Pustaka
Bahasa Indonesia

The Most Wanted Boy

84.0K · Tamat
Romansa Universe
80
Bab
1.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Masa pandemi menyerang dunia. Saatnya produsen masker dunia Prime One meneguk manisnya laba berlimpah dari penjualan masker mereka yang diakui WHO sebagai masker paling ampuh menangkal pandemi. Hanya saja masker tersebut memang dirancang untuk sekali pakai dengan durasi 12 jam pemakaian. Di Indonesia, tepatnya di sebuah kampus ternama di Yogyakarta, Fachri seorang mahasiswa yang luar bisa cerdas bersama temannya Angga menemukan alat agar masker PrimeOne bisa dipakai berkali-kali. Betapa paniknya pembesar PrimeOne ketika mengetahui hal tersebut. Alat ini jelas mengancam laba perusahaan mereka yang fantastis. Maka dengan berbagai cara PrimeOne mencoba menjegal alat ini. Fachri diculik di Singapura, dan di bawa ke Filipina. Di bawah todongan AK47, Fachri diletakkan di dalam hutan, bagai binatang buruan, siap ditembak sniper dan difitnah sebagai warga Indonesia yang terlibat radikalisme yang saat itu masih kuat di Filipina Selatan tersebut. Bagaimana kisah Fachri ini berakhir? Apakah dia selamat dan bagaimana dengan penemuannya. Ikuti thriller ini sampai selesai.

DesainerThriller

Bab 1 Siswa Terpintar

Bab 1 Siswa Terpintar

Pengumuman kelulusan sudah berlalu sejak satu jam yang lalu. Suasana koridor dan ruang-ruang kelas tampak sepi, teman-teman seangkatannya yang lain lebih memilih merayakan kelulusan mereka dengan konvoi dan coret-coretan di pinggir jalan. Saat ini hanya ada beberapa siswa yang memilih diam di sekolah untuk menikmati hari terakhir mereka di sana.

Salah satunya adalah Fachri, seorang remaja laki-laki berperawakan tinggi dengan tubuh kurusnya. Saat ini laki-laki itu tengah melangkah dengan pelan, mencuri pandang ke arah seorang remaja putri yang sedang mendongak menatap fokus ke arah papan pengumuman di depan ruang akademik.

Sebelum melanjutkan langkahnya, Fachri lebih dulu menarik napasnya lalu menghembuskannya dengan pelan, berharap dengan melakukan hal itu membuat rasa gugup dan perasaan ragunya sedikit menghilang.

"Ekhem," dehemnya saat berada tidak jauh dari gadis yang hari ini mengenakan kerudung biru muda yang semakin membuat wajah bulatnya terlihat menggemaskan.

Rani Maharani, seorang gadis yang disukai oleh Fachri sejak gadis itu menjadi partner debatnya dalam mengikuti olimpiade sekolahnya beberapa bulan lalu. Sejak saat itu Fachri lebih memilih memendam perasaannya, karena merasa saat ini dia lebih memprioritaskan pendidikan dan cita-citanya dibandingkan menjalani sebuah ikatan lebih dari persahabatan.

"Rani," panggil Fachri pelan saat dehemannya tidak membuat Rani mengalihkan atensinya dari papan pengumuman.

Gadis berhijab itu menoleh, menyelipkan sedikit senyum saat menemukan Fachri di sampingnya.

"Hai, kau masih di sini?"

Fachri menganggukkan kepala, "Apa yang sedang kau lakukan?" tanyanya dengan suara lembut.

Rani menggeleng. "Tidak ada. Kau sendiri, apa yang akan kau lakukan setelah ini?" tanya Rani balik bertanya.

"Tentu saja pulang, apa lagi?" balas Fachri sambil mengikuti langkah Rani yang berjalan menjauh dari papan pengumuman.

Gadis itu lantas terkekeh saat mendengar jawaban Fachri, dan membuat remaja laki-laki itu menoleh dengan dahi berkerut.

"Kenapa?"

Rani menoleh, masih dengan sedikit terkekeh. "Bukan, maksudku apa yang akan kau lakukan setelah lulus dari sekolah?" tanya Rani memperjelas pertanyaan yang dimaksudnya.

"Oh." Fachri menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, merasa sedikit malu. "Aku sudah diterima di salah satu universitas negeri di Yogyakarta."

Rani menghentikan langkahnya saat mendengar perkataan Fachri. "Benarkah, selamat kalau begitu," ucapnya dengan senyum tipis. Fachri bisa melihat ada sinar kesedihan di mata bulatnya.

"Hmm, bagaimana denganmu? Bukankah kau juga sudah mendaftar untuk melanjutkan pendidikanmu?"

Rani mengangguk membenarkan, "Ya, aku sudah mendaftar di beberapa universitas."

"Lalu, bagaimana hasilnya? Aku yakin semua universitas menerimamu." Fachri berucap dengan yakin. Di sekolahnya Rani terkenal dengan siswi yang aktif dalam segala bidang, gadis itu juga sempat mendapatkan beberapa penghargaan dalam olimpiade yang diikutinya.

"Aku harap juga begitu," ucap Rani dengan wajah yang letih. Sinar matanya begitu redup tanpa harapan, Fachri bisa melihat jelas keputusasaan gadis yang disukainya itu.

"Maksudmu?" Fachri menatap gadis itu dengan alis bertaut.

"Ya, aku tidak diterima di universitas mana pun. Aku sudah mengikuti program jalur mahasiswa berprestasi, tetapi aku tidak lolos," ujar Rani dengan nada suaranya yang melemah. Gadis itu menundukkan kepalanya, merasa begitu sedih karena harapannya untuk bisa melanjutkan pendidikannya tidak sesuai dengan harapannya.

Fachri yang melihat kesedihan Rani lantas merasa simpatik. Dia tau betapa gadis itu ingin kuliah dan membanggakan kedua orang tuanya atas pencapaiannya dengan prestasi yang selalu didapatkannya.

"Hei, Rani yang ku kenal bukanlah orang yang mudah menyerah. Bukankah kaki akan tetap melangkah walau banyak batu yang menjadi penghalang," ucap Fachri mengatakan kalimat yang pernah mereka ucapkan saat gagal mendapatkan juara pertama dalam olimpiade debat. "Lihat, aku pikir kakimu pasti akan sangat kuat untuk melangkah dengan sepatu baru itu," imbuh Fachri menggoda Rani saat menatap kaki gadis itu yang memang memakai sepatu yang terlihat baru hari ini.

Rani lantas mengikuti arah pandang Fachri, tiba-tiba pipi chubby Rani memerah. Dia lalu menatap Fachri, "Tidak, ini sepatu lamaku. Tetapi aku baru memakainya," ucapnya menjelaskan.

Laki-laki itu menganggukkan kepala, "Ya, sepatu baru."

Rani tidak membalas lagi. Fachri terus saja menggodanya dengan kalimat itu dan membuatnya melupakan sedikit kesedihannya. Rani bukanlah gadis yang pandai bergaul, dia hanya memiliki beberapa teman sejak tahun pertamanya di sekolah ini. Dan Fachri merupakan satu-satunya teman laki-laki yang cukup dekat dengannya.

Setelah mereka dipertemukan dalam lomba olimpiade, mereka menjadi lebih sering bertemu dan beberapa kali belajar bersama. Rani merasa Fachri merupakan orang yang tidak terlalu buruk untuk meminta pendapat dan bertukar pikiran.

Bahkan dia tahu bahwa Fachri adalah siswa terpintar di sekolahnya. Laki-laki itu merupakan kebanggaan sekolahnya, banyak penghargaan dan medali yang didapatkannya untuk mengharumkan nama sekolah. Hal itu membuat Rani kagum dan merasa beruntung mengenal Fachri.

Terlepas dari hal itu, Fachri adalah orang yang tidak suka pamer atas pengetahuannya. Laki-laki itu memilih diam dan bertingkah seperti orang biasa yang tidak memiliki kemampuan di atas rata-rata. Bahkan laki-laki itu terkesan acuh dengan kecerdasan yang dimilikinya.

"Kau mengambil jurusan apa?" tanya Rani saat sebelum Fachri mencapai motor maticnya.

Ya, mereka berdua memutuskan untuk pulang karena sudah tidak ada kegiatan lagi yang mereka lakukan di sekolah.

Fachri yang mendengar pertanyaan Rani lantas berbalik, dan kembali mendekat ke arah gadis itu.

"Hmm, aku diterima di Fakultas Teknik jurusan Fisika," jawab Fachri.

"Wow, kau mendapatkannya?" tanya Rani tidak percaya.

Dia sedikit tahu tentang keinginan laki-laki itu di masa depan, yaitu melakukan eksperimen dan penelitian-penelitian yang akan membuat dunia tercengang. Saat mendengar Fachri mendapatkan jurusan sesuai keinginannya tentu membuat hati gadis itu kembali sedih, karena merasa iri. Tetapi tak urung dia juga senang dan bangga saat temannya mendapatkan apa yang diinginkannya.

Fachri kemudian mengangguk dengan senyum di bibirnya. "Alhamdulillah, Allah memberiku kesempatan untuk melakukannya," ucapnya. Setelahnya dia memandang Rani dengan mata dan ekspresi yang serius.

"Aku tahu kau tidak akan menyerah sampai di sini. Kau masih memiliki waktu dan kesempatan yang besar untuk mencobanya lagi. Kau hanya harus terus mencoba dan jangan lupa untuk memohon bantuan serta pertolongan dari-Nya," imbuh Fachri panjang yang membuat mata Rani kembali terbuka.

Gadis itu melengkungkan kedua sudut bibirnya membentuk senyum manis yang membuat dada Fachri berdetak cepat.

"Aku mengerti, aku tidak akan berhenti hanya karena beberapa kegagalan. Terima kasih, Fachri."

Fachri ikut tersenyum melihat semangat gadis yang disukainya itu kembali lagi. Dia pernah berpikir untuk mengungkapkan perasaannya sebelum pergi untuk menempuh pendidikannya lagi. Tetapi dia dengan cepat mengurungkan niatnya, dia yakin jika mereka memang berjodoh, mereka pasti akan dipertemukan kembali entah pada sudut bumi yang mana. Satu hal yang selalu diyakini Fachri, bahwa Allah akan mempertemukannya pada saat dan waktu yang tepat.

"Aku akan pergi besok," ucap Fachri membuat ekspresi Rani berubah seketika. Gadis itu terlihat terkejut.

(Bersambung)