Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 8 HASRAT

Brenda Scooty, bergegas kembali ke apartemennya dan menggenakan bajunya yang menggoda, gaun terbaru yang ia beli di New York seminggu yang lalu. Ia memutuskan acara kencannya bersama dengan Jhon dan memilih untuk menemani Kian di apatemennya. Jhon tidak bisa melarang Brenda jika wanita itu sudah berkedendak. Ia hanya bisa mengingatkan wanita itu akan batas yang selalu ditekankan oleh Kian. Cinta memang bisa membuat siapapun buta akan kenyataan, bucin parah ini mah!

Kian menuangkan wine terbaiknya dan meletakkan di atas meja kecil di samping sofa tunggal berwarna merah maroon favoritnya, saat bersamaan dengan bunyi bell pintu apartemennya. Pria tampan itu segera menuju pintu seraya melirik jam dinding, hampir satu jam seperti yang diinginkan oleh Kian, pasti yang mengetuk adalah wanita panggilan yang ia inginkan.

Begitu pintu terbuka yang nampak di depannya adalah wanita mungil dengan rambut pirang lurusnya sebahu, sedang bersandar manja di kusen pintu. Tak lupa senyum menggodanya membuat pria yang di depannya, memandang dengan sayu dan penuh hasrat.

Kian mengenali perempuan ini, karena ia adalah sahabatnya sedari kecil dan juga sahabat Carmen almarhumah istrinya. Tetapi sejak beberapa bulan ini dia juga menjadi partner seksnya tanpa ada perasaan sama sekali, hanya penyaluran birahi saja tidak lebih.

"Masuklah dulu Brenda, aku tidak terburu-buru," pint Kian seraya menggeser tubuhnya memberi jalan untuk Brenda masuk.

Wanita yang bernama Brenda Scotti itu kemudian menghempaskan pinggulnya di sofa ruang tamu. Dirinya sangat hafal dengan sikap Kian, jika pria itu memintanya duduk terlebih dahulu alih-alih langsung berseks ria dengannya. Pasti ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.

"Ada gerangan apa yang mengganggu pikiranmu hemm?" tanya Brenda lembut pada Kian yang duduk bersisian dengannya dan meraih gelas wine miliknya tadi.

Kian terkekeh lirih kemudian merengkuh Brenda di pangkuannya. "Kau sangat mengenal diriku," sembari menyrukkan wajahnya pada ceruk leher Brenda.

Brenda mengulurkan satu tangannya membelai tengkuk Kian dengan lembut dan yang sebelah lagi membelai dadanya. "Itukan gunanya sahabat, apalagi sahabat seperti aku ini ya kan?" Sebenarnya hatinya berdenyut nyeri, pasalnya Brenda menaruh hati pada Kian tetapi ia tahu sejak mereka masih menjadi remaja ingusan cinta sejati Kian hanya pada Carmen dan ia cukup bahagia Kian masih menginginkan dirinya walaupun hanya sebagai partner seks dan teman curhat. Sungguh menyedihkan, miris pastinya tetapi apa daya jika hati yang berbicara, logika berteriak menyuruh berhentipun rasanya tidak sanggup ia lakukan. Masih bisa melihat Kian hidup dan bahagia saja sudah cukup untuk Brenda, benarkah?

Brenda berusaha menekan perasaannya saat bersama Kian. Dirinya tidak mau Kian tahu jika ia memiliki rasa cinta pada lelaki itu, yang nantinya akan membuat Kian menjauh darinya. Seperti para perempuan partner seks Kian selama ini begitu mereka menaruh hati pada Kian, Kian akan segera mencampakkan mereka tanpa perasaan. Kadang dirinya atau Jhon yang membantunya untuk menghalau para wanita haus pelukan dan uang dari Kian.

Namun ada satu rahasia Carmen yang diketahuinya tapi belum ia ungkapkan pada sahabatnya ini. Dirinya takut kalau Kian akan memusuhinya atau menjadi lebih terluka karena fakta yang ada dan apa yang diketahui oleh Brenda karena ia memiliki bukti. Sementara itu yang ia lakukan dengan Kian murni hanya untuk saling mengisi, seperti itulah jika dilihat dari sisi Kian, sebagai tempat pelampiasan hasrat semata.

Kian menarik nafas panjang kemudian dihembuskannya perlahan sembari menimbang, haruskah da menceritakan semuanya kepada Brenda tentang kehadiran Ayu? Lalu rasa tak sukanya saat gadis itu digoda oleh Mario padahal jelas gadis itu bukan siapa-siapa baginya merekapun baru bertemu sebanyak dua kali. Entah mengapa ia memiliki firasat tidak enak, seolah-olah kali ini ia sangat enggan menceritakannya kepada Brenda, sampai pada akhirnya.

"Sudahlah tak perlu dipikirkan," ujar Kian sambil membuat gerakan tangannya menepis udara, setelah berkata demikian Kian langsung mencumbui leher Brenda tanpa meninggalkan tanda. Ya begitulah selalu Kian tak pernah berciuman bibir ataupun meninggalkan tanda pada wanita-wanita yang diajaknya bercinta kecuali istrinya tentunya. Padahal permainannya selalu brutal seperti saat ini.

Sebelum melanjutkan kegiatan mereka, Kian menghentikan cumbuannya dan menatap wajah Brenda yang sudah sangat bernafsu seperti dengan dirinya. "Tunggu dulu, bagaimana kamu bisa tahu aku sedang berada di sini?" tanya Kian.

Brenda tersenyum tipis dan mencium rahang Kian yang ditumbuhi bulu tipis dengan sayang dan berkata, "Aku sedang makan malam bersama dengan Jhon di Cow Bar saat dirimu menghubunginya. Jadi aku memutuskan untuk menemanimu saja saat ini daripada wanita lainnya."

Kian tampak berpikir akan alasan yang diajukan oleh Brenda dan menganggap semuanya masuk akal dan kembali melanjutkan permainan mereka. Kian hanya membuka resleting celananya dan memasang pengaman, Kian jelas tidak mau mengambil resiko memiliki anak di luar nikah dengan wanita yang tidak ia cintai. Kemudian Kian melepaskan dirinya, melucuti sisa pakaian yang dikenakannya sehingga dia bertelanjang bulat dan membebaskan Brenda juga dari sisa gaunnya. Menggendong wanita itu masuk ke dalam kamarnya. Kian membaringkan Brenda di atas ranjang dan segera mengulum puncak dada wanita tersebut secara bergantian.

Brenda menyusupkan jari jemarinya apda rambut Kian seraya mendesah menggoda. Brenda tahu betul bagaimana memuaskan hasrat Kian, walaupun ia juga kecewa karena Kian tak pernah mencumbu bibirnya.

Kian mengigit puncak dadanya dan hal itu membuat Brenda menjerit keenakan. Cumbuan Kian semakin menurun sampai pada pusat diri Brenda yang sudah menunggu. Kian segera memasukkan dua jarinya dan menghentaknya dengan tempo lembut kemudian semakin lama semakin kencang diiringi dengan desahan dan geliat tubuh Brenda.

Kian mencabut kedua jarinya saat brenda sudah mendapatkan orgasme pertamanya, Kian menyodorkan jarinya ke mulut Brenda dan Brenda dengan senang hati menerim seraya mengulumnya lembut. Lidahnya menari dan bibirnya menghisap kedua jari Kian yang penuh cairan gairahnnya sendiri.

“Kamu senang?” tanya Kian seraya menyeringai dan mencabut kedua jarinya dari kehangatan mulut Brenda.

Brenda mengangguk seraya mendesah saat Kian kemudian memposisikan diri di antara kedua pahanya dan dengan sekali hentakan menyatukan diri keduanya. Kian bahkan masih menggunakan pakaiannya dengan lengkap.

Kian menghujam dalam-dalam seraya bertumpu pada kedua lengannya dan sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan.

Kedua tangan Brenda terulur dan melepaskan kancing kemeja Kian dengan gerakan menggoda. Kian menatap wajah Brenda lekat-lekat dengan ekspresi yang tidak bisa terlukiskan. Brenda mendorong kain kemeja itu melalui bahu kekar Kian yang masih diam tak bergerak di dalam tubuhnya rasanya sungguh menyiksa, seperti rasa gatal yang tidak bisa digaruk. Brenda memancing dengan menggerakkan pinggulnya namun Kian segera menahan dengan kedua tangannya yang mencengkeram kedua sisi pinggul ramping Brenda.

Kian mendorong pinggulnya dengan kuat lalu mencabutnya dengan kasar dan kemudian ia bangkit melucuti pakaiannya yang tersisa. Brenda tidak berani memprotes dan hanya tergolek seraya menatap keindahan tubuh liat di depan matanya itu.

Kian kembali naik ke atas ranjang dan segera menindih Brenda, ia menggigit gemas bahu Brenda seraya kembali menyatukan tubuh mereka. Kali ini Kian bergerak sangat lembut namun saat ia memejamkan matanya bayangan senyum malu-malu Ayu yang menanggapi rayuan Mario kembali menari-nari dibenaknya dan menimbulkan sengatan amarah yang bangkit. Ia seketika tak menyadari saat hujamannya pada tubuh Brenda semakin dalam dan kuat serta cepat. Kian bangkit dan menyatukan jari jemari mereka, ia tak peduli dengan rinntihan Brenda yang mengaduh karena saking kuatnya hujaman tubuhnya. Kian bahkan sudah merengkuh pinggul Brenda dan membawa wanita itu untuk duduk diatas pangkuannya dan menggoyangan pinggulnya.

Tangan Brenda berpegangan pada bahu Kian sedangkan Kian menumpukan kedua tangannya kebelakang tubuh. Memberikan Brenda kesempatan untuk kembali meraih kenikmatannya sendiri. Brenda kemudian melepaskan penyatuan mereka dan bersimpuh di hadapan Kian. Meraih milik pria itu dan bermain dengan mulutnya sampai Kian mengalami pelepasannya.

Setelahnya Kian kembali meraih tubuh Brenda yang masih ngatur nafasnya dan kembali memasuki tubuh wanita itu setelah mengganti pengamannya dengan yang baru. Sesaat tadi Brenda sempat berharap jika Kian akan lupa dengan tidak memakai pengaman namun ternyata tebakannya salah. Kian selalu bisa mengendalikan diri saat bersamanya. Kian selalu bermain aman dan tidak akan pernah lupa dengan aturan yang sudah ia buat. Terbersit pertanyaan di benak Brenda, siapa kiranya wanita yang bisa menggantikan Carmen di hati Kian? Apakah dirinya ataukah ada wanita lain?

Saat Kian sudah mengalami pelepasannya yang keempat kalinya, bersamaan dengan Brenda pun yang tak terhitung berapa kali ia sudah mengalami orgasme. Akhirnya mereka terlelap tidur walaupun tidak sambil berpelukan. Hanya Brenda yang selama ini boleh tetap tinggal setelah mereka menghabiskan malam panas.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel