BAB 14 BERTEMU KIAN
Ayu merasa tubuhnya sudah kepayahan dari tadi mengikuti kedua kakak beradik tersebut keliling mall. Walaupun mereka laki-laki ternyata senang sekali berbelanja dan harga belajaannya melebihi penghasilan Ayu selama satu tahun. Walau begitu Ayu juga merasa bahagia, ia juga ditraktir makan steak yang besarnya dua kali lipat yang biasanya ada di cafe steak lengganan teman-temannya. Diego beranggapan ia harus makan berat karena mall ini sangat luas dan jelas Ayu memerlukan banyak tenaga untuk mengitari semuanya.
"Tommy sudah ya belanjanya? Pakaian yang kalian belikan tak akan habis bertahun-tahun aku pakai." Ayu mengeluh. Telapak kaki dan betis Ayu sudah terasa sangat pegal, Ayu mengurut urut kakinya sendiri.
"Dan aku tak bisa mengembalikan uang yang sudah kalian belanjakan untukku," tambahnya lagi. Ayu sudah merasa kelaparan lagi kali ini. Sinar surya sudah menghilang sejak beberapa saat yang lalu dan suhu udara sudah mulai mendingin saat ini.
"Siapa suruh mengembalikan, dengar Ayu walaupun setiap hari aku belikan kamu baju. Aku masih sangat mampu …,”
"Ternyata kalian di sini.” Ucapan Diego terpotong oleh sapaan Kian yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Ayu yang sedang duduk di bangku panjang di salah satu sudut taman dalam mall tersebut berhadapan dengan Diego dan Tommy yang duduk di depannya.
Diego dan Tommy menatap kakak sulung mereka, sedangkan Ayu langsung memiringkan tubuh bagian atas dan kepalanya menengok kebelakang. Pandangan matanya tertuju kepada kemeja Kian di bagian perut yang hanya berjarak sejengkal dengan ujung hidung mungilnya. Wajah Ayu merona kemudian menengadahkan wajahnya menatap wajah Kian yang sedang menunduk menatapnya. Sorot mata mereka saling bertemu, Ayu merasa salah tingkah kemudian kembali menegakkan tubuhnya dan bersandar di bangku kembali memunggungi Kian. Dirasakannya aroma tubuh pria di belakangnya ini yang kini mengunci tubuhnya dengan menaruh kedua telapak tangannya di kedua sisi tubuh Ayu mencengkeram punggung bangku yang didudukinya. Ayu bahkan bisa merasakan hembusan nafas Kian di atas puncak kepalanya.
"Wah, banyak sekali belanjaan kalian?" kata Kian seraya menatap banyaknya kantong belanja yang berada di sekitar kaki kedua adiknya.
Ayu tak berani membuka mulutnya untuk bersuara dan hanya menganggukkan kepalanya. Ia merasa malu dan sungkan, entah mengapa kali ini ia merasa pendapat Kian tentang dirinya sangat penting. Ayu jelas tidak ingin dituduh sebagai gadis yang suka memanfaatkan kebaikan kedua adik Kian. Seperti dengan apa yang dituduhkan Kian padanya saat di pantry tadi pagi. Ayu merasa kesal dan ingin segera menyingkir dari sana tentu saja. Enggan rasanya bertemu dengan Kian, terlebih dirinya tidak tahu kapan kedua kakak beradik itu akan membawanya pulang. Rasa-rasanya ia sudah sangat merindukan paman dan bibinya serta kue kue kering yang dibuatkan sang bibi khusus untuk Ayu.
"Kalian akan langsung kembali? Sekarang sudah petang." Pertanyaan yang diajukan Kian tentu untuk mereka bertiga, tetapi sedari tadi pandangan matanya tertuju pada gadis yang berada dalam kungkungan tubuhnya tersebut. Bagaimana tidak, Ayu yang duduk bersandar pada punggung bangku dengan kedua lengan Kian yang berada pada kedua sisi tubuhnya bertumpu pada sandaran punggung bangku. Ayu masih terdiam tidak menanggapi pertanyaan Kian tersebut. hembusan nafas Kian tepat menerpa puncak kepala dan dahinya.
Diego dan Tommy mengulum senyum, pada akhirnya Tommy membuka suaranya, "Tentu tidak Kak, kami akan tinggal di mansion semalam dan besok sore kami kembali ke rumah."
Kian menegakkan tubuhnya berjalan mengitari bangku dan kemudian duduk di samping Ayu, dengan lengan kanannya terulur melewati pundak ayu bertengger di punggung bangku.
Tubuh mereka berdua nyaris bersentuhan karena sempitnya bangku, Ayu tak memiliki kesempatan untuk menggeser duduknya menjauh.
Sedangkan raut wajah Kian tak bisa terbaca, tetapi Diego dan Tommy tahu kakaknya tidak menyukai jika Ayu dekat dengan mereka. Walaupun begitu mereka senang setidaknya kakaknya bangkit lagi dari keterpurukannya selama ini, sedikit mulai terlihat manusiawi.
"Bernafas Ayu, jika sedikit lebih lama lagi kamu menahan nafas bisa pingsan kamu." Kian berbisik kepadanya tetapi pandangan pemuda itu sudah beralih kepada kedua adiknya.
Ayu sedari tadi tak sadar jika sudah menahan nafas, akhirnya menghembuskan ya secara perlahan berusaha bernafas dengan normal. Entahlah suasana semakin terasa canggung dan juga tidak nyaman. Setidaknya begitu bagi Ayu, rasa-rasanya suhu udara malam ini meningkat drastis. Bahkan Ayu bisa merasakan jika punggungnya sudah menempel dengan kaos yang dikenakannya karena peluh yang sudah saling mengikat.
"Kami akan makan malam dulu sebelum pulang, Ayu sudah kelelahan untuk belanja lagi." Diego terkekeh. Ayu memandang Diego dengan tatapan kesalnya. Ia merasa tidak enak hati kepada Kian jika dikira dirinya sebagai orang yang suka mengeluh. Tetapi memang dia merasa sangat capek mengikuti kakak beradik yang sangat suka berbelanja tersebut.
Kian bangkit berdiri dan mengulurkan tangan kanannya kepada Ayu. "Baiklah kalau begitu kita makan bersama," ajaknya.
Ayu mendongak dan saling bertatapan dengan Kian yang menatapnya tajam tanda tak ingin ditolak. Ayu pun bangkit dan menyambut tangan Kian sedangkan Diego dan Tommy menenteng barang belanjaan mereka.
"Kau ingin makan apa?" tanya Kian dengan berjalan santai seraya mengandeng tangan Ayu. Tidak hanya sekedar menggandeng biasa, tetapi Kian sengaja menjalin jari-jemari mereka berdua. Ayu bisa merasakan suhu hangat yang menguar dari telapak tangan Kian yang menempel dengan telapak tangannya sendiri.
"Apa saja, asalkan jangan steak," jawab Ayu yang berjalan bersisian dengan Kian. Tommy dan Diego sudah jauh berjalan di depan mereka bahkan kakak beradik itu sempat masuk ke outlet sport.
Kian terkekeh dan berkata, "Kamu bilang 'apa saja' tetapi ada pengecualian."
"Ya pokoknya begitu," ujar Ayu dengan wajah yang merona malu. Ayu kemudian menundukkan kepalanya saat tiba-tiba tersadar banyaknya pasang mata yang melihat dirinya dan juga Kian. Terutama anak-anak muda yang menatapnya dengan penuh penasaran.
"Kamu malu berjalan bergandengan tangan dengan pria matang sepertiku?" tanya Kian seraya berbisik tepat di telinga Ayu.
Tangan Kian yang tadinya menggandeng tangannya sudah perpindah pada bahunya dan memeluk dirinya dengan posesif.
"Tuan, jangan begini dong. Saya nggak enak, kita 'kan juga baru kenalan," protes Ayu seraya berusaha menyingkirkan tangan Kian dari bahunya.
"Jadi kamu lebih suka digoda oleh pemuda-pemuda ingusan itu?" bisik Kian dengan sorot tajam mengarah pada segerombolan pemuda yang menatap Ayu dengan terang-terangan.
"Ih ... apa sih?! Saya bukan wanita murahan ya. Lagi pula saya belum ingin menjalin hubungan apapun untuk saat ini. Saya ingin bekerja dan melanjutkan sekolah terlebih dahulu," tukas Ayu. Ayu menjadi teringat kembali dengan pertemuan terakhirnya, ah bukan. Kejadian terakhir saat dirinya memergoki sang kekasih Evan Janardana berkhianat. Pria penuh dengan kebohongan, yang entah apa maksud dari perbuatan pria itu, Ayu tidak tahu dan sampai detik ini masih enggan mencari tahu juga.
