### chapter 1 kartu emas.
Bab 1: Kartu Emas
Kamar Nomor 1127, Hotel Bintang Lima Elit di Virelle City.
Hawa dingin AC dan aroma mewah dari karpet tebal memenuhi lorong Hotel V-Lux. Tepat di depan pintu besi gelap bernomor 1127, Rael Veine berdiri tegak.
Malam ini, usianya yang baru menginjak 19 tahun terasa seperti beban besi di atas bahunya yang telanjang.
Gaun pendek berwarna merah darah yang memeluk tubuh rampingnya adalah baju perangnya. Belahan punggungn yang rendah terasa seperti undangan bagi mata yang memandangnya.
Rael bukan sekadar gadis panggilan. Ia adalah Rael Veine, Gadis Panggilan Kelas Atas di Virelle City, seorang profesional yang hanya melayani pria-pria terpenting dan berkuasa.
Di dalam tas kecilnya tersimpan Golden Card dari agensinya, sebuah status VVIP Grade A. Kartu itu bukan hanya izin masuk ke dunia elit, tapi juga perisai yang menjamin ia hanya berhadapan dengan klien yang "bersih" di mata hukum, meski sangat kotor di dunia bisnis.
Secara fisik, Rael adalah sosok yang sempurna matanya yang tajam dan bibirnya yang selalu terkatup rapat memancarkan aura dingin yang misterius. Dia tahu bagaimana memuaskan pelanggannya tanpa pernah kehilangan dirinya sendiri.
Dingin... Itu adalah kata yang paling tepat mendeskripsikan Rael, sebab emosi adalah barang mewah yang tidak bisa ia beli.
Tangannya terangkat. Tanpa ragu, ia mengetuk pintu 1127.
Tiga ketukan pelan dan teratur.
Terdengar bunyi kunci pintu digital.
Tujuan Rael sudah jelas, tapi sepertnya klien ini bukan jasa mengunakan tubuhnya namun seperti nya membawa pesan lain klien yang datang dengan kode
nama "Armitage", adalah salah satu nama teratas di daftar VVIP agensinya. Seseorang yang sangat dingin dan memiliki kekuasaan mutlak.
Pintu terbuka.
Di ambang pintu berdiri sosok yang akan menentukan nasibnya, Vale Amirtage. Tatapannya yang tajam dan dingin menyambut Rael, seperti penilaian seorang juri terhadap sebuah karya seni abstrak.
Pintu perlahan tersibak.
Di balik bingkai pintu besi, berdiri Vale Amirtage, perwujudan sempurna dari kekuatan yang tenang. Usianya yang matang, 33 tahun, terbingkai dalam aura berwibawa yang sulit ditembus. Ia mengenakan paduan celana dan kemeja yang seluruhnya hitam, menyerupai bayangan yang berkuasa.
Wajahnya adalah topeng dingin yang kokoh, tanpa goresan emosi sedikit pun. Rahang yang tajam terukir, mencerminkan keputusan mutlak yang tak pernah diganggu gugat. Dengan postur menjulang 189 cm, Vale tampak sempurna, namun kesempurnaannya terasa mengancam.
Vale Amirtage menyambut Rael dengan tatapan yang menyapu, menilai tanpa basa-basi.
Namun, Rael tak bergeming.
Gadis 19 tahun itu, sang pemilik Kartu Emas VVIP, telah melatih dirinya menjadi patung keindahan yang dingin. Ia hanya menyunggingkan senyum tipis yang profesional ke arah Vale Amirtage, senyum yang tidak menyentuh mata, menunjukkan kontrol total atas dirinya sendiri.
Vale tidak repot-repot mengucapkan sepatah kata atau memberi isyarat. Ia hanya membuka ruang sejenak di ambang pintu, seolah memberikan waktu bagi Rael untuk memproses keberadaan sang CEO.
"Masuk," suara Vale terdengar rendah, sebuah resonansi kekuasaan yang tidak memerlukan nada tinggi. Itu adalah perintah, bukan keramahan.
Rael Veine mengangguk sekali. Senyumnya lenyap
secepat ia muncul, dan ekspresi netral kembali mengambil alih wajahnya. Tanpa menunda, ia melangkah maju, melewati ambang pintu 1127, dan memasuki dunia Vale Amirtage.
Rael melangkah masuk. Ia tidak terkejut dengan kemewahan kamar yang dingin, khas klien seperti Vale Amirtage. Matanya bergerak cepat, memindai ruangan.
Rael sudah terdidik sejak kecil. Bukan dalam kemewahan, melainkan dalam seni observasi, negosiasi, dan bertahan hidup. Di usianya yang baru menginjak sembilan belas tahun, ia memancarkan ketenangan yang melebihi usianya, menunjukkan kelas pendidikan dan attitude yang baik dari agensi VVIP. Ia pintar, cerdas, dan pandai memanfaatkan momen kekuatan utamanya di dunia yang kejam ini.
Berdiri di tengah ruangan, Rael memecah keheningan yang dingin.
"Mau langsung saja, atau bagaimana, Tuan Amirtage?" tanyanya, suaranya halus namun tegas, tanpa nada genit atau keraguan. Itu adalah pertanyaan efisiensi, dari seorang profesional kepada seorang eksekutif.
Vale tidak menjawab dengan kata-kata.
Pria itu berbalik dari Rael, berjalan perlahan menuju meja kecil yang diletakkan di dekat jendela dengan pemandangan malam Virelle City yang berkilauan. Vale mengambil sebotol alkohol mahal, yang berkilauan di bawah cahaya remang. Tanpa terburu-buru, ia menuangkan isinya ke dalam gelas kristal, gerakannya presisi.
Barulah setelah mengisi gelas itu hingga separuh, Vale memutar tubuhnya sedikit ke arah Rael, tidak menatapnya langsung.
"Duduk dulu, Nona." Perintahnya datar, sambil meletakkan gelas itu kembali.
Rael tidak menunggu instruksi kedua. Dengan anggun, ia bergerak menuju sofa tunggal. Ia duduk dengan punggung tegak, gaun merahnya menjadi satu-satunya percikan warna di kamar yang didominasi nuansa monokromatik Vale. Ia menunggu, membiarkan Vale memegang kendali atas ritme pertemuan.
Vale Amirtage mengangkat gelas kristalnya, menguji beratnya, sebelum akhirnya membalikkan badan sepenuhnya, menatap Rael yang duduk tenang.
"Aku ingin menggunakan jasamu... di bidang lain," ujar Vale. Nada suaranya mendatar, seolah mengumumkan laporan keuangan.
Rael Veine sama sekali tidak terkejut.
Kecerdasannya yang di atas rata-rata langsung memproses informasi tersebut, menyambungkan titik-titik samar yang ada. Rael sudah terlalu sering bertemu pria berkuasa di Virelle City. Mereka jarang membayar mahal untuk sekadar kenikmatan fisik; lebih banyak yang menggunakan jasanya di bidang yang lain, memanfaatkan akses, jaringan, dan kemampuan analitisnya yang tajam.
Vale Amirtage, seorang CEO perfeksionis, tentu tidak akan membuang waktu.
Rael mengangguk kecil, membiarkan raut wajahnya tetap netral. Ini adalah domain Navia, identitasnya yang cerdik dan tak kenal takut.
"Tentu, Tuan Amirtage. Saya siap mendengarkan."
Vale menyunggingkan senyum tipis sebuah kurva kecil yang nyaris tak terlihat, namun menunjukkan kepuasan atas ketenangan Rael.
"Bagus. dari apa yang aku dengar , kau mampu menyelesaikan misi dengan baik, tanpa cela," Vale memuji, tetapi terdengar seperti sedang memverifikasi data. "Aku membutuhkan seorang negosiator yang bisa menyusup ke lingkungan tertentu dan mendapatkan informasi sensitif."
Tatapan Vale kini intens. Ia berjalan mendekat dan meletakkan foto sebuah gedung di meja kopi, tepat di hadapan Rael.
"Ini adalah tawaran kerahasiaan tingkat tinggi. Jika kau berhasil, Kartu Emas-mu akan menjadi berlian. Jika kau gagal..." Vale berhenti sejenak, membiarkan ancaman yang tak terucap menggantung di udara.
Rael hanya menatap foto itu, otaknya sudah memetakan rencana dan risiko. Permainan Vale baru saja dimulai.
.
Rael menatap Vale Amirtage tanpa berkedip. Ancaman yang dilontarkan sang CEO, meskipun tanpa intonasi tinggi, justru mengokohkan tekad Rael. Ini bukan lagi tentang uang, ini adalah permainan kecerdasan yang disukai Navia.
"Katakan saja, Tuan Vale. Saya siap mendengarkan," respons Rael singkat, suaranya mengandung janji sekaligus tantangan.
Vale Amirtage menerima tanggapan itu dengan kepuasan. Ia membalikkan tablet di tangannya, jemarinya yang panjang bergerak cepat. Seketika, ponsel pintar Rael, yang ia letakkan di sisinya, bergetar pelan.
Vale membuka percakapan dengan mengambil tablet tersebut. Ia tidak menjelaskan, melainkan langsung mengirimkan data ke ponsel Rael.
Rael mengambil ponselnya. Di layarnya, foto-foto pria berusia 30-an muncul berurutan. Pria itu tampak tidak kalah tampan dan berwibawa dari Vale Amirtage, namun auranya memiliki hangat namun terlihat lebih berbahaya.
Rael menggeser setiap foto, memerhatikan dengan detail—senyumnya, sudut matanya, setiap latar belakang yang mungkin menjadi petunjuk. Ia menganalisis, bukan mengagumi.
Setelah Rael selesai melihat rangkaian foto itu, barulah
Vale berkata.
"Dia adalah Juan Estren," kata Vale, menyebutkan nama yang kelak akan menjadi masalah terbesar dalam hidup Rael.
"Pria muda berusia tiga puluh tahun, dia berbisnis di pasar gelap, tepatnya sektor importir dan eksportir." Vale menyesap alkoholnya. "Tapi di balik itu, dia menyelundupkan banyak barang ilegal. Termasuk, dan ini yang paling penting, barang-barangku."
Tugas Rael telah terdefinisi: menyusup ke dunia seniman hangat yang ternyata adalah bos pasar gelap, dan mengambil kembali apa yang menjadi milik CEO dingin Vale Amirtage.