Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Panik

Sony berteriak, "Aku menemukannya... aku menemukannya... woiii tolong... aku menemukannya!!"

"Akmaaaaaal....!?"

Dony yang mendengar suara teriakan Sony meminta tolong, bergegas mendekati pria berwajah oriental Manado itu.

"Mana Akmal!?" Dony mencari keberadaan Akmal, yang tidak terlihat dibatu besar yang ditutupi lumut hitam pekat bahkan berlendir barhawa sangat dingin.

"Ka-ka-kaki aku nggak bisa bergerak Don, kejepit...! Tolong...!"

Sony meringkuk, meringis kesakitan, karena kaki kanannya terjerembab di bebatuan sambil meremas kuat topi milik Akmal yang berhasil dia temukan.

Dengan sigap rekan kerja, dan dua pemuda itu menolong Sony agar dapat melepaskan kakinya yang terjepit.

"Ini topi Akmal? Berarti Akmal beneran hilang. Dia benar-benar turun kesini. Cepat bantu Sony, kita kasih tahu ke Pak Sukoco. Uda, tolong bantu kami mencari keberadaan sahabat kami. Ini udah enggak bener!"

Dony semakin panik, tanpa menghiraukan rintihan dari Sony. Topi Akmal yang ada dalam genggaman Sony, diambil oleh Dony. Dia memapah Sony yang terus meringis, stelah berhasil lepas dari jepitan bebatuan.

"Uda, tolong hubungi polisi, atau apalah. Rekan kami dinyatakan hilang!"

Dony menegaskan pada rekan kerja dan dua pemuda itu. Dia benar-benar panik, melihat sekelilingnya yang semakin lama semakin mencekam, bahkan membuatnya meremang. Dony juga seperti mendengarkan sesuatu, yang berhembus ditelinganya.

"Buseeet... kita harus segera naik keatas, aku yakin Akmal celaka ini. Dia pasti belum jauh dari sini. Ya ampun, ceroboh sekali dia...!"

Dony yang terus memapah Sony hingga di tempat pemberhentian bus, melihat kaki Sony setelah mendudukkan sahabatnya di tanah.

Sontak kedua bola matanya membulat, melihat kaki Sony yang mengeluarkan banyak darah, bahkan mengeluarkan tulang putih yang sudah bercampur darah.

"Ya ampun Son...! Kamu kenapa? Kok bisa terluka parah begini!?"

Semua tampak panik, kali ini mereka harus mengalami keanehan, bahkan sangat menyeramkan. Akmal hilang, Sony terluka, bahkan sangat menyakitkan.

"Tolong telpon bantuan, rumah sakit terdekat! Teman kami terluka, dan satu hilang!"

Dony meminta pertolongan pada Bapak tua yang mendekat kearah mereka.

"Capek, hubungi rumah sakik! Kaki anak mudo tu patah." (Cepat hubungi rumah sakit. Kaki anak muda itu patah).

Warga setempat bergegas menghubungi pihak kepolisian dan, rumah sakit. Malam mencekam membuat bulu kuduk merinding.

Pak Sukoco yang tidak berani, memilih menjaga Sony, sementara Dony yang tampak panik, meminta pertolongan pada pemuda setempat untuk menemaninya mencari keberadaan Akmal kembali dibawah sana. Rasa penasarannya semakin besar, saat topi Akmal berada dalam genggaman. 

.

Di kediaman Cici, dia justru tengah terlelap, namun dikejutkan dengan suara pintu kamar terbuka lebar.

Mira putri kesayangan keluar dengan sendirinya menuju ruang tamu, tersenyum kecil menyibak tirai jendela dengan lebar.

"Abi... Abi...!!!"

Mira tertawa sendiri, tubuh mungil itu berteriak memanggil Abi-nya. Sontak membuat Cici terlonjak kaget, saat menyadari putri kesayangan sudah tidak ada diatas ranjang.

"Mira...!"

Cici bergegas bangkit dari tempat tidur, mencari keberadaan Mira yang tengah berdiri didepan depan jendela, masih memanggil-manggil Akmal.

"Abi... Abii....!"

Cici mendekati Mira, duduk menatap lekat wajah putrinya, "Ya ampun nak...!" sambil duduk di sebelah Mira, dia melihat ke arah yang dilihat oleh putri kecilnya.

Betapa terkejutnya saat Cici melihat apa yang dilihat putri kecilnya. Wanita cantik berbaju merah, dan menaiki kereta kencana. Sangat menyeramkan bahkan seperti kereta usang yang telah lusuh namun memiliki misteri.

Dengan cepat Cici menggendong putrinya, "Oneeeng... Oneeng....! Siapa kau...!!!"

Bulu kuduk Cici merinding, wajahnya terlihat sangat pucat, bahkan kakinya menggigil, saat wanita itu tertawa.

"Khik... khik... khik...!"

Suara tertawa seperti kuntilanak itu sangat memekakkan gendang telinga, dengan ketakutan Cici mundur perlahan, memperhatikan wanita cantik itu yang secara mendadak merubah bentuknya, seperti sosok seorang wanita tua dan sangat buruk.

Balutan kemben merah yang terlihat cantik diawal, namun terlihat lusuh dan sangat mengerikan. Merah yang bercampur darah, bahkan mengeluarkan aroma amis dan busuk, menyeruak di hidungnya.

Cici benar-benar tampak ketakutan, memeluk Mira, berharap wanita aneh dihadapannya segera menghilang.

Suara dan wajahnya semakin berubah, seperti mengejek bahkan wajahnya seakan-akan memberitahu bahwa telah berhasil merebut Akmal dari Cici.

Cici berteriak histeris, "Ooneeeeng....!!!!"

Saat tubuh terasa dingin, mata Cici masih menatap lekat kearah jendela, tangannya masih memeluk Mira, kembali tubuhnya seperti melayang, ketika tangan seorang wanita menyentuh bahunya.

"Kak Cici....!"

Oneng sangat mengejutkan Cici yang tengah ketakutan berdiri diruang tamu.

"Aaaaaaaagh....! Ha-ha-hantu... ada hantu didepan, Neng...!"

Cici menunjuk kearah pintu agar Oneng melihat dan membuka pintu ruang tamu lebar.

Oneng tampak kebingungan, melihat Cici yang ketakutan dengan sangat cepat dia membuka pintu, melihat kearah luar.

Suasana dini hari yang terlihat sangat tenang, disinari rembulan malam, lampu taman menerangi dengan segala keindahan taman dimalam hari, membuat Oneng tampak seperti orang bodoh.

"Nggak ada apa-apa Kak!"

Oneng hanya melihat dua orang security yang berdiri tegap dipinggir jalan untuk memukul tiang listrik.

"Ya ampun, Oneng...! Ada wanita aneh yang sangat seram! Membawa kereta kencana, ketawa sekeras-kerasnya. Masak kamu nggak lihat, Mira juga melihat wanita itu....!"

Cici tampak panik, bahkan susah payah menelan ludahnya. Keringat dingin membasahi kepalanya, bahkan tubuhnya masih terasa sangat dingin.

Oneng mendekati security, menanyakan pada penjaga perumahan, tentang yang dilihat sang majikan.

Tidak lama mengobrol dengan penjaga keamanan, Oneng kembali memasuki rumah. Menutup pintu, dan melihat Cici yang terduduk lemas di sofa ruang tamu sambil memeluk Mira yang tertidur pulas dalam pangkuannya.

"Nggak ada siapa-siapa Kak. Mereka justru enggak melihat apa yang Kakak lihat. Nggak ada kereta kencana, ataupun wanita."

Oneng menjelaskan, kemudian bergegas mengambilkan segelas air untuk Cici yang masih shock atas apa yang dia alami barusan.

Cici yang merasa kesal, berteriak saat Oneng berlalu, "Jadi kamu pikir aku gila, gitu? Aku lihat Oneng... kamu aja yang tidurnya kebablasan, bahkan nggak mendengar aku berteriak. Dasar budek...!"

Oneng yang mendengar suara teriakan Cici, hanya mengusap dadanya pelan, "Sabar Oneng, mungkin Kak Cici lagi lelah."

Oneng memberikan segelas air putih pada Cici, dan membantu wanita cantik itu masuk ke kamarnya.

"Kamu tidur disini saja. Jangan kemana-mana lagi. Ci, takut...!"

Cici meletakkan Mira, mengusap lembut wajah cantik putri kecilnya.

Oneng mengangguk mengerti, menatap wajah Cici yang tampak seperti kelelahan.

"Kakak tidur saja, nanti pas sholat subuh Oneng bangunkan."

Perlahan Cici menarik selimut, menutupi separuh tubuhnya, namun mesti dikejutkan dengan suara deringan telpon.

Telepon yang berbunyi diatas nakas, dengan nada lembut suara nyanyian rindu dari salah satu artis ternama, membuat Cici bergegas melihat nama yang tertera.

"Dony...!?"

Cici menatap kearah Oneng, dengan sigap menggeser lambang hijau.

"Assalamualaikum, Don,"-Cici.

"Waalaikumsalam, Ci!"-Dony.

"Kenapa Don? Tumben nelpon dini hari?"-Cici.

"Ini Ci, hmm... Abi Mira hmmm!"-Doni.

Cici merubah posisi duduknya, kembali meletakkan handphone miliknya ditelinga kanan, "Kenapa Abi Mira, Don?"

"Hmm, Akmal hilang, Ci. Kami masih dikelok sembilan. Semua tengah sibuk mencari keberadaan Akmal,"-Dony.

"Haaaah...?? Kelok Sembilan? Hilang kemana Abang Akmal, Don?"-Cici.

Handphone terlepas dari tangan Cici, wajahnya semakin tak kuasa menahan air mata, bahkan semakin tampak seperti orang linglung.

"Abang... Abang Akmal, Abang Akmal, Oneng....! Abang Akmal....!!!"

Oneng dengan sigap mengambil handphone yang terlepas, melanjutkan pembicaraan dengan Dony diseberang sana. Matanya liar merasakan sesuatu yang semakin menyeramkan.

"Baik bang... baik." Oneng menutup telfonnya, membawa Cici dalam pelukannya.

"Oneng... Abang Akmal, Neng....! Apa kata Dony, Neng?"

Cici masih tidak percaya dengan semua yang dia dengar dini hari tersebut.

"Mana mungkin Abang hilang, enggak.... ini enggak mungkin, aku akan mencari keberadaan Abang Akmal!"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel