Bab 14
Aisyah baru saja menutup Al-Quran di tangannya saat ia telah menyelesaikan bacaannya. Ia kemudia menautkan kedua tangannya dan menengadahkan kepala ke atas, bersimpuh tanpa daya upaya di atas hamparan sajadah. Ia menyebutkan nama Raihan dalam doa nya, memintanya untuk di jadikan takdirnya, jodohnya dan imamnya. Perasaannya semakin hari semakin melabuh tinggi dan harapannya semakin besar pada Raihan.
Hampir setiap bertemu, ia hanya mampu mencuri pandang pada Raihan. Dan ia ingin hatinya ini mendapatkan kepastian. Dan Aisyah berharap Allah segera memberikan jawaban untuk cinta dalam diamnya itu.
Aisyah menyelesaikan doa nya, dan termenung sesaat sampai sebuah ketukan pintu menyadarkannya.
"Ais, ada tamu di depan," seru Amierra.
"Iya Umi," jawab Aisyah. "Siapa yang bertamu malam-malam begini," gumamnya.
Ia beranjak dari duduknya dengan mengambil tongkatnya setelah melepaskan mukena yang ia gunakan. Ia berjalan mendekati ranjang dan mengambil kerudung dan menggunakannya.
Ia berjalan perlahan keluar pintu, dan terus berjalan menuju ruang tamu.
"Raihan?" gumamnya saat sampai di ruang tamu dan melihat Raihan sedang berbincang dengan kedua orangtuanya.
"Assalamu'alaikum bu Guru," sapa Raihan dengan senyuman khasnya.
"Wa'alaikumsalam," jawab Aisyah dan mengambil duduk di sofa single. "Emm,, ada apa?" tanya Aisyah saat tak ada yang membuka suara.
"Aisyah..." Aisyah mengernyit saat mendengar Raihan memanggil namanya lengkap. "Aku datang kemari ada maksud tertentu."
Aisyah masih menunggu lanjutan ucapan Raihan.
"Bismillahirohmanirohim... Om, Tante, Ay, aku datang kemari untuk melamar Aisyah kepada Om dan Tante."
Deg
Deg
Deg
Aisyah termangu di tempatnya mendengar ucapan Raihan barusan.
"Aku telah berbicara dengan kedua orangtuaku dan mereka mendukungku sepenuh hati. Kalau Om dan Tante menerima lamaranku ini, akhir pekan ini aku akan kembali datang bersama kedua orangtuaku untuk melamar Aisyah."
"Bagaimana Ais?" tanya Djavier menyadarkan Aisyah dari keterpakuannya.
"Eh...?"
"Umi dan Abi menerima niat baik dari nak Raihan untuk melamar Aisyah," seru Djavier. "Tetapi keputusan tetap ada pada Aisyah, putri kami. Bagaimana Ais?" tanya Djavier sekali lagi.
Aisyah menatap Uminya yang terlihat sangat bahagia dan Abinya yang penuh pengertian, dari tatapannya seakan berkata kalau Abi akan selalu mendukung apapun yang menjadi keputusan Aisyah.
"Aku..." Aisyah menatap ke arah Raihan yang terdiam menanti jawabannya. "Kenapa kamu ingin aku menjadi istrimu?" tanya Aisyah.
"Karena hatiku memilihmu," jawaban Raihan dengan lugas.
"Apa yang membuat hatimu memilihku?" tanya Aisyah seakan ingin jelas.
"Karena Allah sudah berkehendak, apa ada yang salah?" tanya Raihan sedikit gemas karena Aisyah begitu berbelit-belit.
"Aku takut kamu menyesal," seru Aisyah. "Usia kita..."
"Tidak ada yang menjadi keraguan untukku, dan aku sudah memikirkan semua ini dengan begitu matang. Insa Allah aku tidak salah memilih, dan aku juga tidak akan menyesal," ucap Raihan dengan sangat pasti membuat Aisyah terdiam.
"Ay, apa kamu mau menjadi istriku? Menghabiskan waktumu untuk menemaniku dan melahirkan anak-anakku?" tanya Raihan terlihat begitu tulus dan penuh harapan.
"Bismillah... aku menerima lamaran kamu," gumam Aisyah menundukkan kepalanya dengan wajah yang merona karena malu.
"Alhamdulillah..." seru Raihan sangat senang.
Amierra dan Djavier ikut bahagia melihatnya. Mereka yakin, Raihan adalah pria baik yang akan mampu membahagiakan putri bungsunya itu.
***
Hari ini adalah pertama kalinya Raihan menjemputnya sebagai pasangan ta'arufnya. Tadi pagi Raihan tidak sempat mengantarnya ke sekolah karena ada meeting pagi di restaurantnya. Dan sekarang akan menjemputnya.
Aisyah tersenyum saat membaca pesan dari Raihan.
Kekasih ta'aruf
Ay... aku sudah sampai. Kamu sudah selesai mengajarnya?
Entah kenapa kali ini setiap mendapatkan pesan dari Raihan, hati Aisyah selalu berdebar dan berbunga seperti banyak kupu-kupu yang tinggal di dalam hatinya. Aisyah membalas pesan Raihan kalau dia akan segera keluar.
Sebelum keluar dari ruangannya, untuk pertama kalinya Aisyah memperhatikan dandanannya. Ia merapihkan kerudungnya dan menambahkan pewarna bibir yang sesuai warna bibir dan bergegas membereskan barang-barangnya sebelum akhirnya beranjak pergi meninggalkan ruangan.
Ema memperhatikan sikap Aisyah itu dan ia merasa begitu iri. Ia membuntuti Aisyah dan melihat saat Raihan menuruni mobil miliknya dan membukakan pintu penumpang untuk Aisyah. Sebelum akhirnya Raihan kembali menaiki mobil dan berlalu meninggalkan area sekolah.
"Aisyah itu tidak cocok dengan pria sesempurna Raihan!" gerutu Ema dengan sangat kesal.
---
Di dalam mobil keduanya sama-sama diam dan fokus menatap ke depan.
"Ay, weekend ini aku dan orangtuaku jadi akan datang ke rumahmu yah," seru Raihan.
"Oh iya, nanti aku akan bicarakan dengan Umi dan Abi," seru Aisyah.
"Aku tidak ingin menunggu lama-lama lagi, lagipula kita nggak berpacaran, kita sedang menjalani ta'aruf. Sepertinya perkenalan ini sudah cukup," seru Raihan. "Menurutmu bagaimana kalau pernikahan kita di percepat?"
"Apa?" pekik Aisyah sangat syock mendengarnya.
"Kenapa? Apa kamu tidak ingin kita berpacaran halal?" tanya Raihan melirik Aisyah.
"Bukan begitu, tetapi hanya terlalu terburu-buru," kekeh Aisyah. "Hubungan kita baru saja di mulai, sekarang sudah membicarakan pernikahan."
"Memangnya kamu ingin kita seperti ini berapa lama?" tanya Raihan.
"Aku tidak tau, hanya saja aku ingin kita benar-benar saling mengenal satu sama lain," ucap Aisyah.
"Dan berapa lama itu?" tanya Raihan.
"Ya aku tidak tau, jalani saja," seru Aisyah.
"Tidak bisa begitu dong Ay. Aku tuh harus segalanya terencana dengan baik. Dan harus pasti, aku tidak ingin membuang-buang waktu," seru Raihan. "Semakin lama kita seperti ini, semakin besar dosa yang akan kita tanggung. Bagaimana kalau aku tidak mampu menahan syahwatku?"
"Iya gak gitu juga, aku juga tidak ingin berlama-lama."
"So?" seru Raihan.
"Ya jalani saja dulu untuk sekarang," ucap Aisyah keukeuh.
"Yang konsisten Ay, berapa lama? Satu minggu, dua minggu, satu bulan? Apa satu setengah bulan?" seru Raihan.
"Itu termasuk cepat," keluh Aisyah menepuk jidatnya sendiri.
"Iya makanya katakan yang jelas, kalau menurutku itu sudah lama lho Ay. Dalam sehari saja, kita lebih banyak melakukan dosa di bandingkan mencari pahala. Di kalikan satu bulan alias 30 hari, udah setumpuk apa tuh dosa," seru Raihan begitu terperinci.
"Oh ayolah Rai," seru Aisyah. "Kenapa jadi perhitungan seperti itu."
"Itu perlu Ay, kita tidak tau berapa lama kita hidup di dunia ini. Bisa saja besok atau mungkin satu jam dari sekarang kita meninggal, kan tidak ada yang tau."
"Menikah juga butuh persiapan," ucap Aisyah.
"Iya aku tau, nah berapa lama waktu yang kamu butuhkan untuk persiapan pernikahan dan perkenalan itu? Karena masalah persiapan pernikahan, dalam satu minggu pun bisa selesai," ucap Raihan dengan santai.
"Ini hari pertama kita dengan status baru, Rai. Dan kamu malah mengajakku berdebat," seru Aisyah.
"Aku hanya ingin yang pasti-pasti saja, Ay."
"Kita bicarakan masalah ini nanti bersama orangtua kita," jawab Aisyah akhirnya yang lelah berdebat dengan chef tampan di sampingnya itu.
***
