Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 Pandemi

Bab 2 Pandemi

"Huh," desah Fachri menatap jalanan yang tergenang air karena hujan. "Aku pasti sangat merindukan suasana Lombok."

Sangat berat rasanya untuk meninggalkan kampung halaman, tetapi untuk impian dan cita-citanya serta harapan kedua orang tuanya. Fachri rela berpisah jarak dengan orang terkasihnya itu.

Mengingat orang terkasih, tiba-tiba Fachri teringat dengan Rani. Setelah kebersamaan mereka di area parkiran sekolah, Fachri tidak menghubungi gadis berhijab itu lagi. Dia lebih memilih untuk tidak memberikannya sebuah harapan, terlebih menyangkut tentang perasaannya.

Lagi pula, Fachri juga sudah mengatakan dia akan pergi esok hari, yang artinya adalah hari ini. Jika dia tidak salah lihat, saat itu Rani menyunggingkan senyum yang terlihat paksaan sebagai salam perpisahan mereka. Fachri memakluminya, karena mereka sudah sering menghabiskan waktu bersama untuk belajar. Fachri pun juga merasakannya, merasa berat meninggalkan gadis yang disukainya.

Lagi-lagi Fachri hanya bisa menghembuskan napasnya pasrah. Untuk mendapatkan sesuatu yang besar, seseorang memang harus mengorbankan sesuatu yang besar pula.

"Jika memang berjodoh, kita pasti akan dipertemukan kembali," bisik Fachri tersenyum lemah.

Suasana bus yang membawanya ke Bandara Internasional Lombok begitu sunyi, hanya terdengar dengkuran-dengkuran halus dari para penumpang yang terlelap dalam tidurnya. Cuaca yang hari ini yang gerimis juga sangat mendukung untuk membuat tidur semakin nyenyak.

Fachri pun sebenarnya mengantuk, tetapi dia lebih memilih menatap ke luar, menatap suasana kampung kelahirannya untuk yang terakhir kalinya. Setelah ini akan sangat sulit untuk merasakan suasana kampungnya yang masih asri dengan udara bersihnya.

Setelah menempuh dua jam perjalanan dari rumahnya menuju Bandara Internasional Lombok, akhirnya bus berhenti tepat di area bandara.

Tiba-tiba Fachri merasa enggan melangkah ke dalam area keberangkatan penumpang. Hatinya begitu berat meninggalkan orang tua, dan semua yang ada di kota ini. Begitupun dengan perasaannya, dia merasa tidak siap.

"Fachri, kau tidak bisa seperti ini. Ingat, kau harus mendapatkan impianmu dan membawanya kembali sebagai pencapaianmu di sana," ucapnya pada dirinya sendiri.

Dia kemudian mengangkat kepalanya dengan penuh keyakinan, matanya berkilat penuh tekad. Ya, dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini dan membuat orang tuanya kecewa.

Merasa keyakinannya kembali memenuhi hati dan pikirannya, Fachri mulai melangkahkan kakinya menuju area keberangkatan. Pengumuman sudah mengatakan bahwa dia akan take off dua puluh menit lagi. Sambil menunggu, Fachri memilih untuk membeli sebuah air mineral untuk menemani keberangkatannya.

Saat laki-laki itu berjalan mendekati tempat penjual berbagai macm snack, tiba-tiba suara familiar masuk ke dalam gendang telinganya.

"Fachri," teriak suara seorang perempuan membuat langkahnya seketika terhenti.

"Rani?" Fachri mengerutkan dahinya tanpa melirik ke arah sumber suara.

Apa dia sedang berhalusinasi?

"Astagfirullah," ucapnya untuk membuat pikirannya kembali jernih. Tidak mungkin gadis berhijab itu ada di sini. Itu pasti disebabkan karena dia masih belum siap untuk meninggalkan orang yang mengisi hatinya.

Saat Fachri kembali melangkah, suara itu lagi-lagi terdengar, dan sekarang lebih jelas.

"Fachri, tunggu!" teriaknya dengan suara yang terengah.

Kali ini Fachri menolehkan kepalanya ke belakang, dan betapa terkejutnya dia saat mendapati seorang gadis dengan hijab pasmina yang menutup kepalanya sedang berdiri dengan sebuah koper biru di sampingnya.

"A-pa ..." Fachri tidak bisa mebgatakan apa-apa saking terkejutnya.

Bagaimana mungkin gadis itu ada di sini?

Apa yang dia lakukan di tempat ini?

Apa dia akan pergi ke suatu tempat?

Pertanyaan-pertanyaan itu berputar-putar di kepala Fachri, namun dia tidak bisa mengucapkannya karena masih terkejut atas apa yang dilihatnya.

Rani tersenyum melihat ekspresi tidak percaya Fachri, "Aku mencarimu sejak tadi. Beruntung aku menemukanmu di sini. Jika tidak, pasti perjalanan ini akan sangat membosankan."

Gadis itu mengucapkannya setelah dia bisa mengatur napasnya yang sebelumnya tidak beraturan karena berlari.

"Ini benar kau?" tanya Fachri masih tidak percaya.

Rani mengangguk, sedikit terkekeh mendapati Fachri terlihat aneh dengan ekspresinya. "Tentu saja. Memangnya kau sedang menunggu orang lain?"

Fachri menggeleng keras, "Tidak. Tidak."

Rani lantas hanya mengangguk. "Ayo, pesawat akan segera take off. Kau tidak ingin melewati kesempatan ini bukan," ajak gadis berhijab itu kemudian lebih dulu melangkah di depan Fachri.

Tidak lama Fachri kemudian mengikuti langkah ringan gadis itu dengan banyak pertanyaan yang masih berputar di kepalanya.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Akhirnya pertanyaan itu terlontar begitu lancar saat Fachri dan Rani sudah berada di dalam pesawat.

Merupakan suatu kebetulan saat mereka mendapatkan kursi yang berdekatan, sehingga mereka bisa menikmati perjalanannya.

"Aku? Tentu saja untuk melanjutkan pendidikanku."

"Maksudmu?" Fachri menoleh dengan wajah yang penuh dengan pertanyaan.

Rani menyunggingkan senyum manisnya yang membuat hati Fachri bergerar, terlebih jarak mereka hanya dipisahkan oleh pemisah kursi. Fachri sedikit takut jika gadis itu akan mendengar detakan jantungnya yang begitu cepat.

"Kemarin, setelah aku sampai di rumah, aku sengaja membuka email berharap ada kabar dari beberapa universitas tempatku mendaftarkan diri. Dan aku merasa sangat beruntung, karena salah satu Universitas mengirimiku email untuk bisa kuliah di sana," ujar Rani dengan kebahagiaan yang tercetak jelas di matanya.

Fachri lantas ikut tersenyum bahagia mendengar cerita gadis itu. Betapa pun dia sangat berharap jika gadis itu melanjutkan pendidikannya, dan tidak berhenti di tengah jalan. Dan sekarang dia begitu lega saat mendengar kabar baik yang diceritakan Rani kepadanya.

"Benarkah, selamat ya, Ran. Kau sangat beruntung."

Rani mengangguk sebagai jawaban atas ucapan selamat yang dilontarkan Fachri.

"Ngomong-ngomong, kau diterima di Univeritas mana?" tanya Fachri dengan penasaran. Dia sangat berharap jika Universitas yang menerima Rani tidak terlalu jauh dengan Universitas tempatnya kuliah.

Mendengar pertanyaan Fachri, Rani tidak langsung menjawabnya. Gadis itu justru mengeluarkan sebuah kertas dan menyerahkannya tepat di hadapan Fachri.

"Ini apa?" tanya laki-laki itu dengan alis mengernyit.

"Kau tidak akan tahu jika tidak membacanya," ujar Rani sok misterius.

Fachri kemudian mengambil kertas itu dan membacanya dengan fokus. Saat matanya menangkap sebuah nama salah satu Universitas besar di Yogya yang sangat diketahuinya, matanya langsung menatap cepat ke arah Rani. Gadis itu menyengir memperlihatkan gigi gingsulnya yang membuatnya semakin manis di mata Fachri. Jalur mandiri memang lebih mahal, namun Fachri yakin Rani akan berusaha agar kuliahnya berjalan lancar. Fachri memandang Rani.

Rani menganggukkan kepalanya dengan semangat.

Fachri tersenyum begitu lebar, jelas sekali terlihat raut bahagia di wajah laki-laki itu.

"Aku tidak menyangka jika kita akan satu kampus lagi," ucapnya.

"Ya, aku rasa kita memang berjodoh," ujar Fachri seketika bungkam dengan ucapan gadis itu.

Benarkah mereka berjodoh?

Entahlah, tetapi yang pasti, dia begitu bahagia bisa satu kampus lagi dengan gadis itu. Walaupun dengan jurusan yang berbeda, karena gadis itu diterima pada jurusan Hubungan Internasional.

Baiklah sekarang dia menjadi lebih semangat untuk meraih impiannya. Terlebih di dekatnya ada orang yang disayanginya selain kedua orang tuanya.

*

Waktu berjalan begitu cepat, kedua mahasiswa yang berasal dari kampung yang sama kini sudah menginjak tahun ke tiga di kota rantauan. Hari-hari berlalu begitu saja menemani kebersamaan mereka.

Ya, walaupun berbeda fakultas, Rani dan Fachri masih tetap sering bertemu dan saling bertukar komunikasi. Seiring waktu berjalan perasaan yang dipendam oleh kedua orang berbeda gender itu semakin besar. Tetapi mereka masih memilih untuk bungkam, dan menikmati perasaan mereka masing-masing.

Proses belajar yang seharusnya masih berjalan kini tiba-tiba terhenti karena sebuah wabah pandemi tiba-tiba menyerang dunia, dan akhirnya masuk ke Indonesia. Semua aktivitas terpaksa dihentikan untuk menghindari penyebaran agar tidak semakin meluas dan menyebabkan banyak korban.

Teman-teman kuliahnya memilih untuk pulang karena aktivitas kuliah yang diberhentikan untuk sementara waktu, termasuk Rani. Namun, Fachri lebih memilih diam di kota Yogyakarta bersama teman dekatnya yang berasal dari jurusan yang sama.

Entah siapa yang memulai duluan, tetapi saat ini mereka sedang melakukan sebuah penelitian tentang sebuah masker yang dikeluarkan oleh salah satu perusahaan sebagai penangkal wabah.

Sejak wabah itu mulai menyebar, masker itu mulai beredar dengan sangat cepat karena dianggap efektif untuk meghindari menularnya wabah itu. Masker itu adalah masker PrimeOne yang saat ini sedang laris manis di pasaran. Tetapi satu-satunya kekurangan masker itu adalah pemakaiannya yang hanya bisa digunakan sekali saja.

Karena hal itulah juga Fachri dan teman dekatnya Angga melakukan sebuah penelitian untuk membuat masker itu bisa dipakai berulang kali. Jika mereka bisa menemukan cara untuk membuatmasker itu bisa dipakai berulang kali, maka itu pasti akan menguntungkan banyak pihak. Terlebih bagi orang-orang yang tidak mampu, dan memiliki penghasilan rendah.

"Fachri, Fachri! Cepat kemari!" Teriak Angga dengan suara nyaring.

Fachri yang saat ini sedang fokus pada leptopnya mau tidak mau menoleh. Wajahnya begitu serius saat ini.

"Ada apa?" tanyanya tanpa bergerak sedikit pun dari posisi duduknya.

"Ayo, cepat kemari, dan lihatlah!" paksa Angga tanpa ingin memberitahunya. Dia ingin sahabatnya itu melihatnya sendiri.

Fachri menghembuskan napasnya lelah, kesal dengan tingkah Angga yang tidak ingin memberitahunya langsung.

"Kenapa? Kau melihat reaksi yang berbeda kali ini?" Fachri bertanya saat dia sudah berada di dekat laki-laki berkacamata itu.

Angga menatap Fachri dengan berbinar, "sepertinya kita berhasil! Kita berhasil, Fachri!"

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel