Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

3. Tubuh Noni Demam Panas

Mendung mulai menggelayut, langitpun mulai gelap. Tanda-tanda hujan akan turun pun sudah mulai tampak. Petir pun mulai menyambar, hujan turun begitu lebatnya, dengan kondisi basah-basahan aku dan Noni bergegas menuju cottage. Aku nyalakan perapian yang sudah tersedia di cottage, biar Noni selalu hangat. Aku berikan Noni selimut tebal untuk mengganti pakaiannya yang basah.

Aku juga begitu, mencopot pakaian yang basah dan menggantinya dengan selimut tebal. Kami duduk di depan perapian agar tetap hangat, dan Noni sangat menikmatinya. Badan Noni terlihat tetap menggigil, mungkin suhu tubuhnya belum terlalu normal. Aku mencoba mendekat dan memeluknya, aku takut terjadi sesuatu sama Noni.

"Om..terima kasih ya perhatiannya.. aku bahagia banget dengan suasana ini.." Ucapnya sambil menatapku. Anak ini cantik sekali, dalam hatiku.

"Ya Non.. om takut kamu kenapa-kenapa, karena kamu baru sembuh.." Ucapku sambil terus memeluknya.

"Dengan pelukan om.. aku akan baik-baik aja om.. belum pernah aku rasakan pelukan seorang ayah seperti ini.." Ujar Noni dengan lirih.

Aku semakin mengeratkan pelukanku, dan Noni terlihat begitu nyaman. Kami betul-betul seperti seorang ayah dan anak. Aku jauhkan semua pikiran kotor untuk menodai hubunganku sama Noni, dia begitu polos dan baik tanpa ada kecurigaane sedikit pun.

"Om keringkan pakaian kita dulu ya dekat perapian.." Aku lepaskan pelukanku, dan beranjak membenahi pakaian kami yang basah. Pakaian tersebut aku letakkan di kursi di dekat perapian. Setelah itu aku kembali ke dekat Noni.

Di luar hujan semakin deras, petir dan kilat terus menyambar. Noni semakin cemas dan takut. Suasana di luar begitu gelap, padahal hari belumlah malam. Aku kembali peluk Noni yang mulai menggigil. Dia membuka selimutmya dan menyatu dalam selimutku.

"Begini lebih hangat om... om gak keberatan kan?” tanya Noni. Aku merasakan kehangatan tubuh Noni.

Aku cuma bisa menuruti keinginannya sambil tetap menjaga diri agar tidak hanyut dalam nafsu. Tubuh kami berpagut tidak lagi dibatasi selimut. Tubuh kami sudah melekat satu sama lainnya. Noni menyenderkan tubuhnya di dadaku. Tangannya memeluk erat pahaku yang telanjang.

"Om.. aku ikhlas kok kalau om mau lakukan apa pun sama aku.. mungkin om juga butuh itu.." Ucap Noni tanpa menatapku. Pandangannya tertuju pada perapian yang ada di depannya.

Aku katakan padanya, "Gak Non... om harus konsekuen dengan janji om pada diri om sendiri.." Kataku.

"Emang om janji apa sama diri om?" Tanya Noni sambil menatapku.

"Menjaga dan menyayangi kamu seperti anak sendiri.." Jawabku.

"Atau om memang gak nafsu sama Noni ya?" Noni mulai menyelidik.

"Noni... setiap laki-laki yang normal pasti nafsu sama kamu.” Aku katakan itu untuk menyanjungnya. "Kamu cantik.. tubuh kamu bagus.. kulit kamu pun mulus.." Lanjutku.

"Lah? Emang om bukan laki-laki normal? Kok om gak tertarik sama tubuh aku?" Noni mencecarku dengan pertanyaan.

Serba salah aku menjawab pertanyaan Noni, aku takut dia salah menfasirkan sikapku, "Om laki-laki yang normal non.. cuma om tahu diri, dan tahu memantaskan apa yang tidak pantas.." Jawabku.

"Aku pantas gak buat om?" Dia mendesakku. Aku bingung menjawabnya.

Aku katakan pada Noni, "Kamu pantas jadi anak om..." Jawabku.

"Kalau aku gak mau jadi anak om gimana?” tanya Noni lagi. "Maunya kamu apa dong?" Aku balik bertanya.

"Aku maunya jadi kesayangan om.. orang yang om sayangi.." Jawabnya.

"Kan kamu sudah jadi orang yang om sayangi.. makanya om tidak mau memperlakukan kamu seperti wanita murahan.. " Jelasku pada Noni.

Hari mulai larut malam, di luar hujan masih terus turun. Noni masih terus menggodaku dengan berbagai pertanyaan. Aku mulai merasa perutku masuk angin, karena pakaian dalam yang aku kenakan masih basah. Noni juga masih memakai pakaian dalamnya yang basah.

"Kamu itu baru sembuh Non.. belum boleh terlalu capek, gak boleh melakukan aktivitas yang menguras tenaga..." Aku mengingatkan Noni.

"Sesuatu yang kita lakukan dengan senang gak akan membuat kita capek om." Ujar Noni.

Susah sekali memberikan alasan pada Noni, dia selalu mempunyai jawaban yang cerdas untuk membalikkan ucapanku.

"Suatu saat kita lakukan Non.. kalau sudah waktunya.." Ujarku.

"Noni gak tahu om.. apakah waktu Noni nanti masih ada, karena penyakit Noni ini susah diduga, makanya sebelum waktu Noni habis, Noni ingin menikmatinya.." Mata Noni basah oleh airmata, aku sangat tersentuh dengan ucapannya.

Noni tubuhnya menggigil, tapi suhu tubuhnya sangat panas. Aku mulai agak panik sementara di luar hujan masih sangat deras. Aku bopong Noni ke kamar, aku selimuti seluruh tubuhnya dengan selimut tebal. Bibir Noni terlihat sangat pucat. Aku mencoba membuatkan teh hangat untuk menghangatkan perutnya.

Malam semakin larut, hujan masih belum reda, kilat dan petirpun terus saling menyambar. Aku genggam kedua tangan Noni agar dia merasa hangat. Noni menarikku untuk masuk dalam selimut bersamanya, aku mencoba menuruti keinginan Noni.

"Om.. peluk aku dong, gak kuat Noni om.. dingin sekali.." Ucap Noni dengan memelas.

Aku masuk ke dalam selimut Noni, ternyata Noni sudah tidak memakai sehelai pakaian yang melapisi tubuhnya. Sehingga seluruh tubuhnya yang hangat menempel pada tubuhku.

"Non.. badan kamu panas sekali.. om jadi kuatir kamu kurang sehat.." Ujarku sambil meraba bagian leher dan keningnya.

"Gak papa om.. ntar juga akan turun panasnya,makanya om peluk aku dong.” Pintanya. “Om... pliis lakukan sesuatu dong, Noni lagi kepengen banget.." Noni sangat menginginkan aku menghangatkan tubuhnya.

"Jangan Non.. cukup om peluk kamu, om gak mau nanti sakit kamu tambah parah.." Aku menolak keinginannya.

Noni berusaha mengambil inisiatif, dia mencoba memancing gairahku dengan ciuman-ciumannya di sekujur tubuhku. begitu juga tangannya berusaha meraih bagian sensitif dan organ intimku. Aku berusaha untuk menahannya, namun Noni semakin agresif.

Noni mengambil posisi berada di atas tubuhku. Dia begitu ganas dan panas menjelajahi tubuhku dengan cumbuannya. Di luar ekspektasiku ternyata Noni tidak sepolos yang aku kira, dia menguasai tekhnik untuk memancing hasrat lawan jenisnya. Noni melucuti bokserku dengan kakinya, aku sangat serba salah menghadapi noni.

Suhu tubuh Noni yang panas karena menahan hasrat dan birahinya yang sedang membuncah, Noni bergerak begitu liar, sehingga suasana yang sangat dingin membuat kami begitu panas. Tidak terlihat sama sekali kalau Noni sedang sakit seperti dugaanku. Noni terus melalakukan pemanasan, seluruh tubuhku sudah dijelajahnya, mulai dari atas sampai ke bawah.

Sebagai laki-laki yang normal, aku terpancing dan aku mulai membalas serangan Noni, tubuh kami begitu panas. Cuaca yang dingin tidak mempengaruhi tubuh kami yang mulai berkeringat, aku balikkan tubuh Noni berada di posisi bawahku, agar aku bisa mengendalikannya.

Aku berusaha untuk menahan diri untuk tidak melakukan penetrasi, aku hanya mencium keringat disekujur tubuh Noni, dan mengusapnya dengan bibirku, Noni cukup menikmatinya. Noni menginginkkan aku langsung penetrasi, namun aku masih sebatas hanya fore play.

"Noni.. maafkan om, om tidak bisa melakukannya.. om tidak ingin kamu kecewa.." Ucapku.

Bersambung

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel