Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 1

BAB 1

HAPPY READING

***

Ernest meneguk beer nya hingga habis tidak tersisa. Ia menuangkan beer lagi yang di dalam botol ke gelas, ini sudah tiga gelas ia teguk, ia melihat beberapa orang masuk dari arah lobby. Semakin malam suasana malam semakin ramai. Sebenarnya tidak ada yang special dari PUB ini, hanya tempatnya strategis dekat stasiun Victoria, staff nya juga sangat ramah dan harganya standar.

“Anda sendiri?” Tanya Jack kepada Ernest, ia sudah mengenal Ernest sejak tahun lalu, karena Ernest merupakan pelanggan setianya.

Ernest tersenyum, “Iya.”

“Di sana ada wanita cantik, dari tadi hanya diam meneguk beer, sepertinya kalian sama-sama dari Asia.”

Ernest menoleh ke belakang ia menatap seorang wanita duduk di kursi dekat jendela, dia mengenakan blazer panjang berwarna coklat, rambutnya panjang berwarna coklat terang. Dia sedang menatap ke luar, seolah menunggu seseorang. Ia tidak tahu siapa yang wanita itu tunggu. Ia tahu kalau wanita itu berasal dari asia, terlihat dari struktur wajahnya dan iris matanya yang gelap.

“Kamu kenal?” Tanya Jack lagi kepada Ernest.

“Tidak, saya tidak kenal,” ucap Ernest, ia kembali meraih gelasnya, dan lalu meneguknya.

“Sebaiknya kamu kenalan, dia lumayan cantik menurut saya,” ucapnya lagi.

Ernest menarik nafas beberapa detik, ia mengabaikan wanita itu. Ia lalu teringat dengan Krystal, mantannya dulu ketika SMA. Ia dan Krystal sempat bertemu di acara reuni kemarin, dan menjalin hubungan lagi. Namun ia sekarang mendengar berita kalau mantannya itu sudah menikah. Ia memang tidak patah hati, hanya saja harapannya kandas untuk menjalin cinta kepada wanita itu. Namun saat ini dia justru bersama pria lain. Ah, sudah lah, ia tidak perlu memikirkan wanita yang jelas bukan yang ditakdirkan untuknya.

Ernest memakan kerpik ikan yang ada di samping botol beer nya. Ia melihat orang-orang sama seperti dirinya sambil menunggu naik kereta ke Gatwik. Keripik renyah itu masuk ke dalam mulutnya. Ia meneguk lagi beer, kini badannya jauh lebih hangat. Ia melirik sekali lagi wanita yang berada di sana. Dia memakan kerpik ikan sama seperti dirinya. Orang yang datang ke Beer House ini semakin ramai, ada empat pemuda datang duduk di kursi di sebelahnya. Mereka memesan beer yang sama, ia mengabaikan pria–pria muda itu, mereka sepertinya masih berstatus mahasiswa yang senang membawa keributan.

Ernest mellihat ke arah jam digitalnya, ia melihat suhu udara menunjukan 12 derajat celcius. Ini bulan Maret pertama, peralihan dari musim dingin ke musim semi. Ia melihat jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 21.00 pm, langit juga sudah gelap.

Ia mengetatkan jaket kulitnya, dan ia menatap Jack, ia tersenyum kepada pria itu, sambil membayar bill dengan uang tunai, “Saya pulang dulu.”

“Apa besok kamu ada penerbangan?” Tanya Jack.

“Tidak, saya libur sampai pekan depan,” ucap Ernest, ia mungkin akan menghabiskan liburnya di rumah saja hingga pekan depan.

“Bersenang-senang lah,” ucapnya lagi sambil tertawa.

Ernest ikut tertawa, “Semoga ada wanita yang menemani saya di rumah.”

“Ajak wanita yang di sana, dia pasti akan menyukai kamu.”

Ernest turun dari kursi bar, ia melihat sekali lagi wanita yang duduk di sana. Tiba-tiba tatapan mereka bertemu, ia melihat tatapan wanita itu. Ia orang Indonesia, ia bisa membedakan mana orang Asia dan mana yang bukan. Dia memiliki bentuk wajah yang cantik oval, alisnya terukir sempurna, matanya bening, bibirnya penuh. Ia harus mengakui kalau dia cantik, ia menatap mata sendu itu, seperti menahan kantuk.

Ia melangkah menuju pintu lobby, ia mengabaikan wanita itu, karena ia bukan tipe pria yang tebar pesona. Namun langkahnya terhenti, ia melihat sekali lagi wanita itu, ia tahu sekarang, wanita itu dalam keadaan mabuk.

Ernest menahan langkahnya untuk keluar, entah atas dorongan apa, ia lalu menghampiri wanita yang sedang duduk di sana. Ia kini berada di hadapan wanita itu, wanita itu memandanganya dengan tatapan sendu. Ia melihat sekelilingnya, banyak pria-pria hidung belang, menatap sosok wanita cantik yang tengah sendiri itu, di tambah dengan gerakan yang bisa dikatakan kalau wanita itu sedang mabuk.

“Hai,” ucap Ernest memberanikan diri menyapanya.

“Hai,” sapanya pelan.

Ernest lalu duduk di samping wanita itu, dalam hitungan detik, ia merasakan benturan di bahunya. Ia menoleh, ternyata wanita itu sudah bersandar di sampingnya dengan mata terpejam. Oh Tuhan, ternyata wanita itu benaran tidur sebelum ia mengetahui siapa namanya. Bagimana bisa dia tertidur di sini tanpa teman ataupun sahabatnya yang menjaga.

Ernest melihat handbag wanita itu di meja, ia melihat beberapa pemuda menghampiri dirinya, setelah melihat wanita itu sudah berada bersandar di bahunya. Mungkin sejak tadi pria-pria hidung belang di PUB ini memang memperhatikan wanita itu.

“Apa kamu mengenalnya?” Tanya pria bertubuh besar dengan rambut gondrong itu.

Ia tidak akan menyerahkan wanita ini kepada pria hidung belang yang mengincarnya, “Dia teman saya,” ucap Ernest.

“Tadi saya melihatnya sendiri, dan kamu di sana. Kamu pasti tidak mengenalnya.”

Ernest lalu merangkul bahu wanita itu, “Saya sudah katakan saya mengenalnya, kita dari Asia,” ucap Ernest, padahal ia tidak tahu apa-apa dengan gadis ini.

“Saya tidak percaya. Jelas saja, saya melihat kamu baru turun dari bar.”

Ernest menarik nafas, “Kalian tidak percaya?”

“Iya, saya tidak percaya, karena saya tadi memperhatikannya.”

“Oh Tuhan, saya akan tunjukan identitasnya,” ucap Ernest, ia mengambil handbag yang ada di atas meja, ia mencari identitas wanita itu, ia ingin memastikan di mana wanita itu berasal. Ia berharap bahwa wanita ini benar-benar dari Asia.

Ernest mengambil dompet itu, dan menatap beberapa kartu identitas di sana. Ia melihat kartu berwarna biru dengan hologram bergambar elang dengan tulisan Indonesia. Di sana tertulis nama Gusti Raden Ajeng Jelita Wijarena, lahir di Yogyakarta, dan alamatnya di Jakarta, Kemang. Ia tidak percaya kalau wanita ini berasal dari negara yang sama, ia pikir berasal dari Thailand, ataupun Filipina.

“Kita berasal dari negara yang sama Indonesia, tepatnya di Jakarta. Saya seorang pilot komersil di sini, saya berasal dari Indonesia. Rumah saya tidak jauh dari sini,” ucap Ernest lagi, ia memperlihatkan kartu identitasnya kepada pria-pria itu.

Ia tahu, akhir-akhir ini banyak sekali kejahatan terjadi di kota ini bahkan insiden kejahatan, pencurian, perampokan dan kekerasan kerap tarjadi. Itu terjadi berturut-turut di Bristol, Leicester, Belfast, dan Birmingham. Ia tahu kalau aksi kejahatan tidak bisa dihindari. Bahkan ada kasus serangan kekerasan dan perampokan pada turis turis asing.

Citra London yang dulunya aman hanya sebuah paradox. Beberapa bulan yang lalu tercatat ada 46 orang tewas ditikam, ditembak bahkan dilukai. Kekerasan itu seolah menjadi virus bahkan ia membaca berita bahwa Departemen Polisi di London, menghimbau kepada masyarakat agar tetap selalu berhati-hati, mencegah tragedy ini terjadi lagi. Pihak polisi dan pemerintah mencari akar permasalahan.

Mungkin karena London merupakan salah satu kota yang paling banyak dikunjungi di dunia. Di mana di sini banyak sekali orang, banyak aktivitas, bising, dan tidak pernah tidur. Kota ini tidak hanya dikunjungi turis saja, tapi juga banyak imigran legal dan tidak. Tidak semua berakhir untuk bekerja banyak uang, melainkan berakhir di jalanan, mengemis dan bahkan melakukan tindakan kriminalitas.

“Dia sebenarnya mantan saya,” ucap Ernest tenang, ia mengambil handbag wanita itu, dan membopong tubuh wanita itu.

“Permisi, saya harus membawa mantan kekasih saya keluar, karena dia sudah mabuk,” ucap Ernest.

Temannya Jack yang bekerja sebagai bartender itu menghampirinya, ia tersenyum kepada orang-orang yang berada di sana. Jack melihat apa yang telah terjadi di sana,

“Saya mengenal wanita ini, dia memang mantan kekasih teman saya, dia seorang pilot komersil, maksud saya dia Pilot Britsh Airways,” ucap Jack, ia membantu Ernest memegang handbag itu dan Ernest membopong wanita itu di antara kerumunan orang.

“Saya akan pesankan kamu taksi,” ucap Jack.

“Terima kaish Jack,” ucap Ernest.

Ernest dan Jack keluar dari PUB, lalu Jack menghentikan taxi di tepi jalan, karena PUB ini dekat stasiun jadi taxi banyak sekali berkeliaran di sini. Mobil berwarna hitam itu kini berhenti dihadapan Ernest dan Jack. Jack membuka pintu mobil. Ernest lalu masuk ke dalam, bersama wanita yan tertidur itu.

“Kamu hati-hati di jalan,” ucap Jack.

“Oke.”

“Kalau ada apa-apa kabari saya,” ucapnya lagi.

Setelah itu mobil meninggalkan area PUB, driver melirik ke belakang, “Tujuan anda ke mana tuan?” Tanya driver itu.

“Margravine Gardens,” ucap Ernest menyebutkan alamat rumahnya.

Setelah itu driver tidak bertanya lagi, karena fokus menyetir. Ernest melihat wanita itu masih tertidur di sampingnya. Ia melihat dokumen-dokumen yang ada di dalam tas wanita itu. Ia melihat ponsel yang terkunci di sana, ada banyak panggilan tidak terjawab dari Lidya. Ia tidak tahu siapa Lidya, ia tidak mengangkat panggilan itu. Ia mengobservasi apa yang ada di dalam tas, ada beberapa perlengkapan makeup, dompet, paspor, visa, dan minyak wangi. Mungkin setelah wanita ini sadar, ia akan bertanya-tanya setelahnnya. Yang jelas ia hanya ingin wanita itu aman bersamanya.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel