Cataleya untuk menenangkan diri. Namun, baru seminggu menetap di desa tersebut, hal tak terduga membuat ketenangan Cataleya mulai terusik. Di pagi-pagi buta ada dua anak kembar berpakaian kumal mengetuk pintu rumah, sambil memanggilnya dengan sebutan 'Mama!' Tidak hanya sampai di situ, setelah kedatangan anak kembar tersebut, ada pria aneh juga datang ke rumahnya dalam keadaan telanjang bulat dan seperti orang linglung. Usut punya usut, ternyata pria aneh itu hilang ingatan. Siapakah anak kembar dan lelaki aneh tersebut? Mengapa bisa datang ke rumahnya secara tiba-tiba? Lalu apakah misi Cataleya untuk move on akan berhasil?
Rumah Baru, Masalah Baru
Sejak semalam Desa Solvang, California, diguyur hujan deras, suara guntur juga saling bersahut-sahut satu sama lain.
Sampai menjelang pagi pun hujan tak kunjung mereda, malah semakin bertambah deras, dan membuat suasana hari ini terlihat seperti masih malam hari, padahal waktu saat ini menunjukkan pukul setengah tujuh pagi.
Pagi-pagi sekali, Cataleya Cloud telah bangun dari tidurnya, sekarang rambutnya terlihat berantakan dan awut-awutan.
"Huaaa, kenapa bisa kayak gini sih?! Aku dulu punya walk in closet tapi sekarang kamar mandi aja harus pakai ember!" jerit Cataleya sesekali menarik ingusnya.
Dia sedang duduk di sofa usang, sambil menatap setiap sudut rumah barunya yang jauh dari kata mewah. Cat rumahnya sudah terlihat memudar, di sudut-sudut ruangan juga berdebu, sedikit berlumut, dan lantai kayu yang kalau berjalan mengeluarkan bunyi derit, tapi ya ini satu-satunya tempat yang bisa disebut rumah bagi Cataleya. Tempat Cataleya berlindung dari terik panasnya matahari dan hujan.
Rumah ini adalah hasil Cataleya menjual anting-anting dan kalung yang menempel di tubuh Cataleya, mungkin satu-satunya pula harapan Cataleya untuk bertahan hidup di desa ini.
Niat hati ingin menenangkan diri, namun malah dia mendapatkan malapetaka kemarin!
Beberapa hari sebelumnya Cataleya, diusir Calvin dari rumah karena dia melakukan tindakan tidak terpuji di sebuah pesta teman kolega papanya. Calvin marah besar sekaligus menahan malu atas perbuatan Cataleya. Keributan tentu saja berhubungan dengan pria yang sampai saat ini masih terpatri di hati Cataleya.
Tanpa pikir panjang Cataleya membawa dua buah koper, besar dan kecil, keluar dari rumah lalu pergi menuju Amerika Serikat. Alasan utama dia pergi juga bukan karena diusir, tapi ingin menenangkan diri, Cataleya sudah menyerah, menyerah pada cintanya yang bertepuk sebelah tangan, yang tak kunjung disambut sang pujaan.
Namun, belum juga menginjakkan kaki di pelataran hotel. Tas Cataleya direbut paksa oleh dua orang perampok, sebelum Cataleya mengeluarkan jurus kungfu pandanya. Bukan tasnya saja, bahkan kopernya yang paling besar juga diambil, koper berisi pakaian-pakaian mahal milik Cataleya, lembaran uang, kartu-kartu penting dan ponselnya juga hilang tanpa jejak.
"Hebat Lea, hebat, bukannya jadi pengacara kau malah jadi pengangguran sekarang!" Merutuki kebodohannya sendiri, Cataleya bertepuk tangan dengan pipi masih basah.
Hari ini, suasana hati Cataleya sangatlah buruk sama seperti keadaan cuaca di luar sana.
"Kenapa hidupku seperti sinetron tanpa sponsor, sih srrt ...." Cataleya menghirup ingusnya lagi berusaha menghentikan tangisnya agar bisa menyeruput teh di depannya sekarang.
"Sudahlah Lea, ini bukan saatnya kau menangis! Ini saatnya kau bangkit .., huaaaaaa!" Cataleya ingin menyemangati diri tapi gimana mau semangat, teh yang disesap barusan ternyata teh sisa semalam.
Rasanya sangat kecut. Cataleya makin merana dibuatnya, air mata pun kembali keluar dan ingus pun ikut meleleh lagi.
"Srt ...."
Cataleya sesekali mengeluarkan tawa tapi juga menangis. Suara petir menyambar di luar sana membuat hatinya semakin hancur!
Sambil meratapi nasibnya, Cataleya sesekali melirik ke pintu rumah utama yang sengaja tidak dia tutup rapat. Tiba-tiba terdengar suara langkah tergesa-gesa dari luar sana disusul suara anak kecil yang ngos-ngosan.
"Cepat Mika!"
"Mika capek Abang, tunggu sebental!"
Dengan mimik muka kebingungan, Cataleya reflek berdiri, kemudian melangkah cepat dan menengok keluar sedikit, melihat dua anak kembar dalam keadaan basah kuyup dengan napas tersengal-sengal, berdiri di dekat halaman rumahnya.
Satu anak perempuan tengah memegang kembarannya dengan sangat erat.
Cataleya jadi penasaran, apa yang dilakukan dua anak itu di luar. Keduanya sedang berbicara, tapi karena hujan Cataleya tak dapat mendengar dengan jelas obrolan mereka.
"Bang, bagaimana ini, meleka makin dekat." Dengan raut wajah cemas, seorang gadis mungil berambut panjang sepinggang dan poni sependek alis mata itu melirik ke samping.
"Kita masuk saja ke rumah ini Mika, kalau pemiliknya perempuan langsung panggil Mama saja, ayo cepat." Memiliki paras yang mirip, hanya berbeda model rambutnya saja, Milo menarik dengan cepat tangan Mika mendekati rumah Cataleya sambil berbisik pelan.
Mika mengangguk patuh.
Saat tepat di ambang pintu, mata Mika dan Cataleya langsung bertabrakan. Belum sempat Cataleya berbicara.
Mika langsung berteriak sambil melompat kegirangan. "Mama!"
"Hah?!" Cataleya mendadak bengong, dengan cangkir masih bertengker di tangannya sejak tadi.
"Panggil Mama lagi, biar kita nggak dimarahin." Milo berbisik pelan sekali lagi di telinga Mika sambil menahan gigil.
"Mama!" Mika memanggil lagi untuk kedua kali dengan senyum makin menggembang di pipi gembulnya itu.
Kerutan di kening Cataleya makin terlihat, belum sempat bertanya, ada suara langkah berat dan teriakan di luar sana.
"Ke mana mereka!?"
"Ayo cepat cari!"
Melihat wajah Mika dan Milo tampak panik. Sinyal kepekaan Cataleya langsung aktif, dia segera membuka pintu lebar-lebar dan menarik kedua anak itu ke dalam rumah, lalu menyembunyikan mereka di belakang pintu rumahnya segera.
Dan dalam sekejap dua orang pria tiba-tiba berdiri tepat di hadapan Cataleya.
"Hei, apa kau melihat dua anak kecil lewat sini tadi?" tanya si pria berjas hitam, napasnya tak beraturan seperti habis lari marathon.
"Nggak ada lihat!" Cataleya menggeleng cepat.
Dua pria, satu bertato dan bertindik itu berdecak kesal lalu tanpa basa-basi berlari lagi ke sisi lain.
Setelah melihat kedua pria itu pergi menjauh, Cataleya buru-buru pintu rumah dengan rapat dan kemudian memperhatikan kedua anak kembar itu dengan mata menyipit.
Dua anak kembar ini memakai pakaian warna putih dan tampak kumal. Dari penglihatan Cataleya kisaran umur 5 tahun, satu anak perempuan bertubuh sedikit gembul dan satunya sedikit kurus serta lebih tinggi dari yang satunya. Saat ini, keduanya tengah menahan gigil. Cataleya jadi merasa iba. Dia jadi teringat dengan anak-anak abangnya yang berada di Indonesia sekarang.
"Kenapa memanggilku Mama? Di mana orang tua kalian? Aku ini bukan Mama kalian, ciuman saja aku tidak pernah, apalagi buat anak sama orang," kata Cataleya asal bunyi, tanpa memikirkan sang lawan bicara adalah anak kecil.
"Soalnya Mama cantik." Gadis polos bernama Mika itu segera menjawab sambil melempar senyum lebar.
Sementara Milo hanya diam saja. Kendati demikian, kening kedua anak kembar itu berkerut kuat sedang berusaha mencerna kalimat yang dilontarkan Cataleya barusan.
Mendengar hal itu, Cataleya hampir saja terpeleset sangking bingungnya. Sebab dari semua pertanyaan, hanya satu yang dijawab. Namun, entah mengapa kehadiran mereka membuat suasana hati Cataleya jadi sedikit membaik sekarang.
"Iya, iya aku tahu, aku ini memang cantik dari dulu, karena aku baik hati, tunggulah di sini sampai hujan reda," kata Cataleya seraya mengulas senyum angkuh. Didasari rasa kasihan dia memutuskan membiarkan dua anak kecil itu untuk berteduh di situ.
Cataleya yakin sekali bila orang tua anak kembar ini sedang mencari mereka sekarang. Dia tak bertanya tentang kedua pria tadi, dilihat dari tampangnya saja sudah jelas kalau mereka adalah komplotan penculik anak.
Kedua bocah itu tak menjawab, hanya saling lempar pandang dengan mata berkedip-kedip pelan.
"Duduklah di sini, aku akan membuatkan kalian susu cokelat," kata Cataleya lagi. Melangkah pelan menuju dapur munggil miliknya.
Mendengar kata susu cokelat, Mika langsung berseru,"Huaa, susu cokelat Mika suka susu cokelat, telima kasih Mama!"
Cataleya sedikit tersentak ketika mendengar anak kecil itu memanggilnya dengan sebutan Mama lagi. Ada rasa hangat menjalar di palung hatinya saat ini.
Sambil tersenyum kecil, Cataleya melangkah cepat menuju dapur, hendak membuatkan anak kembar itu susu cokelat. Beruntung sekali kemarin dia membeli susu cokelat di toko kelontong sebagai stok persediaan makanan.
Selagi mengaduk-aduk susu, dari dapur tanpa sekat, dia melihat kedua anak kembar itu duduk di sofa sambil mengedarkan pandangan di sekitar.
"Lucu sekali, aku jadi kangen Kimberly, sedang apa ya dia sekarang." Cataleya bergumam pelan, mendadak merasa sesak kala teringat keponakannya yang sekarang sepantaran dengan anak perempuan yang sedang duduk di ruang tamu itu.
Cataleya tiba-tiba rindu pada keponakannya, tapi kerinduannya tak bisa tersalurkan karena ponsel yang dia gunakan untuk berkomunikasi dengan saudara-saudara dan keluarganya telah lenyap!
Tak lama, Cataleya pun memberikan dua cangkir susu cokelat pada kedua bocah itu dan menaruh selimut di pundak mereka.
"Minumlah, 1 cangkir harganya 100 ribu rupiah," kelakar Cataleya, melempar senyum jahil.
Namun, mampu membuat Milo kesusahan menelan air berwarna cokelat tersebut. Dan sekarang pun, wajahnya terlihat sangat panik. Berbeda dengan Mika hanya diam saja, asik meneguk susu perlahan-lahan dengan kaki bergerak ke depan dan ke belakang.
Cataleya justru mengeluarkan tawa cukup keras, merasa lucu dengan reaksi Milo barusan.
"Aku cuma bercanda kok, minumlah, selagi masih hangat, nama kalian siapa?" tanya Cataleya.
Milo membalas dengan tersenyum kaku sebentar. "Hehe, namaku Milo dan ini adikku Mika, terima kasih Mama."
"Hei, cukup ya memanggilku Mama, aku ini bukanlah Mama kalian dan ...."
Perkataan Cataleya terhenti kala mendengar bunyi pintu diketuk di luar.
"Nah, itu pasti orang tua kalian."
Tanpa melihat ekspresi Milo dan Mika yang seketika tampak panik. Cataleya bergegas melangkah menuju pintu dan memutar gagang pintu dengan cepat.
Namun, baru saja membuka pintu Cataleya buru-buru menutup mata ketika melihat ada seorang pria tinggi dan tegap bertelanjang bulat, serta seluruh badannya basah kuyup.
"Aaaa, siapa kau?! Tutup burungmu itu!"
Pria itu malah tak menjawab, mematung dengan ekspresi ling-lung.
Duar!!!
Tiba-tiba suara petir menyambar, kali ini menciptakan kilatan cahaya dan membuat lampu di rumah Cataleya seketika tampak redup.
"Aaaaaa-Mama!!!" Kali ini yang berteriak bukan hanya Cataleya, tapi Milo dan Mika juga menjerit nyaring, teriakan mereka mungkin saja terdengar sampai seantero desa.
"Aaaaaaaa!!!"
***
To be Continue ...
Catatan:
1. Author sengaja tidak memakai mata uang dollar Amerika Serikat ya, biar kalian nggak bingung pas baca, jadi langsung dikonversikan ke mata uang kita
2. Cataleya dibacanya Katalea ya
