Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9. Are You Jealous?

Nathan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang membelah kota Manhattan. Aura wajah dingin, dan terselimuti ketegasan terlihat di wajah tampan pria itu. Pandangan lurus ke depan fokus pada hamparan jalanan yang luas. Ya, hari ini Nathan terpaksa menggantikan kakaknya meeting dengan beberapa rekan bisnis keluarganya. Tak ada pilihan lain, dia pun tak bisa untuk mangkir dari meeting penting ini.

Saat mobil sport yang dilajukan Nathan mulai memasuki lobby The Mark Hotel. Pria itu turun dari mobil seraya memberikan kunci mobil di tanganya pada petugas valet. Tampak para staff hotel menyapa Nathan dengan ramah. Pun Nathan mengangguk singkat merespon para sapaan para staff hotel. Detik selanjutnya, Nathan menuju ruang pertemuan di mana rekan bisnis keluarganya sudah menunggu dirinya.

“Selamat pagi, Tuan Nathan.” Ruben—rekan bisnis Nathan menyapa kala Nathan memasuki ruang meeting. Pria itu langsung mengulurkan tangannya, menjabat Nathan.

“Pagi, Tuan Ruben.” Nathan menyambut jabatan tangan Ruben padanya. Lalu Nathan juga menyambut jabatan tangan rekan bisnisnya yang lain. Dan duduk di kursi yang telah disiapkan.

“Mungkin kita bisa langsung di mulai agar tidak membuang-buang waktu,” ucap Nathan to the point. Pria itu tak suka menunda-nunda dalam pembahasan penting di meeting.

“Tuan Nathan, kita tunggu sebentar. Meeting ini akan dipimpin oleh salah satu perwakilan dari perusahaan besar yang juga turut bekerja sama dengan kita, Tuan.” Ruben menjawab ucapan Nathan.

Sebelah alis Nathan terangkat. Pria itu mengetukan jemarinya di meja. “Bukannya semua sudah datang?” tanyanya seraya menatap lekat Ruben yang duduk tak jauh darinya.

“Ada satu orang yang belum datang. Nanti beliau yang akan memimpin meeting kali ini,” jawab Ruben sopan tapi tersirat ketegasan.

Nathan melirik arloji yang melingkar di tangannya—waktu menunjukan pukul sembilan pagi. Nathan mengingat dengan jelas kala kakaknya meminta dirinya untuk datang di meeting tepat pada pukul sembilan pagi. Dan ini adalah hal yang Nathan benci. Nathan tidak suka ada orang datang terlambat di meeting.

“Keluarkan saja orang itu dari daftar kerja sama! Aku tidak mau bekerja sama dengan orang yang tidak bisa menghargai waktu!” seru Nathan dengan nada yang cukup tinggi, dan sorot mata penuh ketegasan.

“Tapi, Tuan—”

“Maaf … saya terlambat.” Seorang gadis cantik dan seksi melangkah dengan anggun memasuki ruang meeting tersebut. Tampak seluruh pria yang ada di ruang meeting itu menatap sosok gadis cantik itu. Dress berwarna navy yang terlihat jelas menunjukan belahan dada membuat gadis itu tampil memukau. Rambut pirang terjuntai indah begitu sempurna. Manik mata hijau gadis itu memberikan pancaran layaknya seorang dewi. Ya, semua pria yang ada di ruang meeting itu menatap kagum sosok gadis cantik yang masuk ke dalam.

Akan tetapi, lain halnya dengan Nathan. Sepasang iris mata cokelat Nathan terhunus tajam, dan terselimuti terkejutan melihat sosok gadis yang ada di hadapannya itu. Terlebih pakaian yang dipakai gadis itu sangat tidak waras. Menghadiri meeting seperti mengahdiri pesta. Nathan mengumpat dalam hati. Rahangnya mengetat. Tanganya terkepal begitu kuat. Tiba-tiba saja amarah dalam dirinya menyerang seperti ingin membakar isi hotel ini. Sorot mata Nathan yang tajam seolah ingin membunuh orang yang ada di hadapannya.

Aubree …

Di hadapan Nathan adalah Aubree—gadis pengganggu yang selalu membuat kepalanya nyaris pecah. Nathan tak tahu kenapa bisa Aubree di hadapannya. Jika saja tidak banyak orang di sini maka sudah dipastikan Nathan akan menyeret Aubree keluar dari ruangan ini.

Senyuman anggun di wajah Aubree terlukis menatap pada Nathan. Tentu dia tahu Nathan terkejut melihat kedatangannya. Karena memang sebelumnya Nathan tidak tahu kalau perusahaannya terlibat dalam kerja sama bisnis ini. Kini Aubree duduk di kursi kepemimpinan. Tatapan Aubree tak lepas menatap Nathan yang duduk tak jauh darinya.

“Nona Aubree … saya rasa meeting bisa kita mulai sekarang,” ucap Ruben dengan tatapan tersirat mengagumi Aubree. Well, persisnya tak ada satu pun pria yang tak kagum dengan penampilan Aubree. Ditambah dress yang dipakai gadis itu mengundang para tatapan lapar pria yang ada di sana.

“Alright … kalau ada yang belum mengenalku maka aku akan memperkenalkan diri. Aku Aubree Randall. Saat ini aku menggantikan ayahku yang telah tiada memegang kursi kepemimpinan di Randall Group. Project hari ini kita membahas tentang pembangunan pusat perbelanjaan di berbagai negara di Amerika, dan Eropa. Menurutku project ini harus menargetkan kalangan apa yang ingin kita sentuh. Jika kalian mengutamakan pangsa pasar dari kalangan atas maka pastikan design dalam pembangunan pusat perbelanjaan harus yang terbaik dan elegan. Tapi jika kalian menargetkan pangsa pasar menengah maka pastikan design nyaman, dan terlihat aesthetic. Point utama jika target kalian adalah pangsa pasar menengah maka kalian harus mempersiapkan harga yang terbaik. Saranku pastikan selalu ada wahana bermain untuk anak-anak. Sisihkan tempat untuk membangun wahana bermain. Para orang tua pasti sering membawa anak-anak mereka jika berbelanja. Ah, ya. Khusus wahana bermain pastikan CCTV terjaga. Dan letakan juga CCTV tersembunyi. Aku tidak mau sampai ada penculikan anak di salah satu tempat kita.” Aubree berucap dengan nada yang anggun, dan penuh ketegasan. Wajah gadis itu tampak angkuh kala berbicara. Dagunya terangkat, sorot matanya menunjukan layaknya seorang pemimpin.

Perkataan Aubree sukses membuat semua orang di sana kagum. Pola pikir Aubree, dan cara Aubree membawakan meeting sangat luar biasa. Tak sedikit orang di sana mentap Aubree dengan tatapan penuh maksud. Sedangkan Nathan yang masih bergeming di tempatnya terlihat tak henti menatap Aubree. Dalam diam, Nathan menunjukan jelas keterkejutannya. Ya, dibalik gadis itu memiliki sifat aneh ternyata jika dalam pekerjaan; sosok Aubree Randall terlihat begitu berbeda jauh. Aubree menjelma menjadi wanita yang matang, dan cerdas. Nathan mengakui pola pikir Aubree sangat hebat. Rupanya apa yang Nathan pikirkan tentang Aubree tak sepenuhnya benar.

“Nona Aubree, saya setuju pada Anda.” Ruben menanggapi ucapan Aubree.

“Saya pun setuju dengan Anda, Nona.” Beberapa rekan bisnis Aubree yang lain pun setuju. Namun dikala semuanya sudah setuju hanya Nathan yang masih tetap diam.

“Bagaimana dengan Anda, Tuan Nathan Lucero Afford? Apa Anda setuju dengan saranku? Aubree mengalihkan pandangannya, menatap Nathan lekat.

Nathan tak langsung menjawab pertanyaan Aubree. Pria itu membalas tatapan Aubree dengan begitu dingin. “Kita bisa mencobanya. Tidak ada yang bisa menjamin kalau idemu akan berhasil. Tapi aku mengakui saran darimu dikatakan cukup bahas. Baiklah, aku rasa meeting cukup sampai di sini. Sampai betemu di meeting selanjutnya,” ucapnya pada semua orang.

Kini semua orang yang ada di sana pamit undur diri dari hadapan Nathan, dan Aubree. Beberapa pria di sana berusaha meminta nomor ponsel pribadi Aubree. Tetapi Aubree langsung menolak dengan professional, dan mengatakan pada pria-pria yang merupakan rekan bisnisnya itu menghubungi asisten pribadinya jika ingin membahas pekerjaan.

Hingga kemudian di ruangan itu hanya menyisakan Aubree, dan Nathan. Aubree bangkit berdiri—lalu melangkah mendekat pada Nathan dengan langkah yang sangat anggun mendekat pada Nathan—yang sejak tadi tak henti memberikan tatapan tajam padanya.

“Apa kau merindukanku?” Aubree menundukan kepalanya, membisikan nada sensual di telinga Nathan. Pria itu sejak tadi masih duduk di tempatnya, dan tak bergerak sedikit pun.

“Apa kau sudah gila? Kenapa kau memakai pakaian seperti ini di meeting? Kau tidak lihat banyak pria yang melihat dadamu yang terbuka seperti itu, hah? Memangnya kau ini berada di pesta? Kau ini meeting, Aubree! Bukan di pesta atau pun klub malam!” seru Nathan yang sejak tadi menahan kesalnya.

Senyum di wajah Aubree terlukis melihat Nathan yang tampak kesal padanya. Bukannya tersinggung mendengar ucapan Nathan malah Aubree senang melihat Nathan yang kesal padanya. Terutama dikala mata Nathan yang persis menunjukan seperti laser ketika pria-pria tadi meminta nomor ponselnya. Sungguh, Aubree menyukai pemandagan di mana Nathan kesal padanya seperti ini.

Perlahan, Aubree mulai mendekatkan bibirnya pada bibir Nathan. Gadis itu benar-benar mengikis jarak di antara mereka. Hanya satu gerakan saja maka bibir Aubree sudah bersentuhan dengan bibir Nathan. “Apa kau cemburu, hm?” bisiknya sensual tepat di depan bibir Nathan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel