Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9

*Happy Reading*

"Kiri-kiri, Sist. Di sini aja." Aku menepuk pundak Nur, yang hari ini tumben baik hati mau nganterin aku pulang.

Nurhayati tepatnya, karna Nurbaiti sedang tidak masuk hari ini.

Si Nur pun mencebik kesal, dan menoyorku yang tadi iseng memperlakukannya seperti kang ojeg.

"Kunyuk! Ngelunjak emang lo, ya? Udah gue anterin. Bukannya makasih malah bikin gue kaya kang ojek," omelnya kemudian. Membuat aku terbahak saja.

"Abis lo mirip banget sama kang ojek jaman now. Sweater ijo sama helm ijo. Kan, gue salfok. Lo kayaknya benar-benar menghayati banget peran lo jadi kang ojek ya, Nur," sindirku di sela kekehanku.

"Bangke emang lo! Temen gak ada akhlak. Nama gue emang Nurhayati, kali! Dan gue--"

"POKOKNYA BELLA GAK MAU!!"

Ucapan Si Nur pun langsung terhenti, kala lengkingan suara Bella menginterupsi dari arah rumahnya. Membuat aku dan si Nur sontak menoleh ke arah sumber suara. Dan langsung melihat Bella tiba-tiba keluar dari sana. Sambil berlari sembarang arah.

Entah mau kemana itu bocah. Yang jelas, dia lari kenceng sekali.

"Anak lo kenapa?" tanya Nur asal. Membuat aku mendelik galak.

Sembarangan aja! Kalo kedengaran tetangga lain, gimana? Bisa salah paham orang-orang.

Permintaan si Bella kemarin aja udah bikin beberapa orang heboh mulai menggunjingkan aku. Eh, sekarang si Nur malah ingin menambahkan.

Makasih ,deh! Aku belum siap Virall.

Tak lama setelah kepergian si Bella. Bapaknya pun turut keluar dengan wajar gusar, bersama seorang wanita cantiiikkkkk sekali.

Kali aku gak lebay, loh. Cewek itu beneran cantik banget. Kek model luar Negri. Rambutnya aja agak pirang. Pokoknya tuh Cewek sukses bikin aku minder banget.

Btw ... siapa ya, dia? Calon istri Pak Dika. Wah! Saingan aku dong. Eh?

"Tan, kamu lihat Bella larinya ke arah mana?" tanya Pak Dika kemudian. Menghampiriku.

"Kesana, Pak." Aku menunjuk arah Bella lari tadi.

"Gimana, Dik?" tanya wanita itu yang baru sampai setelah aku menjawab pertanyaan Pak Dika.

"Kamu lebih baik pergi. Sudah aku bilang jangan ganggu kami lagi!" sentak Pak Dika keras. Membuat aku sampai terlonjak saking kagetnya.

Iya beneran aku kaget. Soalnya Pak Dika yang aku kenal itu, jangankan marah atau menyalak seperti tadi. Ngomong Aja jarang.

Nah, kalian bisa bayanginkan, gimana kagetnya aku.

"Tapi aku tetap ibunya, Dik. Aku berhak ketemu anakku."

Dan kekagetanku pun semakin bertambah dengan pernyataan wanita cantik ini.

Jadi ... dia ibunya si Bella.

Wagelasih! Pantes aja si Bella kaya boneka gitu mukanya. Emaknya licin banget tampilannya.

"Ibu yang gak pernah mengharapkan anaknya!"

"No! Itu gak benar! Kamu tau pasti alasanku meninggalkan kalian waktu itu, kan? Aku harus memanfaatkan kesempatan emas itu."

"Kalo begitu hidup saja dengan karir brengsek kamu itu. Jangan pedulikan kami lagi. Karna kami baik-baik saja tanpa kamu."

Mereka malah asyik berdebat berdua. Membuat aku dan Si Nur saling lirik tak enak hati.

Berasa kek nonton catatan hati suami secara live aku tuh.

"No, Dik! Please ... give me second chance!" Wanita itu terlihat memohon pada Pak Dika akhirnya. Sambil meraih lengan pria yang saat ini sedang memakai kaos oblong hitam itu.

Tunggu! Kayanya aku kenal itu kaos?

"In your dream!" sentak Pak Dika ketus. Membuat aku dan Si Nur kembali berjengit di tempat kami.

Ngagetin aja sih!

"Dik? Please ...."

"Sekali aku bilang tidak! Maka tidak Vero!"

"Tapi ..."

"Ekhem!" Aku pun akhirnya terpaksa berdehem keras. Karna mulai tak nyaman berada di tengah pertengkaran pasangan yang sepertinya pernah menikah itu.

Gila sih, ini aku baru pulang loh, masa harus jadi penonton drama live begini? Mana ... tetangga yang lain udah mulai ngintip-ngintip lagi dari pager. Nanti kalo mereka mengira ada cinta segitiga antara kami, gimana? Makin Virall aku.

"Mon maaf nih ya, Pak. Tapi ... kalian mau sampai berantem? Itu Si Bella udah keburu jauh, loh. Nanti bakal susah ngejarnya," beritahuku. Mencoba mengingatkan mereka pada Bella yang terlupakan.

Baik kan, aku?

"Kamu benar. Kalo begitu ayo cari Bella," balas Pak Dika kemudian. Sambil tiba-tiba meraih tanganku dan mengajak ku berlari ke arah yang ku tunjuk tadi.

Lah, kok dia malah jadi ngajakin aku? Salah alamat kayanya ini.

"Eh, eh, Pak! Salah .... salah ..." Aku mencoba menarik tanganku. Dan menghentikan langkah Pak Dika.

Pria itu pun menghentikan langkahnya dan menoleh ke arahku dengan bingung.

"Maksud kamu? Katanya tadi Bella lari ke arah sini?" Pak Dika pun ternyata tak kalah bingung.

"Ya, emang ke sana."

"Lalu, kenapa kamu bilang salah?"

Haduh ... pria ini, ya?

"Bukan itu maksud saya?"

"Lalu?

"Ck, maksud saya, Bapak salah narik. Ini tangan saya Bapak! Tangan ibunya Si Bella yang onoh!" Beritahuku, sambil menunjuk tangan mulus wanita cantik yang tadi berdebat dengannya.

Siapa sih namanya? Belum kenalan, ih!

"Dia benar!" sahut wanita itu, sambil melirikku tak suka. "Yang harusnya kamu gandeng itu aku! Bukan dia. Karna aku adalah ibunya Bella!" sambungnya. Seperti ingin menegaskan statusku di sini.

Wanita itu terlihat benar-benar tak bersahabat menatapku. Membuat aku refleks menelan saliva kelat hanya karna tatapannya itu.

Wah! Kayanya ada yang salah paham lagi di sini.

"Aku tidak salah." balas Pak Dika tiba-tiba. Sambil mengaitkan jemari kami makin kuat.

Degh!

Eh ... kok ... itu tangannya ...

"What do you mean, Mahardika?" tanya wanita itu dengan tatapan menyalang.

"Maksudku jelas. Aku memang tak salah menggandeng orang. Karna harus kamu tau. Dia ..." Pak Dika menunjukku tiba-tiba. "Adalah Ibu sambung buat Bella."

Eh, eh, Maksudnya apa itu?

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel