Bab 6 Tabib Misterius Gunung Timur
‘Tabib Misterius Gunung Timur’
“Ayah? Kalau kali ini aku lulus ujian kerajaan bagaimana kalau Ayah memberikan hadiah padaku?” Dania mencoba untuk membuat kesepakatan dengan Jiwenhu.
Jiwenhu segera beringsut mendekat dan menatap kedua mata putrinya dengan tatapan mata bingung.
“Katakan apa yang kamu inginkan?”
“Klinik obat di pasar, bagaimana kalau Ayah menyewanya untukku? Aku ingin membuka klinik di sana, aku juga akan menggabungkannya dengan toko obat! Di masa depan keluarga kita akan berjaya!”
Jiwenhu memikirkannya begitu lama, dia memang tidak sepenuhnya mempercayai perkataan Waning karena Waning selama ini tidak pernah memikirkan masa depan selain cinta butanya terhadap putra mahkota. Jiwenhu ingin memancingnya dengan bertanya pada Waning.
“Waning, apa kamu sudah tidak ingat lagi kalau kamu ingin mendapatkan hati putra mahkota? Selama ini ayah tahu kamu sangat mencintainya, sampai-sampai tidak peduli lagi dengan kami.”
“Ayah, jangan membahas masalah lain, menurutku akan lebih baik kalau keluarga kita berkembang lebih maju! Kami tidak mungkin terus menggantungkan hidup dari gaji Ayah sebagai tabib kerajaan, karena Ayah begitu dipercaya Raja aku rasa tidak sulit untuk mendapatkan izinnya untuk membuka klinik!” bujuk Dania.
Jiwenhu menghela napas panjang, ini pertama kalinya juga dia mendengar Waning mengambil keputusan untuk masa depan bahkan memikirkan keluarga.
“Ya, tapi kamu harus lulus ujian! Aku janji akan menuruti permintaanmu!”
Dania tersenyum cerah dia sangat senang dan langsung memeluk Jiwenhu.
Di luar pintu kamar Jiwenhu, Juan dan Butai sedari tadi mendengar percakapan antara Waning dengan ayah mereka.
“Ujian kerajaan? Keputusan yang bagus sekali!” seru Juan dengan senyum senang.
“Ya, akhirnya Waning sadar. Daripada mendekati putra mahkota dengan susah payah tanpa hasil lebih baik dia meningkatkan prestasi dirinya sendiri agar menjadi lebih berkembang hingga pesonanya mampu membuat pria seluruh kota jatuh bertekuk lutut! Aku rasa idenya kali ini lebih cemerlang! Trik-nya sangat berbeda dari gaya Waning sebelumnya!” timpal Butai.
“Waning bahkan merebus obat ramuan emas untuk jantung! Kamu tahu di kota ini belum ada satu orang pun tabib yang mampu meraciknya, panasnya api serta takaran dan waktu untuk memasukkan satu persatu jenis ramuan harus tepat! Tidak ada yang bisa melakukannya! Dengan ramuan emas jantung ini aku rasa Waning bisa menjadi pusat perhatian seluruh kota! Termasuk raja! Menurutku dia bukan Waning, Waning tidak akan bisa belajar secepat ini! Mustahil.” Juan berkata pada dirinya sendiri.
Butai mendengarnya lalu mendekati Juan. “Aku dengar di gunung ada seorang tabib terkenal tapi dia sangat sulit untuk ditemui, apakah kita bawa ramuan rebusan itu ke sana? Kita tanyakan pada tabib gunung apakah Waning benar-benar membuatnya apa dia membelinya dari tabib gunung? Atau jangan-jangan Waning kita sudah mati dibunuhnya lalu wanita aneh itu datang bersama Bibi Sumo untuk menggantikan Waning di rumah ini? Kamu tahu Jenderal Agung juga datang ke sini pagi-pagi sekali tadi. Bukankah Jenderal Agung selalu berhubungan dengan banyak penjahat di luar kota? Bagaimana kalau wanita yang mengaku sebagai Waning adik kita itu salah satunya?”
Juan mengernyitkan keningnya. “Kita pergi sekarang!”
Butai langsung menganggukkan kepalanya. Sore itu Waning dibawa oleh kedua kakaknya dengan kereta kuda menuju ke gunung untuk bertemu tabib terkenal.
Dania duduk di dalam kereta, Butai dan Juan duduk di depannya. Kusir membawa mereka menuju ke gunung, jarak yang ditempuh juga cukup jauh.
Dania merasa aneh dengan jalan yang mereka lalui karena sudah begitu lama pergi sampai sekarang juga belum sampai di tempat tujuan. Banyak pertanyaan muncul di dalam benak Dania.
Apa mereka kakak beradik sudah tahu aku bukan Waning? Jadi mereka membawaku ke gunung untuk membunuhku? Apakah dengan begitu Waning yang asli bisa kembali ke tubuh ini? Lalu bagaimana dengan diriku? Apakah aku akan mati setelah itu?
Tidak-tidak! Tidak benar! Mereka sudah bilang tujuan kita pergi kali ini karena akan menunjukkan ramuan emas pada tabib terkenal di gunung untuk memeriksa ramuan yang aku buat apakah benar atau salah. Wajar saja mereka tidak percaya, gadis bodoh seperti Waning tidak mungkin bisa berubah menjadi cerdas dalam waktu semalam! Haruskah aku jujur saja dan mengatakan kalau aku adalah Dania Ansel seorang dokter terkenal yang masuk ke dalam tubuh Waning? Bagaimana mungkin mereka akan percaya? Mereka akan berpikir kalau aku sudah gila lalu memenjarakanku di ruang tahanan bawah tanah kerajaan. Tidak! Aku tidak mau itu terjadi!
Dania memukul sisi kepalanya sendiri lalu melipat kedua tangannya dan memilih memejamkan kedua matanya.
***
Ketika tiba di tempat tujuan, hari sudah larut malam, klinik tabib terkenal juga sudah tutup. Namun ketika Dania menginjakkan kakinya di beranda rumah sang tabib tiba-tiba kabut muncul dan pintu terbuka, kabut tersebut masuk ke dalam rumah lalu berubah wujud menjadi sosok pria tua dengan tongkat di genggaman tangan kanannya.
Apakah pria tua ini adalah siluman gunung? Jangan-jangan dia dewa iblis yang akan memakanku di gunung! Batin Dania.
Juan dan Butai juga terlihat pucat gemetaran.
“Masuklah ke dalam! Ramalan itu benar-benar terjadi, tepat malam ini saat bulan purnama, Dewi bulan akan turun di gunung ini. Aku sudah tidak sabar menunggu!”
Mendengar pria tua berkata demikian, Dania langsung menoleh ke arah Juan dan Butai yang sedari tadi berdiri di sisi kiri dan kanannya.
“Aku?” tanya Dania sambil menunjuk batang hidungnya sendiri pada kedua kakak laki-lakinya.
“Kita masuk saja dulu!” balas Juan dengan ekspresi wajah tidak menentu.
“Kalian masuklah!” perintah pria tua itu lagi.
Dania segera masuk ke dalam lalu duduk di ruangan utama. Dania bersama kedua kakaknya saling bertukar pandang satu sama lain.
“Katakan apa yang membawa kalian datang jauh-jauh ke sini?” tanya pria tua itu pada mereka bertiga.
Juan segera mengeluarkan guci kecil berisi rebusan ramuan emas dengan tutup yang dia bawa dari rumah.
“Saya datang untuk memeriksa ramuan ini, adik saya Waning bilang bahwa dia sudah membuatnya sendiri. Setahu saya hanya tabib terkenal yang mengetahui ramuan emas jantung, jadi kami ragu padanya,” ujar Juan.
Pria tua tersebut mengambilnya lalu melepas tutupnya dan menuang rebusan ke dalam cangkir teh di meja. Dari warna dan aromanya, ramuan itu memang benar adalah ramuan emas jantung yang terkenal. Akan tetapi ramuan tersebut masih sempurna dalam keadaan dingin seperti sekarang. Bahkan warnanya juga tidak berubah. Dicicipinya ramuan itu sedikit dan kedua bola matanya terlihat berbinar seperti menemukan barang berharga. Dugaannya tidak keliru, ramuan di tangannya sekarang lebih sempurna jika dibandingkan dengan buatannya sendiri.
“Waning?” Pak Tua mengernyitkan keningnya.
“Sa-saya, Waning!” Dania menyahut.
“Apakah ada yang salah? Ramuan itu salah, bukan?” tanya Juan pada Pak Tua.
“Kamu diamlah! Aku ingin dengar apa pendapat dari Pak Tua!” Tukas Dania dengan tidak sabar.
“Ramuanmu sempurna! Terlalu sempurna!” ujar Pak Tua. Pak Tua berdiri dari kursinya lalu masuk ke dalam dan keluar lagi dengan sebuah gulungan di tangan.
Dania menatap ke arah gulungan kertas dengan tatapan mata curiga, begitu juga Juan dan Butai, dua kakak Waning sangat penasaran dengan benda yang dibawa oleh Pak Tua.
“Ini adalah lukisan wajah Dewi bulan, ramalan mengatakan Dewi bulan adalah titisan dari Dewi penyembuh. Sudah diramalkan dia akan datang menjelang seratus tahun semenjak kedatangannya sebelumnya.”
Butai langsung menyahut. “Seratus tahun?”
“Ya, seratus tahun sekali! Masalah ini harus dirahasiakan!” ujar Pak Tua pada mereka bertiga.
“Jika seratus tahun yang lalu, apakah Pak Tua sudah hidup sejak waktu itu? Artinya Pak Tua di depan kita sekarang benar-benar bukan manusia? Tidak ada manusia yang hidup lebih dari seratus tahun!” Juan berbisik pada Dania dan Butai.
Butai, Juan, dan Dania menatap lukisan tersebut. Wajah di lukisan memang mirip dengan sosok Dania.
Dania menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Setelah memikirkannya beberapa kali dia masih tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Pak Tua tadi.
“Ramalan? Di zaman modern hanya ada ramalan cuaca, apa di sini mereka juga melakukan ramalan seperti itu? Seratus tahun yang lalu kedatanganku sudah diramalkan? Aku rasa bukan hanya aku yang gila di sini.” Dania berkata pada dirinya sendiri.
