16. Hati Yang Patah
Seorang wanita cantik tengah menatap lalu lintas kendaraan di luar. Dia sedang duduk sendirian di sebuah cafe dan tengah melamun, pikirannya tertuju pada lelaki pujaannya, Abizar. Viona begitu jatuh cinta pada Abi, sayang perasaan cintanya tak berbalas. Padahal Viona sudah berusaha keras menarik perhatian Abizar baik dengan kecantikannya maupun melalui papahnya namun semuanya sia-sia. Abi sekarang sudah berada jauh di Jawa entah Jawa bagian mana, ia tak tahu. Karena semua keluarga Abi hanya mengatakan Jawa tanpa menyebut Jawa bagian mana. Ingin rasanya ia menyusulnya, tapi nasehat keluarganya membuat semangatnya menurun drastis.
Flashback.
"Vio bakalan nyusulin Abi, Pah."
"Untuk apa?"
"Pokoknya Vio mau nyusulin dia. Vio akan berusaha menaklukkan hatinya."
"Memangnya sepuluh tahun ini bagaimana?" tiba-tiba sang Kakek ikut bicara.
"Itu ... Itu ... Vio sedang berusaha Kek." Viona berucap lirih.
"Jangan merendahkan dirimu Viona. Meski Papah tahu Abi lelaki yang baik, tapi kalau dia menolakmu terus buat apa? Janganlah kamu merendahkan dirimu sendiri. Carilah lelaki lain yang baik. Yang mencintai kamu apa adanya."
"Benar Vio, pernikahan karena perjodohan banyak berhasil tapi banyak juga yang gagal. Mamah dan Papah mungkin contoh yang berhasil." Mamah Viona menatap suaminya penuh cinta.
"Benar sayang, tapi keberhasilan kami terjadi karena baik Papah dan Mamah memang sama-sama saling berusaha. Bukan satu orang. Beda dengan kamu dan Abi. Disini kamu yang berusaha sedangkan Abi tidak. Kami tidak mau kamu menderita dan menyesal," terang Vino.
"Iya Vio, Mamah gak mau kamu berjuang sendiri. Sebagai wanita lebih baik kamu dicintai daripada mencintai. Percayalah, wanita itu lembut hatinya. Kita akan mudah luluh pada kelembutan dan ketulusan," sambung Ana.
"Dengar Vio, kamu cantik. Carilah yang lain. Arjuna baik kok. Ramah juga dan dia kelihatan mencintai kamu. Kakek suka dengan dia."
"Arjuna baik Pah, hanya entahlah kalau bisa sih Vio nyari yang lain saja," komentar Vino.
"Kenapa memangnya?"
"Entahlah. Hanya firasat saja mungkin Pah."
"Kamu itu posesif sekali Vin."
"Viona anakku Pah, ya aku harap dia dapat yang terbaiklah."
"Seperti Abi kan? Sayang Abinya gak mau sama Viona."
"Begitulah Pah."
"Tapi Mas, Pah. Apa jangan-jangan gosip itu benar ya?"
"Gosip apa An?"
"Itu kata ibu-ibu yang biasa ikut arisan sama kegiatan amal bareng aku dan mamahnya Abi. Banyak yang bilang Abi itu... Abi itu ... "
"Gay maksudnya?"
"Nah itu Mas."
"Hahaha. Mungkin iya kalau dilihat dari track recordnya. Kakek aja sering denger kalau ada pasien wanita yang genit gak di gubris sama dia. Mukanya selalu datar. Mungkin bener An, Abi itu jeruk makan jeruk. Hahaha."
"Gak mungkin Kek, Mah. Abi normal kok?"
"Kamu pernah lihat Abi pacaran? Pernah lihat dia ciuman sama cewek?" tanya sang kakek.
Viona hanya menggeleng karena dia pun tidak pernah melihat Abi jalan dengan wanita manapun kecuali adik dan mamahnya. Bahkan saat acara wisata teman satu kelas di Bali, Abi nampak bersikap biasa saja pada para teman perempuan yang mayoritas berpenampilan seksi dengan bikini termasuk Viona. Namun ekspresi Abizar tetap cuek.
"Sudahlah, cari yang lain Viona. Kakek akan menerima siapa saja yang serius sama kamu."
Viona hanya diam dan tak tahu harus bagaimana lagi.
Flashback end.
"Boleh aku duduk disini?"
Vio sedikit terlonjak kemudian berusaha tersenyum ramah.
"Duduklah Jun."
"Makasih."
"Kamu kenapa? Masih mikirin Abi?"
Viona mendesah kemudian mengangguk.
"Beruntungnya ya Abi, dicintai sama kamu setengah mati. Aku jadi iri?" Arjuna nampak menahan kesal saat mengatakan kalimat itu.
"Jun?"
"Padahal Abi sudah pergi hampir setengah tahun lebih. Tapi kamu tetap memikirkan dia."
"Jun."
"Kadang aku lelah Vio, tapi rasa cintaku sama kamu lebih besar makanya aku terus berjuang." Arjuna menatap Viona dengan kilat kemarahan.
"Saat kamu membalas ciumanku seminggu yang lalu. Aku senang bukan main berharap penantianku berbalas sampai puncak asmara kita terjadi dan nama yang keluar dari mulutmu benar-benar meremukkan hatiku," ucap Arjuna marah.
Viona tertunduk dan merasa bersalah. Dia masih ingat bagaimana Arjuna menciumnya dan ia pun membalas. Bukan karena mencintai Arjuna namun karena rasa rindunya pada Abi yang membuncah sehingga mengira Arjuna adalah Abizar.
Malam itu Viona yang biasanya mampu mengontrol diri menyambut mesra cumbuan Arjuna hingga sampai puncak. Namun disaat itulah justru nama Abi yang disebut oleh Viona membuat Arjuna marah dan menghentikan aktivitasnya. Viona sendiri merasa bersalah. Terutama kepada dirinya sendiri yang dengan mudahnya mau disentuh oleh Arjuna yang bukan siapa-siapanya. Bahkan tak ada rasa cinta dihatinya.
"Kamu memang bukan cinta pertamaku Viona tapi aku percaya kamu adalah cinta terakhirku." Arjuna menggenggam lembut tangan Viona dan menciumnya mesra.
"Beri aku kesempatan."
Viona menatap Arjuna dengan tatapan sendu kemudian mengangguk.
"Lamarlah aku segera dan buatlah aku jatuh cinta. Aku tak ingin apa yang terjadi malam itu meninggalkan sesuatu di rahimku Arjuna."
"Baiklah. Nanti malam aku akan datang untuk melamarmu."
Viona mengangguk dan mencoba tersenyum walau terasa kaku. Arjuna sendiri tersenyum, dalam hati memang ada rasa marah karena malam indahnya dengan Viona harus terganggu gara-gara Viona menyebut nama sang musuh bebuyutan. Tapi tak masalah. Toh pada akhirnya, tubuh Viona menjadi miliknya pun dengan hatinya suatu saat nanti.
