Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2. GEJALA SAKIT JANTUNG

Mahawirya kembali mendirikan badannya kemudian mengajak Manggala sekeluarga berpindah tempat menuju meja yang telah disediakan untuk masing-masing tamu.

Di atas masing-masing meja sudah tertera nama masing-masing perusahaan, tetapi itu tidak berlaku untuk Manggala sekeluarga. Mereka diarahkan untuk menuju ke bagian meja VIP di mana meja VIP adalah meja khusus untuk pemilik acara dan kerabatnya.

Manggala menarik kursi kemudian mempersilahkan Elsa terlebih dahulu dan disusul kursi untuk Amelia juga dirinya. Begitu juga dengan Mahawirya, dia melakukan hal yang sama untuk Shiori—istrinya—seperti yang Manggala lakukan. Begitu pun dengan Nick yang sudah menduduki tempat yang telah disediakan.

"Oh iya ... di mana putra dan putrimu, Wirya?" tanya Manggala.

"Mereka ...." belum selesai Mahawirya berbicara, terdengar suara dari samping.

"Kami di sini, Ayah." Suara jawaban itu mengalihkan pandangan Mahawirya dan yang lainnya kepada 2 orang yang kini telah berdiri tepat di samping meja.

"Nah! Ini mereka," jawab Mahawirya.

Seorang pemuda dengan usia 20 tahunan dan seorang gadis kecil berusia 12 tahun itu lantas menarik kursi, mengambil tempat masing-masing di samping ayah dan ibu mereka.

Sepasang kakak beradik itu adalah Lingga Abyudaya dan Kanaka Abyudaya, putra dan putri Mahawirya Abyudaya dan Shiori Nemoto.

"Ck ... di mana sopan santun kalian? Cepat beri salam kepada Uncle Manggala dan Aunty Elsa!" perintah Mahawirya kepada anak-anaknya.

"Apa kabar Uncle, apa kabar Aunty. Maafkan saya dan adik saya karena tidak langsung memberi salam kepada kalian," ucap pemuda itu dengan sopan dan menundukkan kepalanya tanda memberi salam.

"Sudah, sudah. Angkat kepalamu. Kabar kami baik-baik saja, tidak usah terlalu formal kepada kami," ucap Elsa.

"Apa kau masih ingat dengan anak-anak mereka?" tanya Mahawirya kepada putranya.

Sang pemuda menganggukkan kepalanya pelan. "Tentu saja Ayah," jawab pemuda itu kemudian melanjutkan sapaannya kepada Amelia dan kakaknya.

"Halo, apa kabar Nicholas? Apa kabar—" ucapan pemuda itu terjeda saat tiba pandangannya kepada gadis dihadapannya. Kedua alisnya saling bertautan, mencoba mengingat sesuatu.

"Amelia, Nak. Namanya Amelia," sela Shiori yang mengerti kalau putranya sedang berusaha mengingat sebuah nama.

"Apa kabar, Amelia?" ucapnya.

"Baik ... Kak," jawab Amelia sembari tersenyum.

"Sudah ... sudah, cukup! Sekarang ayo kita makan," ucap Mahawirya menyudahi acara salam-salaman mereka.

Mereka pun menikmati makanan dan minuman yang disajikan sambil sesekali berbincang-bincang.

Mahawirya dan Shiori, keduanya juga sesekali berdiri saat ada tamu yang datang untuk mengucapkan selamat kepada mereka lalu duduk kembali saat tamu tersebut pergi.

Saat para orangtua berbincang, tiba-tiba Shiori berbicara, "Lingga, kenapa kamu tidak mengajak Amelia untuk berjalan-jalan melihat tempat ini atau memilih makanan yang ada di sana." Shiori menunjuk ke sebuah meja panjang yang di atasnya telah berderet aneka makanan lezat dan cantik-cantik bentuk dan warnanya.

"Baik Mami," balas Lingga yang tidak ingin menolak permintaan ibunya.

Lingga Abyudaya sosok pemuda tampan berpostur tinggi tegap dengan bahu lebar, berkulit putih, hidung yang mancung, rahang tegas juga bulu mata yang lentik. Perpaduan Asia Tenggara dengan Japan. Sungguh karya seni yang luar biasa.

Namun, meskipun mempunyai sifat angkuh dan dingin terhadap perempuan kenyataannya putra pertama dari Mahawirya Abyudaya dan Shiori Nemoto itu selalu bisa membuat para gadis bertekuk lutut.

Tahun ini Lingga berusia 20 tahun. Lingga bukanlah anak tunggal, dia memiliki adik perempuan yang lebih muda 8 tahun darinya yang bernama Kanaya Abyudaya.

Lingga memutari meja menuju ke arah Amelia. Setelah berada di samping Amelia. Lingga mengulurkan tangannya sambil berkata, "Ayo Amelia."

Deg ... deg!

Entah kenapa secara tiba-tiba jantung Amelia berdetak kencang saat manik matanya bertemu dengan manik mata Lingga.

***

"Kamu suka yang mana biar saya ambilkan," kata Lingga sesampai mereka di meja yang penuh makanan dan minuman tersebut.

"Eem ... aku suka apa saja sih, Kak. Asalkan bukan cake cokelat atau segala sesuatu yang berasa cokelat," jawab Amelia.

Entah kenapa semua orang sangat menyukai cokelat sedangkan Amelia kebalikan dari kebanyakan orang. Dia kurang menyukai makanan maupun minuman yang mengandung cokelat.

Lingga kembali mengedarkan pandangan matanya ke meja itu, mencari sesuatu yang kiranya Amelia akan menyukainya.

Pandangan matanya terhenti di sebuah cake yang menarik perhatiannya. "Bagaimana dengan ini?" Lingga mengambil lalu menyodorkan sebuah rainbow cake berukuran mini kepada Amelia.

Cake dengan 3 lapisan berbeda warna, merah-kuning-hijau seperti lampu lalu lintas jadinya. Bagian atas dihias minimalis dengan taburan gula halus, rice krispies dan potongan cake 3 warna (bahan dan warna yang sama dengan isinya) dan sebutir strawberry. Cake agak padat seperti bolu. Diantara tiap lapisan cake terdapat cheese cake lembut yang cukup tebal sebagai pelekat. Overall bagi Amelia cake ini memang sangat menarik dan sesuai dengan seleranya.

"Hmm, ini enak sekali, Kak. Aku suka," ucap Amelia seraya memasukkan potongan terakhir kue itu ke dalam mulutnya.

Lingga yang memperhatikan Amelia, senyumannya mengembang. Amelia merasa senyuman Lingga membuat hatinya sangat senang sekali. Rasanya seperti dikelilingi ribuan kupu-kupu yang berwarna-warni.

"Apa kamu mau yang lain lagi?" tanya Lingga kembali.

Amelia menggeleng pelan. "Tidak, Kak. Aku sudah cukup kenyang."

"Kalau begitu apa kamu mau berkeliling melihat-lihat tempat ini?" ucap Lingga lagi.

Amelia menganggukkan kepala tanda setuju.

Tap tap tap.

Lingga dan Amelia melangkahkan kaki meninggalkan meja yang penuh makanan lezat itu.

Namun, tanpa Amelia dan Lingga sadari, ternyata sedari tadi ada sepasang mata yang memperhatikan mereka berdua.

***

Tidak lama kemudian, setelah Amelia dan Lingga berkeliling, keduanya memutuskan untuk kembali ke meja keluarga di mana para orangtua dan saudara mereka berkumpul.

"Lho ... kenapa kalian sudah kembali? Kenapa cepat sekali?" ucap Mahawirya ketika mereka sudah datang dan mendudukkan diri di kursi masing-masing.

"Kami sudah berkeliling lama Ayah dan Amelia juga sudah merasa lelah," kata Lingga.

"Hah, benarkah? Apa benar kamu lelah, Sayang?" tanya Shiori.

Amelia menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak, tidak Aunty. Saya tidak apa-apa," balas Amelia.

"Berkeliling, berjalan-jalan, berapapun banyaknya waktu yang saya lewati tidak akan terasa membosankan apalagi melelahkan jika itu bersama Kak Lingga," ucap Amelia sembari memandang Lingga yang duduknya berada di hadapannya.

"Karena Kak Lingga orang yang sangat menyenangkan." Amelia melanjutkan perkataannya tadi sembari tersenyum lebar.

Lingga tersenyum kecil saat mendengarkan perkataan Amelia.

"Jadi? Apakah kamu menyukai Kak Lingga, Sayang?" tanya Shiori.

Belum juga Amelia menjawab, tiba-tiba Mahawirya menyelanya dan berkata, "Benar ... benar, kalau Lingga orangnya menyenangkan apakah Amelia menyukai Lingga? Apa Amelia mau bersama dengan Lingga seterusnya? Sampai besar? Bersama dalam waktu yang sangat lama?"

Deg deg deg.

"Ini kenapa jantungku tiba-tiba kembali berdetak kencang dan cepat sekali? Apa aku mengalami gejala sakit jantung?" batin Amelia bertanya-tanya.

"Amelia." Panggilan Mahawirya mengembalikan kesadaran Amelia dari lamunan pendeknya.

"Bagaimana, Sayang? Apa kamu mau? Apa kamu bersedia bersama dengan Kak Lingga seterusnya? Sampai kalian besar, sampai kalian dewasa dan menua?" Mahawirya mengulangi pertanyaan yang tadi ditanyakan kepada Amelia.

Setelah beberapa saat berpikir.

"Saya, saya ... mau Uncle," jawab Amelia sambil memandang wajah Lingga.

"W-WHAT?" pekik Lingga seketika itu juga.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel