Pustaka
Bahasa Indonesia

Terjebak Pesona Mantan

153.0K · Tamat
Lily Poet
127
Bab
4.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Warning!!! Tidak disarankan dibaca oleh Anda yang berusia dibawah 21 tahun. Beberapa bab mengandung unsur dewasa. Saat seorang wanita yang tengah menikmati manisnya pernikahan, ia harus dipaksa untuk berpisah dan menjalani pernikahan yang baru pilihan sang mertua. Dengan dalih demi kebaikan sang janin yang berada dalam kandungan, Dia setuju. Akankah terjadi pernikahan yang berdasarkan cinta? Mengingat calon suaminya adalah seorang gay. Bisakah Dia menjalani takdir hidupnya?Hargai apa yang kamu punya karena sesuatu akan sangat berharga ketika dia tiada. Meski kamu mengira dia tak berarti nyatanya dia takkan terganti.

RomansaAktorIstriDewasaLove after MarriageCinta Pada Pandangan PertamaKeluargaPernikahanSweetBaper

Bab 1 (18 )

Mutia mengalungkan kedua tangannya ke tengkuk Lano. Sementara pria berperawakan gagah itu tengah menggendong Mutia ala bridal saat mereka keluar dari lift.

Bibir Mutia dan Lano saling mencumbu. Sesekali pagutan itu terlepas ketika mereka sama-sama menghirup oksigen kemudian melanjutkan ciuman yang semakin lama kian intens.

"Eeemh," desah Mutia disela-sela kuluman bibir Lano. Mereka tak peduli jika ada orang yang melihat adegan romantis pasangan halal itu. Lano dan Mutia terus berjalan sampai mereka tiba di kamar 1001, tempat mereka melewati malam hanya berdua saja.

Kini sepasang suami istri sudah memasuki sebuah kamar President Suite di Hotel Grand yang letaknya di daerah Anyer. Kamar istimewa ini disulap dengan tema honeymoon. Kamar luas yang dihias dengan perpaduan mawar putih dan mawar merah juga lilin aromatherapy yang menyala turut menambah suasana menjadi melankolis. Pantaslah untuk mereka yang baru resmi menjadi pasangan sah di mata agama maupun negara.

Ya, sesudah pengucapan janji di hadapan Tuhan pada pukul 10.00 pagi tadi, keduanya sempat istirahat sebentar. Belum sampai mereka bermesraan dan merasakan nikmatnya hubungan sah, mereka kembali disibukkan dengan banyaknya tamu dan kerabat yang memberi ucapan selamat untuk kedua mempelai.

Lalu pada sore harinya Lano dan Mutia sama-sama tenggelam dengan serangkaian acara menuju malam resepsi yang digelar pukul 19.00 di Ballroom Hotel Grand. Selesai acara resepsi, Lano dan Mutia berganti pakaian di kamar rias yang letaknya dekat dengan tempat acara puncak pernikahan itu digelar. Selesai berganti pakaian dan menghapus make up flawlessnya, mereka melenggang dengan pakaian santai menuju kamar pengantin yang berada di lantai atas.

Lano melepas kecupannya dan menempelkan keningnya pada dahi Mutia.

"Mi, aku capek banget," keluh Lano dengan lirih. Ia berbisik pada wanita yang kini sah menjadi istrinya.

"Kalo capek, cepat turunkan aku. Aku nggak nyuruh kamu gendong, kok," sungut Mutia. Badannya serasa melayang karena diangkat oleh suaminya. Badan suaminya yang kekar sangat mampu membawa tubuh proporsional sang istri.

Mutia tidak mau disalahkan atas kelelahan yang dirasakan oleh Lano, pria yang sudah dipacarinya selama 7 tahun dan sekarang menjadi suaminya. Mutia bergerak minta diturunkan paksa dari gendongan bridal yang dilakukan Lano. Hanya pria tampan ini yang mampu menggetarkan hatinya dan berhasil menyandang gelar sebagai suami dari Mutiara Jingga.

Bibir Mutia yang seksi di mata Lano itu berubah mengerucut. Sungguh membuat sang suami semakin gemas dengan tingkah istrinya.

Lengan Lano yang kekar itu melepaskan rengkuhannya agar Mutia bisa leluasa merajuk, hal yang sebenarnya sangat disukai Lano. Jika Mutia sudah begitu, Lano hanya akan melakukan sesuatu yang amat sederhana untuk meredam amarah wanitanya.

Cup

Bibir seksi yang mencebik itu mendapat kecupan sayang dari suaminya. Mutia sudah tidak kaget dengan sikap Lano yang seperti ini. Setelah mengecup, Lano merengkuh Mutia dalam dekapannya. Tubuh mereka menjadi tak berjarak.

Mutia membenamkan wajahnya ke dada bidang milik Lano, kekasihnya yang tadi pagi sudah mengucap janji suci di hadapan Tuhan. Mutia begitu terbuai dengan wangi tubuh Lano yang menjadi dambaannya setiap saat. Parfum dengan aroma mint yang selalu ia rindu jika tak bisa menciumnya sehari saja.

"Mi, apa aku sudah boleh menyentuhmu lebih dari batasan yang kau buat dulu?" tanya Lano dengan sopan.

"Dari tadi kamu sebut Mi. Siapa yang kamu maksud dengan Mi?" tanya Mutia dengan nada manjanya.

Mutia merenggangkan pelukannya dan melihat manik kehitaman milik Lano. Tatapan yang menuntut sebuah jawaban.

"Mi itu kamu, Queen. Panggilan sayangku buat kamu. Karena kita sudah menikah, aku ingin memanggilmu Mami dan kamu harus memanggilku Papi," pinta Lano dengan sedikit memaksa dan memegang sekilas hidung mancung Mutia dengan jari telunjuknya.

"Aku nggak mau, ah. Lebih baik Raja-Ratu atau King-Queen kayak dulu." Mutia kini melipat tangannya di bawah dada dan memalingkan wajahnya dari Lano.

Bibir seksinya kini kembali berkerut ke depan lagi. Lano memilih mengalah dan tidak memaksakan kehendak apalagi memperpanjang perdebatannya tentang nama panggilan sayang. Ia tidak mau suasana malam pertamanya rusak hanya karena hal sepele.

Lano memegang kedua bahu Mutia dan memandang lekat-lekat mata lebar istrinya yang dibingkai alis tebal di atasnya.

"Okay, My Queen. You are always be queen in my heart forever. Please, don't angry with me and I'm your King now." Lano merayu agar istrinya tak lagi murka kepadanya. Mengucapkan kata dalam bahasa asing yang menambah kesan romantis. Dan Mutia selalu suka itu.

"As your wish, My King," tutur Mutia yang luluh dengan bujukan dari suaminya.

Hati Lano sangat senang. Kemudian dia mencium bibir ranum milik istrinya. Awalnya Mutia hanya diam saja mendapat cumbuan dari Lano. Tapi saat ciuman itu semakin dalam, pertahanan Mutia hancur. Ia membalas lumatan dari Lano dan mereka semakin terlena dengan suasana romantis yang turut mengiringi pagutan bibir dua sejoli itu.

Rupanya sang pengantin pria sudah tak kuat menahan gelora asmara yang selama ini dikuburnya. Dulu saat mereka berpacaran tak pernah sekalipun Lano berbuat hal yang melebihi batas sesuai dengan keinginan Mutia. Pria bertinggi badan 175 cm itu sangat mencintai wanita yang dipacarinya sejak mereka masih terdaftar sebagai mahasiswa dulu.

Kini status mereka telah berganti. Batasan yang dulu dibuat untuk melindungi Mutia sudah tak ada lagi. Hanya tersisa gairah yang ingin menguasai Mutia. Netranya menjadi sayu karena sentuhan-sentuhan Lano. Ia tak bisa menahan suara yang keluar begitu saja dari mulutnya tanpa izin. Desahan yang terdengar seksi itu memenuhi ruangan kamar mewah yang mereka tempati.

"Aaah, My King." Mutia menengadah untuk merasakan sensasi luar biasa yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Apalagi saat bibir Lano menciumi leher yang jenjang milik Mutia dengan lembut. Serasa ada gelombang aneh yang menggelitik di perutnya.

Seolah mendapat lampu hijau dari Mutia, Lano terus saja bermain di area bawah wajah istrinya. Sementara kedua tangan Lano kini makin berani merambah daerah lain dari tubuh Mutia. Telapak itu tengah asyik bermain-main di bukit kembar milik sang istri.

Dengan bibir mereka yang masih bertaut, Lano mulai menuntun Mutia ke arah ranjang king size yang letaknya tak jauh dari mereka berdiri. Sang suami membaringkan tubuh istrinya dengan hati-hati. Ia juga tak lupa memadamkan lampu kamar yang terang benderang itu saat melewati saklar yang tak jauh dari tempatnya berpijak. Hanya menyisakan cahaya lilin yang temaram.

Wangi dari bunga mawar begitu membuai mereka. Bara gairah makin tersulut saat keharuman itu merambah indra penciuman keduanya. Baik Mutia maupun Lano menjadi terlena akan hal itu.

Lano terpaksa memutus cumbuan panasnya dan mulai melepas helai demi helai kain yang menempel di tubuh mereka masing-masing. Merasa pakaian yang Lano dan Mutia kenakan menghalangi kobaran asmara yang semakin membuncah.

Kini jemari Lano dengan tangkas membuka kancing depan baju terusan di bawah lutut yang dipakai Mutia. Pakaian biru muda bermotif bintang itu dihempas Lano ke sembarang tempat. Tangan Lano beralih menyusuri punggung halus Mutia sampai akhirnya ia berhasil melepaskan kaitan bra yang dipakai istrinya. Bukit kembar yang terpenjara oleh kain itu kini bebas tanpa penutup apapun.

Mutia pun tak mau kalah, ia merangkum wajah Lano yang ada di atas tubuhnya dengan kedua tangan dan mendaratkan ciuman yang mengantarkan mereka ke gerbang surga dunia. Pada waktu yang bersamaan, telapak tangan Mutia yang tadinya berada di rahang Lano kini turun membelai bahu dan dada bidang pria tampan di hadapannya. Jemari itu bergerak kian nakal ketika sudah berada dibalik kaos berkerah berwarna putih yang dipakai Lano. Mutia hanya meniru apa yang dilakukan oleh suaminya.

Lano melepas cumbuan dan mengangkat kedua tangannya ke atas agar kain yang membungkus bagian atas tubuhnya bisa dilepaskan oleh Mutia. Dengan nafas memburu, pasangan tersebut saling menatap pahatan elok tubuh bagian atas manusia yang tak tertutup apa-apa itu. Sungguh sempurna anugrah dari Sang Maha Kuasa ini.

Jakun Lano naik turun menelan salivanya ketika dihadapkan dengan payudara Mutia yang begitu menggoda. Begitupun dengan Mutia, baru kali ini dia melihat dada bidang juga otot perut atletis milik suaminya. Meski dengan penerangan rendah, netra mereka menangkap jelas lekukan yang selama ini selalu tertutup itu.

"My Queen, I love you." Lano mengungkapkan perasaannya dan melihat bara gairah menutupi manik kecoklatan istrinya.

"I love you more, My King," balas Mutia tak mau kalah dengan suaminya.

Keduanya kembali menyatukan bibir mereka. Seakan tak bosan, bahkan membuat Lano dan Mutia kecanduan merasakan nikmat yang baru kali ini mereka cicipi. Suami istri itu sama-sama tenggelam dalam hasrat terpendam.

Lano mulai berani bermain lebih gila di bagian dada istrinya. Tangan Lano memeras, memilin dan bibirnya mengulum pucuk bukit itu secara bergantian. Ia hanya meniru adegan dari video vulgar yang pernah ditontonnya.

Tubuh Mutia tak hentinya menggelinjang ketika Lano melancarkan aksi di area itu. Sang istri mendesah nikmat di antara rasa geli yang merangsangnya. Ia juga merasakan kulitnya meremang akan sentuhan Lano.

"My King, uuuh." Mutia berganti meremas rambut Lano yang tadinya disisir rapi ke belakang. Sementara si pemilik rambut sudah tidak mempedulikan tatanan surainya lagi.

Mutia menahan suara dengan menggigit bibir bawah agar lenguhannya tak keluar lebih keras lagi. Sungguh aneh, desahan dari Mutia mampu membangkitkan kejantanan Lano yang masih terkungkung dibalik celana panjang yang dipakainya. Area kewanitaan Mutia pun sedikit demi sedikit mengeluarkan cairan.

"Sabar ya, Tejo. Sebentar lagi kamu ketemu Surti," gumam Lano dengan amat pelan. Ia berbicara pada alat kelaminnya yang diberi nama Tejo.

Tangan Lano membelai lembut perut ramping istrinya. Ia berusaha melepas penutup daerah intim Mutia yang terbungkus celana ketat.

"Queen, kok susah banget dilepas," omel Lano yang sepertinya mulai kehilangan kesabaran.

"King, aku sengaja pakai celana korset biar nggak sakit," papar Mutia sambil bangun dari posisinya dan berhadapan dengan Lano.

Mutia duduk dengan kedua kaki yang diapit oleh kaki Lano yang menekuk. Manik milik pasangan suami istri itu bertubrukan.

"Kenapa kamu pakai celana itu sih? Besok-besok jangan pakai kain sialan ini lagi," umpat Lano. Kabut gairah itu perlahan menghilang. Ia kesal karena masalah sepele adegan menuju surga dunia harus terganggu.

"A-aku ... lagi ... datang bulan," aku Mutia dengan terbata-bata.

Lano sudah mengerti maksud dari ucapan Mutia. Bukan dia tidak tahu makna dari datang bulan, tapi jelas dia mengutuk kelupaannya akan tanggal keramat itu. Biasanya Lano hanya menandai masa menstruasi Mutia untuk menjaga sikapnya agar emosi gadis yang kini menjadi istrinya itu selalu stabil.

"Sial!" Lano memukul kasur empuk yang sedang didudukinya dan berjalan ke arah kamar mandi sambil tak hentinya mengumpat kesal.

Bayangan malam pernah yang panas itu telah musnah hanya karena kebodohannya yang salah menentukan tanggal pernikahan. Ingin sekali ia mendebat Mutia karena tidak menyanggah saat tanggal sakral ini dipilih.

Brak! Pintu kamar mandi ditutup secara kasar oleh Lano. “Aaargh!” teriaknya dengan sangat keras dari dalam ruangan kecil tersebut.

Tak lama kemudian suara shower yang mengucur deras terdengar. Mutia merasa bersalah karena menyiramkan air di tengah kobaran gairah yang sedang mereka nikmati. Namun, mau bagaimana lagi. Mutia tak merencanakan datang bulan yang selalu rutin ia dapatkan.

Tentu saja tak hanya Lano yang kecewa, di lubuk hatinya yang terdalam rasa itu juga menjalar. Dengan perasaan sedih, ia mulai memungut bra dan pakaian yang tadi dibuang Lano lalu memakainya kembali.

Kemudian Mutia berbaring di tempat tidur sembari menunggu Lano yang berkutat begitu lama di kamar mandi. Wanita berambut pendek sebahu itu gelisah. Ia tak tau harus bagaimana menghadapi Lano setelah ini.

"Lano kenapa lama sekali? Apa aku tinggal tidur saja, ya?" Mutia bingung. Ia harus menunggu atau lebih baik ia istirahat duluan.

Tak lama Mutia memejamkan maniknya karena rasa lelah yang mulai hinggap di badannya. Sekujur tubuhnya terasa pegal. Dari pagi ia sudah disibukkan dengan serangkaian persiapan sampai malam hari ini dia belum beristirahat. Secara perlahan, Mutia akhirnya menembus alam mimpi yang merayunya.

- To Be Continued -