Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 7 : Headquarters

Alexander memicingkan mata, tajam dan begitu terlihat kacau seperti ranjangnya yang sangat berantakan. Pria itu menuangkan alkohol ke dalam gelas kecil dan segera meminumnya. Kemudian ia kembali melangkah ke arah ranjang melihat gadis yang masih tertidur pulas di ranjangnya.

"Memalukan,"ucap Alex sambil meremas rambutnya yang sudah tertata rapi sejak satu jam tadi.

"Alex wait! Aku.. Aku mau muntah!"

Wajah Alex berubah mengingat kejadian yang nyaris membawa Lorna berada di bawah kendali nya. Gadis itu muntah di hadapan Alex lalu pingsan dan tertidur pulas hingga saat ini.

Drrrrtttt!!!

Ponsel Alex bergetar dan pria itu lekas mengangkatnya setelah melihat nama Jasmin tertera di layar benda pipih tersebut. Ia melirik sekali ke arah Lorna lalu meninggalkan gadis yang tampak memunggunginya itu.

"Alex aku perlu bicara, ini penting."suara Jasmin terdengar sibuk, pria itu lekas mendengar sekadar mengawasi.

"Ada apa?"

"Headquarters, now!"Jasmin menutup panggilan telponnya dan Alex bergegas mengambil langkah seribu menuju Jasmin yang sedang membutuhkannya di markas besar.

_________

Sebuah mobil terparkir di wilayah barat. Gedung-gedung tanpa penghuni tampak menjulang tinggi, tidak ada aktifitas apapun di sana kecuali puluhan penjaga dan kamera pengawas yang selalu mengintai.

"Alexander,"Jasmin mendekat melangkah begitu anggun tanpa menoleh ke arah lain. Seluruh bodyguard yang mengikuti Alexander menjauh sekitar satu meter ke belakang.

"Kita bicara di dalam,"Tukas Alexander sambil mengedarkan pandangannya ke tiap lokasi. Jasmin mengangguk dan melangkah bersama orang-orang yang turut terlibat.

"CIA akan mendekati ilmuan nuklir dari Korea selatan pada jamuan negara pada kamis depan dan saat ini mereka sedang mensabotase ku,"terang Jasmin sambil mengedarkan pandangannya.

"Di mana ponselmu?"tanya Alexander menatap lekat ke arah wanita itu.

"Aku meninggalkannya di penthouse agar mereka mengira aku tetap berdiam di rumah,"

"Good! Apa mereka sudah melakukan pergerakan?"tanya Alexander sambil melirik ke arah pria yang duduk ketakutan di hadapannya.

"Aku rasa mereka hanya akan mengawasi ku sampai benar-benar mendapatkan informasi,"balas Jasmin datar.

"Apa pengalihan ini akan berhasil?"tanya pria paruh baya tadi yang kini mencoba mengambil alih pembicaraan. Ia adalah orang nomor dua di Amerika serikat yang berada dalam ambisi untuk menjadi presiden terpilih pada tahun berikutnya; George wastern.

"Tentu saja, aku tidak pernah gagal,"Alexander menjawab cepat, mata coklatnya seakan berpendar. Ia berdiri bagaikan harapan sang wakil presiden. Sesungguhnya Alex mencoba menyetir pria berambisi itu untuk tujuan rahasianya sendiri.

"Kalau begitu sampai bertemu kembali kamis depan,"George wastern memicingkan pandangan, lantas memutar tubuhnya sembari melirik sedikit ke arah Jasmin.

"Alexander..."panggil Jasmin pelan saat menyadari perangkat negara yang mengikuti George ikut pergi dari ruangan tersebut.

"Aku tahu, di sini kau pimpinannya. Tapi aku hanya ingin mengingkan untuk fokus pada tujuan mu,"

"Apa maksud mu Jasmin?"tanya Alex ingin mendengar perkataan Jasmin lebih ringkas.

"Gadis itu! Apa perlu aku melenyapkannya Alex?"

Srakkk!!!!

Mendengar kalimat itu, Alex langsung mencengram erat leher Jasmin hingga wanita itu berusaha melepaskan begitu kuat pegangan Alex. Ia bahkan sulit bernapas.

"Jika kau berani menyentuhnya, sedikit saja. Maka napasmu milikku Jasmin, aku tidak akan mengampunimu!"Alex mengancam, tidak sedikitpun matanya menoleh ke arah lain hingga kemudian wajah wanita tersebut memucat di cengkramannya.

"Ahhhh!!"keluh Jasmin saat pria itu menjauhinya. Ia memegang leher yang begitu ingin menghirup oksigen sebanyak mungkin.

"Jangan coba-coba mencampuri kehidupan pribadi ku,"Alexander mengedarkan pandangannya ke ruangan besar itu, melihat bagaimana wajah beberapa bodyguard yang sempat ia pukuli karna melepaskan Olivia dari pengawasan tadi malam.

"Aku harap kau tidak melakukan kesalahan karna gadis itu Alexander,"batin Jasmin sambil melihat punggung Alex yang kini berjalan menjauhinya dan keluar dari markas rahasia tersebut.

Beberapa menit kemudian, mobil Alexander berjalan bersama para bodyguard yang setia mengikutinya. Menghilang dan meninggalkan tempat itu tanpa jejak.

"Olivia sudah pulang?"tanya Alexander dengan seseorang lewat panggilan telponnya. Sejenak ia terdiam mendengar jawaban dari kejauhan lalu mematikan ponsel secepat kilat.

______________

"Ya Tuhan, Lorna. Apa yang terjadi dengan mu?"tanya Olivia memasang wajah cemas terhadap Lorna yang berdiam diri di atas ranjang sambil menyilangkan kakinya. Gadis itu mengeluh lalu menatap wajah Olivia sambil menelan saliva. Ia mengingat memori memalukan yang hampir terjadi tadi malam.

"Aku hanya kurang tidur,"jawab Lorna sambil menguap. Sesungguhnya ia sadar sejak jam 4 pagi dan melihat wajah kusut Alex yang bersandar di sofa sambil menenggak beberapa gelas minuman. Karna itu Lorna memilih menutup mata kembali sampai memastikan pria itu pergi dari mansion.

"Kau membuat ku khawatir,"

"Ya harusnya kau khawatir, aku hampir tidur dengan Alexander karna mu Olivia, sekarang dia sudah melihat semuanya— seluruh tubuhku,"batin Lorna tidak berani bicara soal kejujuran sekarang.

"Lorna. Apa semuanya aman?"tanya Olivia lalu mendengar suara pintu kamarnya terbuka.

Ceklek!!

Dan mereka langsung menoleh ke arah sumber suara yang berada di hadapan mereka.

"Alexander..."

"Oliviana! Aku perlu bicara dengan mu. Berdua!"Alex bicara penuh penekanan sambil menatap tajam ke arah Olivia yang langsung memudarkan senyumannya. Lorna tahu bahwa ia sekarang di usir dan sesegera mungkin ia harus melangkah meninggalkan ruangan.

Lorna melewati Alex sambil menundukkan kepala, ia benar-benar tidak punya muka sekarang untuk berdiri lebih lama di sana.

"Alexander ada apa?"tanya Olivia begitu santai.

"Jangan berpura-pura Olivia! Aku mengecek kamar mu tadi malam,"ucap Alex dingin sambil duduk di sofa yang berada di pinggir ranjang Olivia. Gadis itu diam sejenak menyadari bahwa usahanya kali ini ketahuan.

"Alex aku bisa jelaskan semu—"

"Aku tidak butuh penjelasan Olivia, aku hanya ingin kau patuh atas aturan di rumah ini, jika kau tidak bisa melakukan itu— aku rasa kau harus keluar dari sini,"papar Alexander terdengar begitu langsung, amarahnya sedang meluap saat ini.

"Kau mengusir ku?"tanya Olivia menatap pria itu lekat.

"Apa kau tidak tahu berapa letihnya aku merawatmu?"tanya Alex kembali berdiri dan mendekati Olivia yang terdiam menyusun kalimat di benaknya.

"Kau pikir mudah menjalani semuanya? Aku kesulitan Alex! Aku merindukan mommy dan aku kesepian,"

"Bukan begitu caranya Olivia,"

"Lantas, apa yang harus aku lakukan? Apa dengan mengikuti semua peraturan dan keinginan mu aku bisa melupakan semua kesedihan ku? Hahh?? Kau egois Alex,"

"Olivia!"

"Kau tidak akan bisa memahami ku Alexander, kau bahkan tidak bisa memahami diri mu sendiri. Kau terlalu arogant!"

Keduanya saling meninggikan suara, seperti tidak ingin terkalahkan. Olivia mengepalkan tangan dan ini adalah pertama kalinya ia mencoba mengatakan seluruh perasaannya di hadapan Alex. Air mata mulai jatuh dan Olivia melangkah melewati Alexander yang tampak diam sambil merapatkan gigi.

"Olivia!"teriak Alexander melihat punggung gadis itu menjauh darinya.

"Olivia, kau mau ke—"

"Aku ingin sendiri Lorna!"Olivia menepis tangan Lorna yang berusaha meraihnya tanpa mengetahui apa yang baru saja terjadi pada kedua orang itu. Lorna memutar pandangannya ke arah Alexander dan sejenak membuat keduanya diam dalam rasa canggung, hingga pria itu memilih lebih dulu mengalihkan pandangannya dan berlalu dari hadapan Lorna.

Tringggg!!!

Lorna mendengar suara ponselnya bergetar dan dengan sigap ia menelaahnya; Daddy.

"Aku mengundangmu untuk acara makan malam di rumah, ada hal yang perlu daddy sampaikan,"

Lorna mengeluh membaca pesan singkat itu, ia meremas rambutnya dan sedikit berpikir untuk memenuhi undangan yang tidak penting itu. Keluarga Dulce bukan lagi prioritas, tapi keterkaitan Alexander seakan menariknya untuk kembali masuk.

"Aku akan bertanya langsung pada daddy,"Gumam Lorna sambil mengedarkan pandangan ke tiap tempat lalu berjalan ke arah pintu mansion. Ia butuh udara segar sekarang setelah apa yang ia lalui beberapa hari ini.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel