Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

2. The Boy

Sebuah pesta dansa sederhana dikediaman walikota, puluhan orang membanjiri rumah megah satu-satunya yang terdapat dikota kecil itu. Anggur mahal serta makanan mewah terjamu rapi dimeja besar, serta musik klasik yang menambah kesan elegan pada pesta tersebut. Pesta topeng yang diadakan meriah itu merayakan ulang tahun sang putra walikota yang telah menginjak 17 tahun.

Benar saja, para gadis mendominasi acara tersebut. Dengan berbagai macam model topeng dan dress serta heels yang menunjang penampilan mereka, bak pesta kerjaan aula besar itu dihias sesempurna mungkin. Hiasan bunga dan tak lupa jajaran kado serta kue ulang tahun yang mewah turut menghiasi ruangan besar tersebut.

Semua orang bercanda riang, menenteng segelas sampanye mereka dan ada pula yang tengah berdansa dengan pasangan masing-masing. Tak terkecuali dengan gadis cantik berambut hitam panjang dengan topeng yang melingkar dikedua mata indahnya, netra kebiruan itu terus tertuju kepada pria yang mengenakan jas biru laut, pria yang tengah berulang tahun itu adalah teman sekelasnya di high school.

Harleen terus melirik kearah Jason, tak menghiraukan teman-temannya yang sedari tadi bersenda gurau disekitarnya. Namun pria itu tak pernah sedikitpun melihatnya, terlalu larut dengan teman-teman wanitanya yang membuat Harleen kesal.

"Aku pergi dulu" ucap Harleen kesal seraya memberikan gelas minumannya kepada temannya, sementara semua temannya hanya mengernyit heran dan melanjutkan obrolan mereka.

Harleen meninggalkan kerumunan itu, ia bersandar dibalik pilar besar yang tak jauh dari keberadaan orang-orang. Harleen menghela nafas kasar, Jason terlalu sibuk dengan acara ulang tahunnya sehingga pria itu melupakan dirinya. Harleen terus menggerutu, menatap Jason yang berada diantara kerumunan orang-orang itu.

Sampai sebuah siluet hitam mengacaukan pandangannya...

Deg...

Harleen menyipitkan kedua matanya, entah mengapa ia sangat terganggu dengan kehadiran sosok itu. Postur tubuh tinggi mengenakan jas hitam yang dirasa Harleen sangatlah formal, dengan dalaman kemeja berwarna putih serta topeng hitam yang menutupi sebagian wajahnya.

Harleen mengernyit, ini adalah kota kecil. Mustahil ia tak dapat mengenali siapapun yang tinggak dikota ini. Harleen melangkahkan kakinya secara perlahan menuju kerumunan itu, pria itu berada dibalik kerumunan yang sialnya selalu berjalan menghindari dirinya. Saat wajah pria itu melihatnya dari kejauhan, Harleen menghentikan langkahnya. Terdiam ditempatnya saat pria itu menatapnya.

Entah mengapa rasa penasaran Harleen timbul, lagi pula. Bisa saja Harleen menggandeng pria itu malam ini guna memamerkannya kepada teman-temannya, selain itu pria tersebut juga memiliki postur tubuh yang sempurna. Harleen kembali mengikutinya setelah pria itu tak lagi melihatnya, menuju taman belakang Harleen berjalan tergesa-gesa agar tak kehilangan jejak pria itu.

Keluar dari aula, Harleen menoleh kekanan dan kiri. Ia menghela nafas karena telah kehilangan pria tersebut, wajahnya berubah cemberut. Pasalnya malam ini ia hanya akan bosan melihat Jason bersama dengan gadis lain. Harleen duduk dibangku taman belakang, sepi dan gelap ia terduduk disana seorang diri. Dress panjang berwarna tosca tersebut ia angkat hingga keatas pahanya.

Krekkk!!!

Suara ranting dibelakangnya membuatnya terkejut, Harleen sontak menoleh kebelakang dan menurunkan kembali dressnya hingga kemata kaki. Harleen sampai membuka bibirnya setengah ternganga, pria tadi. Berdiri tak jauh dibelakangnya dengan menggenggam setangkai mawar merah, masih mengenakan topengnya membuat Harleen mengernyit bingung.

Dari mana pria itu mendapatkan mawar?

Batin Harleen.

"Halo?" Harleen mencoba menyapa pria itu, kegelapan yang ada disana membuat Harleen tak dapat melihatnya dengan jelas.

Pria itu hanya berdiri bak patung disana, membuat tubuh Harleen seolah-olah terhipnotis untuk mendatanginya. Harleen lalu melangkah mendekat dengan pria itu, tak menghiraukan bahaya yang akan mengancam nyawanya malam ini.

Sementara pria tadi, menyeringau dalam kediaman dibalik topengnya melihat gadis itu mendekat.

"Kau pria tadi?" Tanya Harleen kepada pria yang menuntunnya hingga kesini.

Namun pria itu hanya diam, Harleen mendekat dan memutari tubuh pria yang dilihatnya sangat tinggi itu. Dari postur tubuhnya Harleen sepertinya menyukai pria itu dan herniat menggodanya.

Harleen tersenyum menggoda, "berbaliklah!" Tukas Harleen, bagai robot tampan pria itu mematuhi perintah Harleen barusan.

"Kau berasal dari sini?" Tanya Harleen dengan senyuman menggodanya.

Pria itu mengangguk meng-iyakan.

"Aku tidak pernah melihatmu" jelas Harleen.

"Boleh aku membuka topengmu? Agar aku dapat mengenalimu" goda Harleen lagi.

Pria itu menyeringai senang, langsung menyambar tubuh Harleen dan menekan perutnya hingga membentur tembok yang ada dibelakang Harleen.

Dan Harleen tertawa mendapat perlakuan seperti itu.

Aroma maskulin menguar diindera penciuman Harleen, ia mendongak menatap wajah pria yang telah bersentuhan tubuh dengannya itu.

"Apa kau menyukaiku?" Suara serak itu akhirnya meluncur dari bibir seksi yang berhasil Harleen lihat sekilas.

Pada akhirnya pria itu bersuara juga, dan ia dibuat kegirangan karenanya.

"Tentu." Balas Harleen sambil mengangguk.

"Apa kau juga menyukai pria lain?" Tanya pria itu memiringkan kepalanya menatap Harleen.

"Tentu tidak, aku menyukaimu" jawab Harleen.

"Kau bohong!" Desis pria itu.

"Mengapa kau bisa berbicara seperti itu?" Tanya Harleen yang mulai terlihat bingung dan menghilangkan senyumannya.

"Kalau begitu, mari kita bermain" ajak pria itu dengan seringaiannya, memperlihatkan dereran gigi putihnya yang seketika membuat Harleen mengernyit takut.

Alarm bahaya diotaknya berdering ketika mendengar permintaan aneh dari pria yang sama sekali tidak dikenalnya itu.

"Ehm, sebaiknya aku kembali"

Brak!

Tubuh Harleen ditahan oleh lengan pria itu, makin menghimpit tubuhnya ketembok membuat Harleen kesulitan bergerak.

"Lepaskan!" Rintih Harleen seraya mendorong dada pria itu, sementara bunga yang digenggam pria tersebut sedari tadi terlepas dari jemarinya dan terjatuh ketanah. 

"Lepaskan! Jangan bertindak kurang ajar!" Cecar Harleen masih berusaha terlepas dari pria itu.

"Kau pikir aku bergairah padamu?" Balas pria itu seolah merendahkan Harleen, Harleen yang merasa tidak terima dengan perkataan pria itu barusan menampar pipinya.

Namun si pria hanya menyeringai seraya mengelus pipinya,

"Jemarimu seperti bayi" ejeknya, Harleen ingin kembali protes. Namun suaranya tercekat ketika jemari pria itu meremas lehernya.

Tubuh Harleen berontak kesana kemari karena udara yang terasa menyempit diparu-parunya, wajahnya memerah dan mulutnya terbuka lebar ingin meraup udara yang sayangnya tak dapat ia hirup karena tekanan dilehernya.

Pria tadi menyeringai senang, melihat kedua bola mata indah itu terputar keatas karena tersiksa tak dapat mengisi paru-parunya dengan udara segar.

Harleen terus berusaha memukul lengan pria itu namun tak kunjung terlepas, malah kesadaran dan tenaganya hampir menipis.

Srttt....

Suara jeritan tertahan Harleen terdengar pilu setelah sebuah benda tajam menusuk perutnya, darah segar mengalir membasahi gaun berwarna tosca tersebut. Tubuh Harleen kemudian jatuh ketanah dengan wajah membiru karena kekurangan nafas dan juga tusukan diperutnya.

Pria itu hanya tersenyum melihat Harleen terbujur kaku dibawah kakinya dengan setangkai mawar merah disebelah gadis itu.

"Asal kau tahu, aku tidak bergairah sedikitpun padamu. Aku hanya bergairah dengan darahmu..." ujar pria itu lalu meninggalkan tempat tersebut masih mengenakan topengnya dan kembali kekerumunan pesta seperti tadi tanpa membawa kembali bunga mawar merahnya...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel