Pustaka
Bahasa Indonesia

THE JERK BILLIONAIRE

75.0K · Tamat
Bebbyshin
45
Bab
20.0K
View
8.0
Rating

Ringkasan

Saat Aderaldo Cetta Early menginginkan sesuatu atau seseorang, tidak boleh ada yang menghalanginya. Baginya Naara Kiva memenuhi semua syarat yang ia cari dan inginkan. Menjadikannya kekasih adalah pilihan yang tepat bagi pria itu. Di mata Early, hubungan mereka baik-baik saja, hingga Naara mengacaukan semuanya. Kehidupan Naara seakan jungkir balik ketika dipaksa menjadi kekasih pria otoriter dan kejam yang baru saja ia kenal. Lebih menyedihkannya lagi Naara hanya dianggap mainan oleh pria itu. Early seakan tidak pernah serius dengannya. Naara tidak menginginkan hubungan tanpa perasaan, namun ia juga tidak bisa melupakan Early. Ikuti setiap part-nya dan kalian akan menemukan jawabannya ❤️

RomansaMetropolitanBillionaireDewasaCinta Pada Pandangan PertamaKampusPernikahanSweetBaperSalah Paham

TJB - 01

Happy Reading!!!

?????

"Bagaimana dengan kuliahmu? Jika kau memerlukan sesuatu katakan saja dengan paman dan bibi, kami akan berusaha untuk memenuhinya," ucap Bibi Audrey pada Naara.

"Semuanya berjalan dengan baik, Bi. Aku tidak memerlukan apa pun untuk saat ini. Jangan khawatir, jika aku membutuhkan sesuatu, aku pasti akan mengatakannya padamu," kata Naara sambil mengelus pipi Audrey lembut.

Wanita paruh baya itu tersenyum mendengar ucapan sang keponakan yang sudah ia anggap anak kandungnya sendiri.

"Baiklah kalau begitu," ucap Bibi Audrey.

Naara berdiri dari tempat duduknya, mengambil tas serta segera memakai flat shoes kesayangannya.

"Aku harus pergi sekarang. Aku ada janji bertemu dosenku. Aku mencintaimu, Bi," Naara mengecup kedua pipi Audrey dan bergegas pergi ke kampusnya.

Naara Kiva, seorang gadis muda berusia dua puluh tahun. Saat ini sedang kuliah semester enam di University of Bonn yang terletak di kota Bonn, di utara Rhine-Westphaliaang, Jerman.

Naara adalah salah satu gadis keturunan Indonesia - Australia yang saat ini sedang menetap di Jerman. Gadis itu menumpang tinggal bersama bibi dan pamannya, adik kandung ibu Naara. Kedua orangtua Naara sudah meninggal pada saat Naara berusia lima belas tahun pada kecelakaan pesawat.

Beruntungnya, Naara merupakan salah satu gadis yang cukup cerdas sehingga bisa kuliah dengan mengandalkan beasiswa di salah satu dari Universitas terbaik di Jerman itu

?????

"Naara...," teriak seseorang dari arah belakang Naara.

Naara mendengar panggilan itu, tapi ia memilih untuk mengabaikannya. Sesekali menjahili orang lain sepertinya tidak masalah. Wanita itu terus berjalan santai.

Tepukan di pundaknya membuat Naara berhenti. Telapak tangan besar yang pertama kali ia lihat.

"Oh, sial. Kau mengerjaiku ya? Teriakanku cukup keras, tidak mungkin kau tidak mendengarnya," gerutu pria berwajah oriental di samping Naara.

"Aku tidak mendengar apa pun," jawab Naara tanpa ekspresi.

Pria itu menyugar rambutnya dan mengatur napasnya perlahan akibat berjalan tergesa untuk menyamai langkah kaki Naara.

Naara tersenyum tertahan melihat raut wajah kesal sahabat sekaligus pria yang ia sukai diam-diam. Naara menyodorkan beberapa lembar tisu pada pria itu dari tasnya.

"Maaf. Sudah membuatmu berkeringat pagi-pagi," ucap Naara dengar cengiran jahilnya.

"Sudah ku duga, kau menjahiliku," ucap Xion tersenyum sambil mengelap dahinya.

Tibra Xion, pria tampan berwajah perpaduan Chinese - Perancis, sahabat Naara sejak dari Senior High School. Xion adalah sahabat pertama Naara ketika pindah ke Jerman.

" Jadi, kau marah padaku?" tanya Naara pada Xion.

"Tidak. Aku hanya kesal, kenapa kau menyebalkan," keluh Xion.

"Ck! Pria tukang merajuk," ejek Naara dan wanita itu melangkah lebih cepat meninggalkan Xion sendirian.

Sepanjang jalan Naara menangkap suara gadis-gadis kampusnya yang menyapa Xion dengan genit. Tidak bisa dipungkiri, Xion memang menjadi salah satu pria yang diminati para wanita di kampusnya. Pria itu cukup ramah dan juga terkenal suka membantu sesama.

Rasa kesal dan cemburu menghinggapi relung hati Naara namun, ia tidak bisa melakukan apapun selain diam. Ia tidak ingin merusak hubungan persahabatan yang sudah terjalin bertahun-tahun.

Xion merangkul Naara dari belakang secara tiba-tiba membuat wanita itu berjengkit kaget. Semburat merah muncul di pipi Naara. Naara sesegera mungkin melepas rangkulan Xion dan memasang raut wajah datar.

Xion menunjukkan sekotak cokelat dalam genggamannya pada Naara.

"Cokelat dari fans?" tanya Naara dan Xion mengangguk.

"Aku tidak tega untuk menolaknya," kata Xion dan Naara hanya ber-oh ria menanggapinya.

"Kau sudah berbicara dengan bibimu mengenai study banding kita yang ditawarkan oeh Mr. Kellan?" tanya Xion.

Naara duduk di salah satu kursi yang ada di koridor kampusnya sambil menghela napas sebelum menjawab pertanyaan Xion.

"Aku belum mengatakan apapun," kata Naara sambil memilin jari jemarinya.

Xion dengan cepat mengambil tempat duduk di samping Naara. "Kenapa? Bukankah itu gratis? Kita tidak mengeluarkan sepeserpun uang untuk belajar di sana," kata Xion.

Naara memandang lekat Xion dengan ekspresi bingung.

"Aku tidak ingin membebani paman dan bibiku untuk membiayai hidupku selama tiga bulan di Berlin. Honor pemotretanku baru akan dibayar setelah dua bulan ke depan," cerita Naara.

Xion menggenggam telapak tangan Naara dan perlakuan itu membuat jantung Naara kebat kebit.

"Aku akan membantumu selama di Berlin. Tidak perlu risau, Naara sayang," ucap Xion lembut.

"Aku tidak ingin belajar sendirian di sana. Aku akan rindu berat jika berjauhan darimu. Aku akan membantumu berbicara dengan paman dan bibimu jika mereka tidak mengizinkanmu,"

"Di sana kita akan mendapatkan teman-teman baru serta pengalaman baru. Oh, ayolah bersemangat. Bukankah kau sangat bermimpi bisa mencicipi kuliah di kampus terbaik di Negara ini, apalagi ini secara cuma-cuma," bujuk Xion.

Naara berdecih. "Kau pintar sekali merayu dan menghasut orang. Bukankah kau mau tebar pesona di sana?" sindir Naara.

Xion menarik hidung Naara membuat gadis itu mendelik kesal. "Kau cemburu? Kau takut tersaingi? Oh, come on, kau selalu berada di tempat paling istimewa di hatiku, Naara sayang,"

"Ucapanmu menjijikan," Naara pura-pura bergidik geli padahal di dalam hatinya senang bukan kepalang mendengar ucapan Xion tadi.

"Jadi kau mau kan, terima tawaran itu?" rengek Xion.

Naara tertawa geli melihat tingkah konyol Xion yang kekanakan padanya.

"Kita lihat saja nanti," ucap Naara akhirnya.

?????

Setelah berbicara dan berdiskusi panjang dengan paman dan juga bibinya. Naara memutuskan untuk menerima tawaran yang diberikan Mr. Kelan.

Di luar dugaan, keluarganya itu begitu antusias dan semangat mendengar jika Naara mendapatkan kesempatan langka itu. Mereka segera mencari tempat tinggal untuk Naara selama di Berlin nanti, meskipun bukan apartmen mewah yang disewakan hanya sebuah flat kecil sederhana, tapi cukup membuat Naara bahagia serta begitu berterima kasih.

