Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

SH - 7

+44703142xxxx:

Santai Dayana. We're all have many things to do. Khusus saya banyak masalah yang harus dijelaskan

Dayana Prameswari:

Termasuk yg keterlambatan setengah hari? Makanan kadaluwarsa yg viral?

+44703142xxxx:

Hahaha kamu udah dengar juga ya Yup. Lumayan bikin sakit kapala. Tapi semua pekerjaan pasti bikin sakit kepala. So I'll be just fine.

Dayana Prameswari:

Semangat!

+44703142xxxx:

You too! And please please don't cancel our plan today. Itu satu-satunya hiburan saya hari ini.

Sembari menunggu yang lain datang untuk meeting, Dayana menatap barisan chat di ponselnya. Dayana pikir, dia orang paling sial hari ini karena heels sepatunya patah saat dia meeting dengan klien tadi pagi. Bukan masalah harga, hanya saja malunya itu yang luar biasa.

Namun, sepertinya Naren menghadapi hari yang jauh lebih berat. Maskapai tempatnya bekerja terus-terusan didera masalah selama seminggu ini. Yang terakhir, salah satu penumpang mengeluh telantar di bandara karena pesawat delay seharian dan juga seorang selebgram mengunggah air mineral kadaluarsa yang didapat saat penerbangan.

Sebagai Corporate Communication Strategic, Naren harus menghadapi para wartawan dan memberikan klarifikasi atas nama perusahaan. Dayana heran kenapa Debby—yang merupakan salah satu anak buah Naren—malah masih sempat posting-posting foto makan siang di Belanda di IG Story-nya.

Kemarin Naren menghubungi Dayana via WA untuk kali pertama dan mereka membuat janji temu. Tak banyak yang Debby katakan selain bahwa Rasendlriya Hutama adalah atasannya di kantor, sebuah maskapai penerbangan komersil yang cukup kenamaan. Oke, tambahkan keterangan

“Cowok paling hot yang pernah lo temui, setelah Chris Evans”, yang langsung Dayana sambut dengan kernyitan.

Selain hal itu, yang Dayana ingat, Debby hanya sering mengatakan betapa fuckboy-nya atasannya itu. Sementara itu, bukan gaya Dayana untuk mencari tahu siapa teman kencannya kali ini—Dayana juga tidak punya waktu untuk itu. Foto profil Naren tidak cukup menjelaskan, karena foto itu hanya menampilkan siluet seorang pria yang tengah panjat tebing. Namun, gaya ketik dan bahasa yang pria itu gunakan dalam chat-nya cukup menenangkan Dayana. Setidaknya, Dayana yakin bahwa Naren bikan tipe cowok alay dengan typing yang menyebalkan.

Nggak lama dari chat Naren, Dayana menerima chat dari Debby yang membuat dahinya berkerut.

Debby Maharani:

Anggap aja Naren selingan beb. Seru kok did, asyik jg. Biar lo tahu rasanya kencan sama fuckboy lol. Nih, gue udh siapin kandidat selanjutnya. Pilot. Tine’s high school friend. Pria baik2.

'Makin gila,' pikir Dayana dalam hati.

Belum beres kencan ini, Debby sudah menyiapkan kandidat lainnya. Dayana jadi merasa seperti digilir. Ini mulai menyebalkan dan melelahkan, tetapi Dayana tahu Debby tidak akan berhenti.

Haaah. Seharusnya Dayana memikirkan ini sejak awal. Membuat kesepakatan dengan Debby sama seperti membuat kesepakatan dengan iblis. Tidak akan bisa melarikan diri. Gara-gara tergiur uang sewa apartemen, Dayana jadi terjebak.

“Hai, Day. Yang lain mana?”

Rantai pikiran Dayana terputus saat sapaan untuknya muncul. Enrico, Chief Marketing Officer, alias atasan yang dia tunggu-tunggu sejak tadi muncul.

“Hai, Mas,” sapa Dayana. “Enggak tahu, Mas. Dari tadi gue sendirian. Kita jadi meeting enggak, sih?”

“Jadi, jadi. Sori-sori, tadi gue kena macet. Dia udah datang belum, ya?”

“Marketing Manager yang baru? Belum kelihatan.”

“Pasti doi kejebak macet juga. Tadi ada truk terguling di tol.”

Dayana tidak menjawab, tetapi dia mendumal dalam hati. Tahu begini, dia tidak akan buru-buru ke kantor hari ini. Dia bisa saja menyusul Nancy, senior AE di bawah koordinasinya, yang hari ini ada pitching di sebuah instansi pemerintah. Namun, apa boleh buat. Namanya cungpret, Dayana hanya bisa menuruti apa kata atasan.

Mas Enrico bilang, “Nanti kita meeting sama marketing yang baru, ya. Dia baru bisa masuk full minggu depan sih, tapi nggak ada salahnya kita meeting sekarang. Toh, nanti kita bakal kerja sama bareng.”

Dayana bekerja di sebuah media network yang memiliki belasan channel media dalam berbagai bentuk. Ada lini cetak yang menerbitkan surat kabar dan majalah investigasi bulanan. Ada lini video yang mengelola channel YouTube TV. Ada lini online yang memiliki lebih dari enam website dengan berbagai segmentasi. Belakangan, kantornya juga tengah mengembangkan platform streaming online—nggak mau kalah dengan gempuran platform-platform serupa dari luar negeri.

“Hans masih kejebak macet juga nih, Mas,” lapor Dayana, saat menerima chat dari kolega sales manager-nya.

Di perusahaan ini, Chief Marketing Officer membawahi dua divisi sekaligus, yaitu divisi penjualan dan divisi marketing. Di divisi penjualan terdapat dua tim yang masing-masing dipimpin oleh seorang Sales Manager, dalam hal ini Dayana dan Hans. Keduanya melapor langsung kepada Enrico. Di tim satu, Dayana memimpin empat orang yang terdiri dari dua Senior Account Executive dan dua Junior Account Executive.

Untung saja, orang yang ditunggu-tunggu datang juga.

“Sori, sori banget. Gila macet banget di tol,” gerutu orang yang baru datang.

“Iya, tadi gue juga macet ada kali sejam,” balas Enrico. “Nah, kita langsung mulai aja sambil nunggu Hans. Tom, this is Dayana, salah satu Sales Manager kita. Satu lagi ada Hans, tapi doi kayaknya juga kena macet.”

Dayana menatap pria tinggi yang baru datang itu dengan sebelah alis terangkat. What a coincidence!

“Eh!” Pria itu sama terkejutnya. “Dayana, kan?”

Dayana tersenyum. “Hai, Tom. Apa kabar?”

“Baik, baik. Wah, kok bisa ketemu di sini berapa lama kita nggak ketemu, Day?”

“Umm ... sekitar sepuluh tahun?”

“Kayaknya. Yang jelas lama banget! “

Ingat, satu-satunya pria yang pernah cukup dekat dengan Dayana, dan akhirnya memilih pergi karena Dayana terlalu bebal? Pria itu ada di hadapannya sekarang. Thomas atau yang biasa dipanggil Tommy, pria itu menatap Dayana dengan mata berbinar. Tangannya menjabat tangan Dayana kuat-kuat.

'Wah, ini bakalan menyenangkan,' pikir Dayana dalam hatinya.

***

Jadwal kencan dengan pria potensial tidak pernah membuat Dayana cukup antusias sehingga terburu-buru datang. Yang kali ini pun tidak. Namun, biasanya Dayana datang tepat waktu, karena itu adalah etika yang dia junjung tinggi. Sayangnya, hari ini dia datang terlambat. Sangat terlambat.

Meeting dengan Enrico dan tim Sales & Marketing lainnya memakan waktu sangat panjang. Menjelang jam pulang kantor mereka baru selesai, dan Tommy menahan Dayana untuk mengobrol sebagai kawan lama. Dayana pun tidak enak menolak. Pukul tujuh, dia baru jalan dari kantor, dan efek truk terguling itu agaknya belum benar-benar tuntas. Butuh waktu lebih dari satu jam untuk tiba di tempat mereka janjian. Tepat saat Dayana memarkir mobilnya,chat dari Naren muncul.

+44703142xxxx:

Anyway, kamu nggak kabur kan? At least kabari dulu kalau kamu kabur. Saya mau pesan makanan. Lapar.

Dayana tertawa kecil. Dia membalas.

Dayana Prameswari:

Kalau ngabarin bukan kabur namanya dong Maaf aku telat banget, tadi rapatnya molor Tapi ini udah di depan.

Dayana pun bergegas menuju lantai paling atas mall. NITE—tempat mereka janjian—adalah sebuah cafe & bar yang menyajikan konsep rooftop dan view lampu-lampu kota yang semarak.

'Nah, kan, pilihan tempat janjiannya aja udah fuckboy banget,' pikir Dayana saat Naren mengirimkan nama kafe itu.

Setibanya di NITE, Dayana celingukan, mencari mas-mas yang menggunakan blazer biru dongker—sesuai deskripsi Naren tadi. Namun, cahaya yang sedikit temaram membuat Dayana kesulitan menemukan warna biru dongker. Saat itulah, seorang pria yang duduk di deretan kiri paling dekat dengan dinding kaca, yang memanggil namanya. Saat Dayana menoleh, pria melambai padanya.

Meski tidak yakin warna blazernya biru dongker atau hitam, Dayana pun mendekat. Pria itu berdiri menyambutnya. Penampilan Naren persis seperti yang Dayana pikirkan dengan bekal konsep ‘fuck boy’ di benak. Postur tubuhnya tinggi dan ramping, pastinya hasil dari jadwal nge-gym yang rutin. Pilihan style-nya sebenarnya kasual dengan celana jeans, kaus putih dan blazer biru dongker, tetapi entah kenapa tampilannya terlihat mahal.

Rambutnya tidak sampai kategori ikal, tetapi gaya curtain haircut-nya menampilkan kesan layer yang fluffy. Wajahnya dihiasi berewok tipis yang seolah-olah ingin menegaskan auranya sebagai pria metroseksual yang punya teman kencan berbeda setiap malam.

Namun, saat melihat sosok pria itu, Dayana merasa familier. Sembari berjalan mendekat, Dayana mengerutkan kening, berusaha mengingat-ingat di mana pernah melihatnya.

“Hai!” sapa cowok itu tersenyum hangat.

Saat itulah, Dayana mendapatkan ingatannya.

“Lah, Mas yang waktu itu di Perfect Gateway, kan?” tanya Dayana terkejut. “Yang nganterin kami pulang pas pada black out?”

Pria itu mengangguk. “Yap. Kita juga ketemu sebelum itu.”

“Yang nolongin waktu aku hampir jatuh dan keinjek-injek massa mabuk.”

“Seratus!”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel