Pustaka
Bahasa Indonesia

Suami Bayaran Tante Boss

24.0K · Ongoing
Mrs Dream Writer
25
Bab
2.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Menjadi suami bayaran??? Why Not? Ikutin kisah seru Satya Wibowo menghadapi sang tante boss Hanna Soedibyo.

actionPengkhianatanMetropolitanBillionaireRevengepetarungFlash MarriageLove after MarriageMemanjakanDewasa

Kesialan dan Pengkhianatan

"Satya! Jangan meleng! Sat!"

Suara rekan-rekannya yang mengingatkan terus terdengar, namun Satya yang saat ini tengah mengendalikan forklift tak sedikitpun mendengarnya karena sibuk membaca pesan di ponselnya.

"Tidak mungkin! Zee tidak akan melakukannya!" Satya mematikan layar ponselnya dengan sangat kesal.

Braaak!

Suara benda berjatuhan yang tertabrak oleh forklift nya terdengar.

Satya menghempaskan tangannya dari kemudi dan memegangi urat syaraf kepalanya yang terasa semakin berdenyut.

"Kesialan apa lagi ini?" batinnya.

Satya melangkah turun dari forklift, di depannya kini sang mandor sudah menunggu dengat sorot kemarahan.

"200 juta kau hancurkan begitu saja? Heh! Bocah tengik, kau sudah bagus masih dipekerjakan di sini setelah kemarin menjatuhkan lampu panggung karena kurang kuat mengaitkannya dan sekarang kau menghancurkan belasan videotron yang akan digunakan oleh member VVIP kita?" cecar sang mandor.

Satya hanya bisa diam, dia memandangi tumpukan yang dari tadi dipindahkan nya dengan hati-hati itu telah hancur berantakan.

"Maafkan aku, aku akan bertanggung jawab!" jawab Satya tegas.

"Heh, mau tanggung jawab pakai apa? Uang loh ini, uang? Darimana kamu dapatkan uang sebanyak itu? Mau? Kerja tak digaji selama lima tahun, baru lunas hutangmu ini!" cecar mandor tambun itu semakin sengit.

"Aku akan melunasinya, potong saja gajiku!" ucap Satya lagi.

Pria itu masih merasa sangat terhina dan direndahkan, setelah semua pencapaiannya saat ini diambil alih oleh sang kekasih dengan merilisnya sebagai hutang di media sosial dan undangan video pernikahan yang dikirimkannya semakin membuyarkan konsentrasi hingga membuatnya di posisi saat ini.

"Heh, kau mau lari kemana?"

Satya tak mempedulikan teriakan sang mandor, dia terus saja melangkah pergi meninggalkan gudang Deluxe Vission tempatnya bekerja.

Baginya saat ini dia hanya butuh kejelasan Zeesha.

Satya telah berada di luar perusahaannya, dia meraih ponselnya dan segera menghubungi sang kekasih.

Cukup lama, dia menunggu sampai telepon akhirnya tersambung.

"Siapa ya?"

"Zee, kau bertanya siapa aku?" sahut Satya sambil mendengus kesal.

"Maaf, tidak ada nama kontak di ponselku jadi ... bisa dipastikan kita tidak saling mengenal. Oh ya, aku sedang sangat sibuk. Bye!"

"Zee! Zeesha!" teriak Satya.

Tak berhasil, karena sambungan telepon terputus setelahnya.

Satya masih mencoba untuk kembali menghubungi kekasihnya itu, tapi ... dering tak lagi tersambung menyambutnya.

Tak ingin berlarut-larut, malam ini juga Satya melangkah pergi hendak menemui Zee. Diambilnya jaket dan juga kunci motornya. Pria itu segera menuruni anak tangga kamar sewanya menuju parkiran dimana dia menyimpan motornya.

"Motorku? Kau melihatnya?" tanya Satya kepada si petugas parkir.

Pria paruh baya itu kemudian membelalakkan matanya. "Wanitamu itu mengambilnya, apa dia tidak memberitahumu?" sahut si penjaga parkir.

Satya terdiam. Dia kemudian tersenyum pahit. "Jadi benar ya?" ucapnya masih tak percaya.

Dengan sebuah taksi, Satya kemudian memangkas jaraknya dengan rumah Zee yang berjarak sekitar tujuh kilometeran dari tempat tinggalnya itu.

Hanya butuh beberapa menit untuk Satya bisa sampai. Dia turun dari taksi dan segera melangkah menuju ke sebuah komplek perumahan. Setelah beberapa puluh meter berjalan, langkahnya terhenti tak jauh dari gerbang masuk ke rumah Zee.

"Siapa mereka?" batinnya saat melihat ada banyak pria berseragam serba hitam berdiri di depan rumah.

Hatinya kembali memanas, Satya teringat dengan pesan undangan berbentuk video dan semua postingan sang kekasih di media sosial yang mengatakan jika dia sangat siap untuk menjadi pengantin dari pemilik Deluxe Vission.

"Kau siapa? Orang luar tidak diijinkan masuk!" hadang seorang pria kepadanya.

"Aku bukan orang luar! Minggir!" ucap Satya dengan sangat tegas.

"Jika bukan orang luar, mana kartu pengenalmu?" tanya salah seorang diantara para pria tersebut kepadanya.

"Bukk!" Satu bogem mentah Satya akhirnya mendarat di wajah pria yang sedari tadi berusaha menahannya itu.

"Sudah kubilang aku bukan orang luar!" bentak Satya dengan suara baritonnya yang sangat berat.

Sorot tajam nan legam menghunus pria didepannya yang saat ini tengah mengaduh kesakitan setelah rahangnya dihantam oleh kepalan tangan Satya tadi.

Kegaduhan tersebut, akhirnya membuat si pemilik rumah keluar.

"Zee, apa kau belum menyelesaikan sampah sialan itu?" teriak Madam Zia dengan suaranya yang melengking kepada Zeesha.

Tak berselang kemudian, sesosok wanita cantik bertubuh sangat molek yang tidak lain adalah Zeesha muncul disisinya.

"Ma, sepertinya dia tak juga faham jika aku telah membuangnya." Dengan sangat sarkas Zee menatap Satya

Wanita itu melangkah dengan anggun menghampiri Satya yang masih dihadang oleh empat pria berseragam hitam yang kini bisa dipastikan memang dipekerjakan untuk menjaga rumah tersebut.

Nafasnya semakin memburu, emosi kian melahap jiwanya hingga kepalan tangannya semakin menguat.

"Sat, kita sudah berakhir. Apa kau masih tidak mengerti juga? Jangan lupa, bayar semua kompensasi hubungan kita. Tagihanmu itu masih banyak, bahkan setelah aku mengambil semua milikmu itu masih tetap tak cukup untuk membayar kencan kita." Zeesha dengan sangat tenang dan lembut mengatakannya.

"Kau! Zee ... kau ... kau menganggap apa hubungan kita selama ini?" ucap Satya dengan suara yang tercekat parau.

"Hubungan? Hubungan apa Sat? Tidak ada yang gratis di dunia ini, sudah bagus aku tidak langsung menagihnya! Usir dia dan pastikan jangan pernah ada lagi di dekatku! Kalian mengerti!" tegas Zee sambil memutar tubuhnya dan langsung melenggang pergi meninggalkan Satya yang saat ini hanya bisa tertawa getir memandanginya.

Sebuah kenyataan pahit yang nyaris membuatnya gila. Bagaimana tidak, Zee baru saja mengatakan jika hubungannya dengan Satya dalam dua tahun ini hanyalah kekonyolan. Setelah semua hal yang dilakukan Satya selama ini, nyatanya tidak berarti apa-apa untuk Zee.

Seorang pria bersiap menyeret Satya keluar dari halaman rumah Zee.

"Jangan berani menyentuhku! Aku bisa pergi sendiri!" ucap Satya tegas.

Empat pria di depannya itu pun terdiam. Tentu saja, mereka akan memilih berhati-hati sebelum tangan Satya menghajar lagi rahang salah satu dari mereka karena merasa terusik.

Satya melangkah keluar area rumah, dia masih berdiri di halaman rumah Zee, menatap ke arah jendela di kamar atas rumah yang menyala terang. Terlihat siluet tubuh Zee tengah bersama dengan seseorang di sana. Satya membuang tatapan wajahnya seketika itu juga.

"Kau! Kau sangat hebat Zee!" ucapnya dengan hati yang tersayat perih mengatakannya.

Pria ini kemudian memilih kembali pulang, dan ... kejutan lainnya kembali membuat Satya nyaris tak bernafas.

"Ini kamarku! Sedang apa kalian di sini?" tanya Satya saat melihat dua pria dengan ransel di punggung mereka tengah berdiri di depan pintu kamar sewanya.

"Maaf, tapi ... kami sudah menyewanya sejak sepuluh menit yang lalu. Ini surat kontrak sewa kami," tutur salah seorang pria di depannya itu seraya menyerahkan selembar kertas perjanjian sewa kamar.

Satya baru saja hendak bicara, ketika penjaga kamar sewanya muncul dengan dua tas besar di tangannya.

"Majikanku mengeluarkanmu Bung, ini barang-barangmu." Pria paruh baya tersebut menyerahkan barang-barang itu kepadanya dan segera pergi.

"Aku akan membayar sewanya besok, aku gajian besok." Satya berusaha menjelaskan.

"Maaf Bung, itu bukan urusanku." Si Penjaga menajwab.

Satya mendengkus kesal, dibuangnya nafas dengan sangat kasar. Sementara dua pria tadi telah masuk ke dalam kamarnya.

Satya kemudian meraih dua ranselnya yang dibawakan si penjaga tadi. Entah mimpi apa dirinya semalam kemarin hingga malam ini dia terus menerus mengalami insiden buruk.

"Aku hanya telat membayar sewa dua hari saja dan pemilik kamar mengeluarkanku!" batinnya.

Dia menuruni anak tangga dengan sangat cepat, seolah berharap bisa segera menjauh dari tempat tersebut.

Dia berjalan di trotoar kota ini, sendirian. Hanya ada beberapa mobil yang melintas di jalanan kota pada malam selarut ini. Lelah setelah cukup jauh berjalan, Satya kemudian duduk pada sebuah bangku di taman kota. Dibukanya dompet, dan hanya ada satu lembar uang ribuan di dalamnya. Jumlah yang bahkan tak cukup meski untuk sekedar membeli air mineral.

Diantara dinginnya malam, Jackie membaringkan tubuhnya pada bangku panjang tersebut. Dengan berselimutkan jaket tebal yang dipakainya, dia terlelap di taman kota malam ini.

***

Matahari pagi memantul di Timur, membuat kelopak mata Satya perlahan membuka, dia bangun dan kembali sadar dengan kenyataan pahit yang kini dialaminya. Dia bangun dari tidurnya dan terduduk, masih di taman kota. Di mana di depan sana bunga-bunga yang indah bermekaran sempurna menyambutnya.

"BIP!"

Ponselnya berdering, dengan segera Satya mengeluarkan ponselnya itu dari dalam saku jaket.

Sebuah pesan masuk dari seseorang segera dibacanya.