Freie Universitat Berlin, menjadi universitas terpilih yang akan menjadi tempat belajar Naara dan Xion selama tiga bulan ke depan. Sungguh bagi Naara ini adalah kesempatan emas yang tidak bisa dirinya sia-siakan. Untuk bisa masuk ke universitas ini dengan jalur beasiswa tentu harus melewati perjalanan yang sulit. Dan kali ini, dirinya diberikan kesempatan cuma-cuma oleh Universitasnya untuk merasakan pendidikan di situ. Bagaikan mimpi yang jadi kenyataan.

"Wow... rasanya seperti mimpi bisa menginjakkan kakiku kemari. Amazing place!" seru Naara antusias saat memasuki gedung kampus yang cukup besar dan megah.

"Kenapa harus tiga bulan kita di sini. Seharusnya kita berada di sini sampai lulus saja. Aku akan terlihat begitu keren pastinya," ucapan Xion membuat Naara memukul lengan Xion cukup keras.

"Dengar, ini semua lebih dari cukup untuk kita berdua. Jadi, simpan saja keluhanmu itu, pria tukang tebar pesona," kata Naara memperingati Xion.

"Baiklah, Naara sayang," ucap Xion yang lagi-lagi membuat jantung Naara berdebar tak karuan.

Mereka berdua berjalan mengikuti arahan sebuah peta kampus yang dipegang oleh Naara. Akhirnya mereka sampai di perpustakan sesuai arahan dari kampus asalnya.

Keduanya ternyata di sambut baik oleh salah seorang mahasiswi yang sudah menunggu kedatangan keduanya. Seorang gadis cantik berambut kuning kecokelatan dan memiliki lesung pipi tersenyum menghampiri Naara dan juga Xion.

Seorang gadis cantik berambut kuning kecokelatan dan memiliki lesung pipi tersenyum menghampiri Naara dan juga Xion

"Hai... kenalkan, aku Stephanie, kalian bisa panggil aku Hanie. Kalian berdua Naara Kiva dan Tibra Xion bukan?" Mahasiswi cantik itu memperkenalkan dirinya.

Naara segera balik menjabat tangan Hanie sambil tersenyum.

"Halo, aku Naara Kiva. Kau bisa memanggilku Naara. Senang berkenalan denganmu, Hanie," ucap Naara.

"Aku Tibra Xion, panggil aku Xion. Senang berkenalan denganmu," Xion ikut berkenalan.

"Aku mahasiswa yang dipilih oleh Kampus untuk mengajak kalian berdua untuk berkeliling, memperkenalkan kampus ini," jelas Hanie.

Dan mereka bertiga mulai berkeliling kampus. Hanie menjelaskan dengan detail setiap sudut kampus dengan semua informasi yang ia punya. Ia berharap Naara maupun Xion tidak tersesat nantinya jika mereka berjalan sendiri untuk mencari ruangan belajar.

Kampus itu begitu luas dan sedikit membingungkan untuk orang baru seperti Naara dan Xion, tapi sebisa mungkin mereka mengingat-ingat semua tempat di sana.

"Hanie, apa ada toilet di sekitar sini?" tanya Naara membuat Hanie dan juga Xion berhenti sejenak.

"Oh, tentu saja. Letaknya tidak jauh dari sini. Kau bisa berjalan melewati dua ruangan itu dan belok kiri. Apa kau ingin aku temani?" jawab Hanie pada Naara.

"Lebih baik kau temani saja Naara. Dia sering tersesat bahkan di kampus kami saja, dia sering tersesat. Dia itu suka lupa ingatan," canda Xion yang dihadiahi pukulan kecil dari Naara pada pundaknya.

"Baiklah, kalau begitu, kami ke toilet dulu," Hanie mengapit lengan Naara seakan mereka sudah berteman lama.

"Jangan kemana-mana, duduk manis di sini saja. Aku dan Hanie hanya ke toilet sebentar dan ingat berhentilah tebar pesona," Naara memberi peringatan pada Xion yang membuat Hanie tertawa.

?????

Toilet mahasiswa di sana cukup luas, besar, dan sangat bersih membuat Naara berdecak kagum saat kakinya melangkah masuk ke dalam. Jarak antara wastafel dan juga bilik ruang toilet cukup lebar.

"Toilet terbaik yang pernah aku lihat," gumam Naara dan Hanie hanya tersenyum mendengarnya.

"Aku akan menunggumu di sini," kata Hanie sambil mencuci tangan di wastafel dan Naara berjalan menuju pintu toilet.

Namun belum sampai kakinya melangkah masuk toilet, alangkah terkejutnya ia menemukan pemandangan tidak senonoh yang membuat matanya ternodai.

Seorang wanita sedang berjongkok di depan tubuh jangkung seorang pria. Tidak sengaja mata pria itu dan Naara bersitatap. Pria itu hanya berdiri menyandar di dinding dengan menampilkan raut wajah bosan. Naara menggeleng dan mundur perlahan sambil menormalkan kinerja jantungnya yang berdetak kuat bahkan jika bisa melompat, jantungnya sudah keluar dari tempatnya.

Pria itu menyingkirkan wanita yang sedang berjongkok di depannya dan mengambil tisu serta menutup cepat resleting celana jeansnya saat Naara berjalan tergesa ingin meninggalkan toilet itu.

"Pria sinting!" umpat Naara dan Hanie terkejut saat Naara menariknya paksa keluar toilet.

"Hei... keep calm, Naara. Ada apa sebenarnya?" Hanie berganti menarik paksa lengan Naara agar mereka berhenti sejenak. Wajah Naara memerah menahan kekesalannya.

"Di dalam toilet itu ada seorang pria. Oh yang benar saja. Dan dia sedang bertindak mesum dengan wanitanya. Ya Tuhan, mataku ternodai. Sialan sekali," jelas Naara dengan sedikit gemetar.

Hanie menoleh ke belakang dan mendapati seorang pria yang begitu populer di Berlin sedang menatapnya, bukan! Menatap Naara sepertinya, yang sudah mengganggu aktivitasnya.

"Aderaldo..." gumam Hanie.

"Kau melihat pria itu?" bisik Hanie dan Naara menoleh ke belakang mendapati seorang pria yang ia lihat di dalam toilet tadi dan sesegera mungkin Naara membuang wajahnya menoleh arah lain.

"Iya. Pria mesum, sialan!" umpat Naara lagi.

"Jangan sampai kau berurusan dengannya. Sebisa mungkin lebih baik kau abaikan saja, apa yang kau lihat saat dia beraktivitasn apapun itu," nasihat Hanie pada Naara.

"Memangnya siapa dia?" tanya Naara polos.

"Kau tidak tahu siapa dia? Kau yakin? Aku pikir dia orang yang terkenal bahkan lebih terkenal dirinya dibanding aktor top negara ini," Naara menggeleng tidak paham.

"Dia Aderaldo Cetta Early. Mahasiswa S-3 dan sekaligus seorang pengusaha muda yang populer. Kekayaannya berlimpah ruah, ditambah fisik yang mendekati kata sempurna. Banyak sekali wanita yang dekat dengannya, hanya saja tidak ada yang bertahan lebih dari tiga hari. Ia tidak suka dibantah dan juga kasar. Untuk itu, lebih baik menghindarinya dibanding mencari perkara dengannya," jelas Hanie detail.

Naara menggeleng tidak percaya. "Seperti tidak ada pilihan pria lain saja,"

"Banyak, tapi tidak ada yang lebih tampan dan kaya seperti Aderaldo," jawab Hanie.

"Apa kau juga salah satunya?" tanya Naara.

"Dulu ya, sekarang tidak lagi. Karena aku yakin, aku bukan tipe wanita pilihannya," kata Hanie santai.

"Kau harus berhati-hati agar tidak ikut jatuh cinta padanya," Hanie memperingatkan Naara.

"Hah? Aku? Tidak akan. Aku tidak akan jatuh cinta padanya. Ada pria lain yang jauh lebih menarik dibanding dia. Pria mesum itu sama sekali jauh dari tipeku," jawab Naara.

"Hmm... benarkah? Apa karena kau sudah memiliki Xion, jadi kau berbicara seperti ini," tebak Hanie.

Naara salah tingkah dan sedikit gugup sedangkan Hanie menyadari perubahan ekspresi Naara.

"Mari kita lupakan pembicaraan ini. Xion pasti sudah bosan menunggu kita," Naara mencoba mengalihkan pembicaraan mereka.

Hanie memakluminya dan mengangguk. Keduanya kembali berjalan menuju tempat mereka meninggalkan Xion sendirian.

?????

Pria bertatapan mata tajam yang aktivitasnya terganggu berdiri menyandar di dinding menatap punggung wanita yang menurutnya cocok untuk menjadi mainan barunya.

"Wajah yang tidak pernah ku lihat sebelumnya dan sepertinya bisa ku jadikan mainan baruku. Mari bersenang-senang nanti," gumam Aderaldo dengan senyum miring di wajah tampannya.

?????

KOMEN YAAAAHH