Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Prolog

“Tidak!! Jangan, jangan lakukan ini padaku." Seorang wanita melangkah mundur.

"Hey, kenapa? Jangan takut, kemarilah." Seorang pria dengan wajah khas orang Italia melangkah ke dekat wanita yang tadi.

"Ayolah, jangan membuat ini jadi rumit. Lebih baik kita bersenang-senang." Kata pria satunya lagi.

Wanita tadi semakin mundur, ia berlari kencang menghindari pria-pria yang mengejarnya. Wanita itu merasa terombang ambing mencari jalan keluar dari tempat yang gelap tersebut.

"Hap,," Seseorang pria lainnya menangkap tubuh wanita itu. "Da-pat." Kata pria itu dengan logat sakit jiwanya.

"Lepaskan, lepaskan aku!" Wanita tadi meraung.

"Tentu kami akan melepaskanmu, Sayang. Tapi nanti, setelah kami menikmati tubuhmu." Kata pria tadi.

Pria itu menyerat wanita tersebut kembali ke tempat tadi, tempat dimana 6 pria lainnya sudah menunggu.

"Mainan kita sudah datang." Kata pria itu dengan nada sakit jiwanya. 5 pria lain menyeringai senang sedangkan satu pria yang sibuk memainkan pisau lipatnya tidak peduli sama sekali. Ia tidak tertarik pada mainan jenis itu, tapi melihat teman-temannya senang membuatnya ikut senang.

"Siapa yang mau duluan?" Tanya pria khas Italia tadi.

"Aku," "Aku." Dua pria menunjuk diri mereka dengan semangat.

"Baiklah, lakukan." Pria yang membawa wanita yang terus meronta dan meminta dilepaskan itu segera membawa wanita tersebut ke ranjang.

Membabi buta dua orang tersebut mencabik-cabik pakaian yang wanita tadi kenakan.

"Waw, payudara yang indah." Komentar salah satu dari dua orang tadi. "Aku suka bagian ini." Lanjutnya lalu segera melumat payudara sintal wanita tersebut.

Pria satunya lagi membuka celana dalam milik wanita itu lalu mulai memainkan milik wanita itu dengan kasar.

4 pria lainnya memegangi tubuh wanita tersebut agar tidak memberontak sementara pria satunya lagi hanya menyeringai melihat teman-temannya yang seperti serigala kelaparan.

Teriakan, tangisan, permohonan tak ada yang dipedulikan oleh pria-pria tersebut, mereka menggilir wanita tersebut bergantian menghancurkan harga diri wanita itu hingga ke dasarnya.

Permainan selesai, di setiap akhir permainan pasti pria-pria tersebut akan melakukan hal gila yang mereka semua sukai. Ha, mereka adalah gabungan pria psikopat yang bersahabat baik namun tidak saling membunuh.

Seorang pria menaikan pisaunya dengan cepat mengayunkan pisau tersebut.

"TIDAKKKKKK!!"Teriakan itu terdengar nyaring di kamar yang sunyi.

"Ah, siapa wanita menyedihkan itu? Kenapa aku selalu memimpikan kejadian yang tidak pernah memperlihatkan wajah orang-orangnya itu." Caera mengomel kesal, hampir tiap malam dia memimpikan hal yang sama namun meski tiap malam memimpikan hal itu Caera pasti akan berteriak dan berkeringat dingin saat bagian pembunuhan keji terlaksana, dan mimpinya pasti akan berhenti sampai darah membasahi ranjang terbuat dari batu marmer tanpa alas apapun tersebut.

Caera mengelap keringat yang membanjiri tubuhnya, ia memutuskan untuk mandi agar tubuhnya menjadi segar.

Caera meraih handuk, melangkah ke kamar mandi yang terletak di dalam kamarnya yang ukurannya kecil tersebut. Di rumah kecil tersebut Caera tinggal sendirian, awalnya ia tinggal bersama dengan ayahnya namun dua tahun lalu ayahnya telah tiada. Caera masih memiliki seorang kakak perempuan namun kakaknya tersebut tinggal di Berlin sejak 10 tahun lalu, kakaknya dan dia terpisah karena orangtuanya yang telah bercerai, kakaknya mengikuti ibu mereka yang 3 tahun lalu juga sudah meninggal. Masing-masing dari mereka (Calya dan Caera) masih tetap ingin tinggal di kediaman masing-masing, oleh karena inilah mereka tidak tinggal bersama.

Di kamar mandi Caera menggantungkan handuknya ke tempat gantungan dan menyalakan shower yang airnya sangat dingin.

"God, aku akan membeku malam ini." Caera mengeluh, ia mengambil sabun dan menggosokan ke tubuhnya setelahnya ia keramas dan memakai shampo. "Damn!" Caera memaki saat matanya kemasukan air dan menyebabkan perih. Tiba-tiba shower tidak menyala lagi membuat Caera semakin memaki.

"What the hell is going on!!!" Umpatnya. Ia meraba-raba memutar kran air namun tak ada yang menetes disana. Caera mengucek-ucek matanya menahan perih agar ia bisa segera melihat namun pada saat yang sama lampu tiba-tiba padam.

"Damnit!! Apakah Detroit sudah tidak layak dihuni lagi? Lampu padam, air juga begitu!" Kesalnya. Ia meraih handuknya dan hendak keluar dari kamar mandi namun saat ia melangkah ke kamar mandi lampu kembali menyala begitu juga dengan shower. "Benar-benar menyebalkan!" kata Caera yang kembali melepaskan handuknya dan melanjutkan mandinya.

Bau amis menyengat di penciumannya, tangannya yang tengah menyisir rambutnya terasa seperti bukan memegang air namun lebih kental dari air.

"AKHHHHH!!!!" Caera berteriak saat ia melihat shower bukannya mengeluarkan air tapi darah. Cepat-cepat Caera meraih pintu kamar mandinya namun terkunci, berkali-kali ia mencoba membuka tapi tetap tidak terbuka.

"Siapapun, tolong aku!" Caera berteriak. Namun teriakannya perlahan meredup saat ia melihat pancuran air kembali menjadi seperti biasanya, ia melihat ke lantai dan tidak ada darah sama sekali. Ia berkaca di cermin untuk melihat noda darah namun ia juga tidak menemukan noda darah di tubuhnya. Apa baru saja ia berhalusinasi?

Caera segera menyelesaikan mandinya dengan cepat.

"Apa yang sebenarnya terjadi sekarang? Aku tidak mungkin berhalusinasi, tidak mungkin." Caera benar-benar yakin kalau dirinya tidak sedang berhalusinasi. "Sepertinya rumah ini sudah tidak aman lagi, aku harus segera menyusul Kak Calya. Benar, aku harus segera pindah ke Berlin." Caera akhirnya memutuskan untuk meninggalkan rumah yang sudah sejak lahir ia tinggali. Ia sudah lelah berada di rumah itu, satu tahun terakhir ini ia terus dihantui oleh hal-hal yang menakutkan. Sepertinya ada roh tersesat yang menghantuinya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel