Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 8

Hari senin merupakan hari yang paling dibenci oleh hampir semua orang, begitu juga Naya, tapi tidak untuk kali ini. Selama perjalan ke kantor, dia tidak bisa berhenti untuk tersenyum. Dia tidak sabar bertemu dengan pujaan hatinya. Padahal baru kemarin mereka bertemu, tapi entah kenapa rasa rindu begitu cepat menyerangnya.

"Selamat pagi!" sapa Naya saat memasuki ruangan departemen humas. Ruangan sudah tampak ramai, mungkin karena dirinya yang datang sedikit terlambat pagi ini.

"Mas Raga ke mana, Mas?" tanya Naya pada Jedi yang bermain ponsel di mejanya.

"Lagi di dalem sama Pak bos."

Dahi Naya berkerut, "Pak Rezal udah dateng? Tumben."

"Mau rapat sama departemen keuangan, makanya Raga, Fira, sama Arman lagi di dalem."

Naya menarik kursi dan duduk di samping Jedi, "Kok Mas Jedi nggak ikut? Kasian banget nggak diajak rundingan," ucapnya polos.

"Jangan ngadi-ngadi ya! Kerjaanku udah selesai duluan." Jedi melotot.

"Iya senior, junior minta maaf."

"Hari ini belum dikasih tugas kan, Nay?" tanya Jedi.

Naya menggeleng, "Belum, Mas. Kenapa?" Jedi mengambil laptopnya dan menunjukkan beberapa desain banner dan iklan yang sudah dia buat untuk acara ulang tahun perusahaan. Dia menunjukkannya pada Naya dengan penjelasan yang singkat. Berharap jika gadis itu memiliki masukan yang bisa dia terima.

"Kenapa nggak pake agensi iklan, Mas? Kan gampang terima jadi."

"Kalo pake agensi, aku kerja apa di sini? Jangan ngawur."

Naya tertawa, "Iya iya, orang jenius kaya Mas Jedi nggak boleh di sia-siakan."

"Nah, mumpung kamu belum dikasih tugas, nanti kamu ikut aku ke percetakan. Sekalian makan siang sama wartawan."

"Siap, bos!" Naya hormat dengan semangat. Namun itu tidak berlangsung lama saat pintu ruangan manager terbuka. Rezal keluar diikuti dengan Raga, Fira, dan Arman. Wajah ketiganya tampak tegang dan kaku. Perlahan Naya menurunkan tangannya yang sedang hormat sedari tadi. Hawa apa ini? Kenapa dia mendadak merinding? Ada apa dengan Rezal dan wajah kakunya?

"Nay," panggil Rezal dari depan ruang rapat.

"Ya, Sayang." Naya mengumpat dalam hati, para karyawan tertawa mendengar jawaban refleknya, "Maaf, maksud saya ada apa ya, Pak?" Naya mengelus lengannya dengan meringis, takut jika Rezal akan memarahinya mengingat betapa tidak bersahabatnya wajah itu.

"Kamu ikut rapat, jadi notulen." Setelah itu Rezal kembali masuk meninggalkan Naya yang berdiri dengan kaku. Bukan permintaan, melainkan perintah.

"Loh, aku ikut rapat apa ikut Mas Jedi?" tanya Naya bingung.

Jedi berdecak, "Udah lah, Nay. Kamu ikut rapat aja dari pada Pak Bos marah. Mukanya udah nggak enak tadi. Aku berangkat sama Erik aja."

"Takut tapi, Mas." Naya meringis.

"Nggak papa. Wajah Pak Rezal emang gitu kalo serius. Mungkin ada beberapa masalah sama acara, makanya perlu rapat lagi sama departemen keuangan."

Naya hanya bisa mengangguk. Perlahan dia menarik nafas dalam dan mengeluarkannya cepat. Diambilnya note dan mulai masuk ke dalam ruangan rapat. Di sana sudah ada Rezal yang duduk di kursi dengan lembaran kertas di tangannya. Fira terlihat tengah menata minuman kemasan di atas meja.

"Nay, kamu duduk di samping Pak Rezal. Nanti kamu catet poin-poin yang penting ya. Rekam sama hp kamu juga kalo nggak mau ketinggalan informasi." Raga terlihat membimbingnya, karena memang pria itu yang menjadi pembimbingnya selama magang.

"Iya, Mas." Naya duduk di samping Rezal yang masih fokus menatap kertasnya. Wajahnya tampak serius membuat Naya takut dan terpesona di satu waktu. Dia memang sudah gila! Semua orang tahu jika Rezal dalam keadaan suasana yang tidak baik, bisa-bisanya dia malah terpesona.

Pintu ruangan rapat terbuka dan muncul wajah-wajah asing yang tidak pernah Naya lihat sebelumnya. Dia ikut berdiri saat Rezal berdiri. Pria itu dengan gagah menyalami tamunya, lagi-lagi Naya terpesona.

"Baik, kita mulai saja ya," ucap Rezal yang membuat Naya membuka buku dan menyiapkan ponselnya cepat. Dia akan fokus sekarang. Menyimak apa saja poin penting yang harus dia tulis di buku catatannya.

*** 

Rapat berjalan cukup serius. Mereka membicarakan masalah yang menurut Naya memang penting untuk dibahas. Pantas saja wajah Rezal tampak kaku tadi pagi. Namun kali ini suasana sudah mulai mencair. Fira meletakkan beberapa camilan di atas meja yang dapat dinikmati oleh peserta rapat. Tingkah Raga dan Fira setidaknya sedikit mencairkan suasana sehingga mereka dapat menemukan jalan keluar.

"Saya sih maunya Raisa, Pak. Kan keren tuh," ucap Edo, karyawan departemen keuangan yang sebelas-dua belas tingkahnya sama seperti Raga.

"Enak juga Rosa," celetuk Fira.

"Eh sekarang itu jamannya EDM, undang Yellow Claw keren kayanya." Raga ikut menyahut.

"Dih, mau dugem lo?!" Arman mencibir.

Naya tertawa dan melirik Rezal yang tersenyum tipis. Dia menahan nafas saat melihat itu. Lagi-lagi dia terpesona. Sampai kapan dia harus di sini? Naya sudah tidak kuat lagi untuk menahan diri.

"Masalah artis, kita bisa tanya masyarakat lewat sosial media. Tinggal pilih beberapa nama dan ambil voting," ucap Rezal menengahi.

Edo mengangguk, "Setuju, masalah dana gampang lah, nanti bisa diatur dan dibicarain lagi."

Mereka kembali membicarakan hal ringan seputar acara ulang tahun perusahaan. Tidak hanya konser, tapi ada kegiatan lainnya yang dapat memberikan citra baik bagi perusahaan.

"Eh, ngomong-ngomong siapa namanya, Dek?"

Naya mendongak dan menatap Edo dengan tatapan bingungnya, "Saya, Mas?"

"Ya iya lah, kan manggilnya adek. Yang paling imut di sini kan cuma kamu."

Raga memukul kepala Edo dengan gulungan kertas, "Jangan godain anak gue lo ya!"

"Siapa tau cocok, Ga. Enak banget ada yang bening di sini. Di keuangan, anak magangnya lakik semua." Edo mendengkus.

Naya tersenyum mendengar itu, "Nama saya Naya, Mas."

"Duh manis banget senyumnya."

"Nggak udah modus lo!" Kali ini Fira yang memukul kepala Edo.

Naya hanya bisa tertawa melihat itu. Setelah beberapa hari magang, dia sudah terbiasa dengan godaan-godaan yang tertuju padanya, bahkan dari karyawan muda selain departemen humas. Namun Naya tahu, jika itu semua hanya candaan belaka. Dia tidak lupa jika dirinya hanya anak magang di sini, yang artinya dia akan menjadi objek kejahilan para karyawan. Untung saja mereka semua memperlakukannya dengan baik.

"Punya HP kan, Nay? Boleh minta nomer WA?" Edo bertanya.

Rezal yang sedari tadi diam mulai berdehem pelan. Dia menata kertasnya dan berdiri, "Kalau begitu saya akhiri rapat hari ini. Tolong semua informasi dikomunikasikan dengan baik, biar nggak ada yang kelewat." Rezal beralih pada Naya, "Kamu ikut saya ke ruangan. Bawa catetan kamu juga."

"Siap, Pak." Naya dengan cepat berdiri dan pamit pada seluruh peserta rapat yang masih berada di ruangan.

Dengan langkah yang sedikit lebar, Naya mulai masuk ke ruangan Rezal. Pria itu sudah duduk di kursinya dengan tangan yang merenggangkan dasinya.

"Ini, Pak. Catetan saya." Naya memberikan bukunya.

Rezal hanya menatap Naya dalam tanpa berniat mengambil buku itu. Dia masih memperhatikan gadis di depannya yang memasang wajah polosnya.

"Bapak kenapa?" tanya Naya saat Rezal tak kunjung mengambil bukunya. Yang ada pria itu malah menatapnya tajam.

"Puas?"

"Ha?" Naya bertanya dengan bingung.

"Puas digodain sama Edo?"

"Loh.." Naya tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dia terlalu bingung untuk menjawab pertanyaan aneh itu.

Ada apa dengan Rezal?

*** 

TBC

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel