Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7. I'll Make Sure to Serve You the Best I Can

Aubree tersenyum sumiringah bahagia kala membayangkan tentang kemarin. Ya, kemarin dia menghabiskan waktu satu harian bersama dengan Nathan. Mulai dari memilih cincin. Lalu makan malam bersama. Dan terakhir ketika dirinya ketiduran di mobil; Nathan membopongnya, serta memindahkan ke kamarnya. Aubree sudah mendengar dari pelayan kalau Nathanlah yang memindahkannya ke kamar. Sungguh, membayangkan tentang Nathan yang membopongnya membuat hari Aubree menjadi berwarna. Gadis itu terus tersenyum bahagia.

“Sayang, kenapa kau senyum-senyum sendiri seperti itu?” Delina—ibu Aubree melangkah mendekat pada Aubree yang sedari tadi tak henti tersenyum.

“Mom?” Aubree mengalihkan pandangannya kala melihat ibunya kini sudah duduk di sampingnya.

“Apa yang membuatmu bahagia seperti ini, hm? Sudah lama rasanya Mommy tidak melihatmu sebahagia ini.” Delina membawa tangannya membelai rambut panjang Aubree. Dia memang sudah lama sekali tidak melihat putrinya tampak sebahagia ini. Sejak kepergian Hoshea—suami tercintanya sekaligus ayah Aubree kehidupan Aubree banyak berubah. Tak lagi pernah tersenyum. Bahkan Aubree menjadi menjauh dari banyak orang. Yang Aubree pikirkan hanyalah fokus pada perusahaan mendiang ayahnya.

Senyuman anggun Aubree terlukis di wajah cantiknya. Sepasang iris mata hijaunya menunjuakan rasa bahagia yang tak bisa lagi diungkapkan oleh kata. “Hal yang membuatku bahagia adalah Nathan, Mom. Dan sebentar lagi Nathan akan menjadi milikku sepenuhnya.”

Delina pun tersenyum. “Mommy bisa melihat dari matamu kalau kau begitu mencintai Nathan.”

“Mommy benar. Aku memang sangat mencintai Nathan.” Aubree menganggukan kepalanya. “Oh, ya, Mom. Aku ingin bertanya sesuatu.”

“Kau ingin tanya apa, Sayang?” ujar Delina seraya menatap putrinya itu.

“Besok aku ingin ke kantor Nathan. Kira-kira restoran apa yang enak, ya? Aku ingin membawakan makanan untuk Nathan,” jawab Aubree dengan senyuman di wajahnya. Dalam benaknya memikirkan makanan apa yang paling tepat dia bawakan untuk Nathan.

“Kenapa kau tidak masak saja untuk Nathan? Para pria biasanya akan menyukai makanan yang dibuatkan oleh wanita mereka. Kalau kau mau nanti Mommy atau pelayan bisa mengajarimu memasak,” ujar Delina memberi saran.

Aubree terdiam beberapa saat mendengar saran yang diberikan oleh Delina. Tampak sepasang iris mata hijau Aubree menunjukan sesuatu hal. Ya, memasak untuk Nathan adalah ide yang bagus. Terlebih sebentar lagi dirinya akan menjadi seorang istri. Tentu melayani suami adalah kewajibannya. Well, Aubree memang tidak mahir dalam mengelola bahan makanan menjadi makanan yang lezat. Lebih tepatnya Aubree belum pernah satu kali pun memasak. Hidup Aubree selalu dilayani oleh pelayan. Ditambah sekarang pun Aubree bekerja menggantikan ayahnya. Itu kenapa Aubree tidak pernah memasak.

“Mom, kau dan pelayan tidak perlu membantuku. Biar aku masak sendiri saja. Aku akan melihat di Internet cara memasak. Thanks, Mom. Sudah memberikan saran.” Aubree mengecup pipi Delina. Lalu dia melangkah dengan anggun meninggalkan ibunya menuju kamarnya. Tampak Delina mengukirkan senyumannya melihat putrinya itu tampak begitu bersemangat. Kehadiran Nathan di hidup Aubree seperti memberikan cahaya di ruangan yang telah gelap gulita.

***

Keesokan hari, Aubree sudah bangun lebih awal dan meminta pelayan menyiapkan bahan-bahan makanan. Aubree tidak mau dibantu oleh pelayan atau ibunya. Gadis itu masih bersikeras kalau dia mampu hanya cukup dengan membaca resep makanan yang ada di internet.

Dan hari ini Aubree akan membuatkan Langue de boeuf untuk Nathan. Menu makanan khas dari Prancis yang terbuat dari lidah sapi yang telah diiris tipis dengan bumbu-bumbu rempah khusus, serta dicampurkan oleh sayuran kecil-kecil. Ya, semuanya telah disiapkan termasuk bumbunya. Aubree sudah melihat di internet apa saja bumbu-bumbu rempah dalam membuat Langue de boeuf.

Kini Aubree mulai memakai apron yang ada di atas meja. Kemudian, dia mulai mengolah bahan-bahan. Sesekali gadis itu melihat tata cara memasak dari iPad-nya. Untuk menghidupkan kompor, Aubree sudah meminta bantuan pelayan.

Tampak wajah cantik yang terselimuti keangkuhan itu seperti mulai menunjukan keibuan kala Aubree memasak. Siapa yang sangka seorang princess yang hidup dengan segala kemewahan mau untuk turun ke dapur demi sang pujaan hati.

Dan ketika Aubree sudah selesai memasak, dia pun langsung tersenyum puas melihat masakannya sudah siap untuk disantap. Awalnya, Aubree ingin mencicipi masakannnya. Namun, Aubree memilih mengurungkan niatnya. Aubree ingin Nathan yang pertama kali mencoba masakannya.

“Nathan pasti suka masakanku,” kata Aubree dengan penuh percaya diri. Detik selanjutnya, Aubree meminta pelayan meletakan makanan yang sudah dia buat ke kotak makan. Kemudian, dia menuju kamar. Dia ingin berpenampilan secantik mungkin ketika bertemu dengan Nathan.

Tak berselang lama, saat Aubree sudah mengganti pakaiannya dengan dress bermodel one shoulder berwarna deep green—dia segera masuk ke dalam mobilnya. Ya, penampilan Aubree tampak seksi ditambah dengan make up bold. Gadis itu memang memiliki paras yang menawan. Hal itu juga yang membuat rasa percaya diri Aubree menjadi tinggi.

***

Sebuah mobil sport berwarna merah meluncur membelah kota Manhattan. Aubree melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Gadis itu bahkan tak memiliki rasa takut sedikit pun kala mobil yang dia lajukan dengan kecepatan di atas rata-rata. Lihat saja banyak sekali mobil yang ingin menyalipnya, namun Aubree segera memimpin. Aubree tak suka jika ada mobil yang berani menyalipnya.

Mobil Aubree mulai memasuki sebuah gedung pencakar langit yang ada di Manhattan. Gedung dengan logi ‘A’ di mana menandakan gedung milik Afford Group. Saat mobil sudah memasuki lobby, Aubree segera turun dari mobil—lalu memberikan kunci mobilnya pada pihak security untuk memarkirkan mobilnya di parkiran khusus.

Aubree melangkah dengan anggun memasuki lobby perusahaan. Sesekali banyak mata yang menatapnya. Namun, gadis itu tak mengindahkan sama sekali tatapan yang menatapnya. Aubree mengangkat dagunya, dia meletakan kaca mata hitamnya ke atas kepala. Lalu memasuki lift. Aura dingin, tegas, angkuh, dan berkelas begitu melekat di wajah Aubree Randall. Gadis itu memiliki mata seperti laser yang begitu tajam. Suara ketukan heels yang menggema. Bahka membuat orang terpesona dengan cara anggun Aubree berjalan.

Ting.

Pintu lift terbuka. Aubree melangkah keluar dari lift, dan hendak menuju ruang kerja Nathan. Namun tiba-tiba langkah Aubree terhenti kala melihat Cedric—asisten Nathan menghampirinya.

“Nona Aubree?” sapa Cedric yang tampak terkejut melihat kedatangan Aubree.

“Apa Nathan ada di ruang kerjanya?” tanya Aubree dengan nada datar, dan dingin.

“Tuan Nathan ada di ruang kerjanya tapi beliau sedang tidak bisa diganggu, Nona,” jawab Cedric sopan.

“Tidak ada kata tidak bisa. Aku calon istrinya. Aku berhak menemui Nathan.” Aubree tak mengindahkan ucapan Cedric. Dia langsung segera meninggalkan asisten Nathan itu—menuju ruang kerja Nathan. Refleks, Cedric terkejut kala Aubree menerobos masuk. Dengan cepat, Cedric segera mengejar Aubree.

Ceklek.

“Nathan—” Perkatan Aubree menggantung kala dirinya masuk ke dalam ruang kerja Nathan; dan Nathan baru saja selesai meeting.

Sepasang iris mata cokelat Nathan terhunus begitu dingin kala melihat kedatangan Aubree. Tampak rahang Nathan mengeras. Pun dia kesal karena Aubree menerobos ruang krjanya.

“Tuan Nathan maaf … saya sudah melarang Nona Aubree masuk tapi beliau memaksa untuk bertemu dengan Anda, Tuan.” Cedric menundukan kepalanya, dia segera minta maaf pada Nathan.

Nathan mengembuskan napas kasar mendengar ucapan Cedric. Detik selanjutnya, Nathan menggerakan kepalanya meminta para direktur yang tengah meeting dengannya untuk segera meninggakan ruang kerjanya. Pun Nathan meminta Cedric untuk pergi.

Hingga saat semua orang sudah pergi, Aubree melangkah mendekat padanya. Menatap Nathan dengan tatapan penuh kerinduan.

“Nathan—”

“Untuk apa kau ke sini, Aubree? Kau tahu aku sibuk tapi kenapa kau selalu saja mengganggu jam kerjaku.” Belum juga Aubree menyelesaikan ucapannya; Nathan sudah langsung menyela ucapan Aubree. Pria itu memberikan tatapan begitu dingin dan tajam untuk Aubree.

Wajah Aubree seakan tak mengindahkan ucapan Nathan. Dia malah duduk di depan Nathan sambil memberikan kotak makanan. “Aku datang ke sini karena membawakan makanan khusus masakanku. Ayo di makan.”

Nathan memejamkan mata lelah. Entah bagaimana cara mengusir gadis di depannya. Ingin rasanya Nathan menendang Aubree hingga ke planet pluto agar tak lagi bisa terlihat. Kepalanya nyaris pecah selalu bertemu dengan Aubree. Ditambah kegilaan gadis itu.

“Kau memasukan apa di makanan ini?” seru Nathan dengan tatapan penuh peringatan pada Aubree.

“Nathan, kalau aku mau menjebakmu tidak di kantormu. Aku akan menjebakmu di tempat lain,” jawab Aubree dengan nada santai dan anggun.

“Aubree,” geram Nathan penuh kekesalan.

“Bercanda, Sayang. Ayo makan. Aku sudah memasak untukmu. Kalau kau tidak mau makan, maka jangan harap aku mau pulang. Aku akan tetap di sini sampai kau makan makanan yang telah aku buat.” Aubree menyilangkan kaki kanannya bertumpu pada kaki kirinya. Tatapan anggun gadis itu tersirat Nathan begitu mendesak.

Nathan mengumpat dalam hati mendengar apa yang diucapkan oleh Aubree. Dia tak memiliki pilihan lain. Jika dia tidak mencoba masakan gadis aneh di depannya ini sudah pasti gadis aneh itu tidak akan mau pergi dari hadapannya.

Detik selanjutnya, Nathan menyambar kotak makanan yang ada di depannya. Lalu dia mengambil sendok dan mulai memakan masakan yang dibuat oleh gadis aneh itu.

“Makanan apa ini.” Nathan segera mengeluarkan lagi makanan yang dibuat oleh Aubree ke tisu. Tampak wajah Nathan begitu tak menyukai makanan yang dibuat oleh Aubree.

“Kenapa masakanku? Enak kan?” tanya Aubree dengan percaya diri.

Nathan menatap dingin Aubree. “Masakanmu ini pahit dan asin. Lihatlah di ujungnya bahkan ada gosong. Kau itu kalau tidak bisa memasak lebih baik tidak usah memasak!” decaknya kesal.

“Itu bukan gosong, Nathan. Tapi sedikit lebih matang. Rasanya pas. Tidak asin. Aku yakin itu. Aku sebelumnya sudah melihat di dinternet cara membuat lidah sapi khas makanan Prancis. Jadi tidak mungkin tidak enak. Kau pasti berbohong kan?” tuduh Aubree yang yakin kalau Nathan pasti mencari alasan.

“Makanlah. Kau coba sendiri masakanmu ini.” Nathan segera menyodorkan kotak makanan yang ada di tangannya pada Aubree, meminta gadis itu untuk memakan makanan yang dibuat oeh gadis aneh itu.

Aubree mengambil kotak makanan yang ada di tangan Nathan, lalu mulai mencoba makanan yang telah dia buat. Namun tiba-tiba Aubree langsung mengeluarkan kembali makanan itu dari mulutnya ke tisu—dan langsung membuangnya ke tempat sampah. Ya, apa yang dikatakan oleh Nathan adalah benar. Makanannya terasa pahit dan asin. Entah kenapa rasanya bisa seperti itu. Padahal Aubree sudah yakin kalau bumbu-bumbu yang dia campurkan benar.

“Bagaimana rasanya?” tanya Nathan setelah melihat Aubree memuntahkan sendiri makanan yang dibuat oleh gadis itu.

“Aku memasaknya terlalu matang, dan aku juga sedikit lebih bayak menaruh garam di makanan itu,” jawab Aubree membela diri.

“Terlalu matang? Itu gosong, Aubree. Bukan terlalu matang. Kau juga meletakan banyak garam. Bukan sedikit. Lebih baik kau tidak usah memasak dari pada kau memasak seperti membuat racun,” tukas Nathan kesal tak lagi bisa menahan emosi ketika berhadapan dengan gadis di hadapannya.

Aubree tak mengindahkan ucapan Nathan. Gadis itu bangkit berdiri. Lalu menundukan kepalanya pada Nathan yang duduk di hadapanya itu. “Maaf, Sayang. Lain kali aku akan membuatkan makanan lezat untukmu. Sebentar lagi aku akan menjadi istrimu. Aku pastikan akan melayanimu dengan sebaik mungkin.”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel