Flashback 2
Mengapa begitu mudah dia meninggalkanku, disaat keadaanku terpuruk seperti ini. Mana janji janjinya yang selalu akan mencintaiku selamanya. Sungguh aku menyesal telah mengenalnya.
Siang itu aku sudah tak punya semangat lagi untuk hidup, semua sudah hancur, dan aku pun sudah mengecewakan orang tuaku. Kemana aku harus mengadu, dan kemana harus mengadu,aku pun tak tahu. Tak mungkin aku menceritakan semua kepada Ibu, aku tak ingin membuatnya kembali terpuruk, seperti saat di tinggal oleh Ayahku dulu. Saat itu kadar imanku masihlah sangat sedikit, aku lupa bahwa aku punya Allah yang Maha Segalanya.
Menangis terlalu lama membuatku tertidur. Dan aku terbangun saat HP ku yang ada disampingku berdering, aku pun langsung mengangkatnya,
"Iya, siapa ini?" kataku membuka obrolan tapi masih belum genap nyawaku, alias mengantuk.
"Yank, ini aku, tolong bukain pintu. Aku ingin mengatakan sesuatu. Papa sudah merestui hubungan kita, kita bisa menikah Yank. Kita akan bersama sama membesarkan anak kita. Aku sudah ada di depan pintu kamar kost kamu dari tadi,"
Seketika aku kaget, dan langsung duduk, apa aku ini sedang bermimpi ya? Kucubit pahaku, aww sakitt, ternyata ini nyata. Kemudian aku lihat dari jendela, ternyata benar Rama berdiri di depan pintu, sambil memegang HP. Aku pun langsung membuka pintu,
"Akhirnya kamu buka juga pintunya Yank. Aku takut kamu bertindak yang macam macam," katanya sambil langsung memelukku.
Aku pun membalas pelukannya erat, aku tau dia sangat mencintaiku, tak akan mungkin dia mau menyia nyiakanku.
"Sekarang kamu ganti baju ya Yank, Mama dan Kak Riska pingin ketemu denganmu."
"Apakah benar jika mereka sudah merestui hubungan kita Yank?"
"Benar Yank, tadi aku sudah memohon dan akhirnya mereka mengabulkan permintaanku. Cepat ya, ku tunggu di depan. Kita akan segera menikah dan membesarkan anak kita bersama sama,"
Aku pun langsung masuk dan berganti baju. Namun ada sedikit ragu, apakah benar yang di katakan Rama, secepat itukah mereka berubah pikiran? Dan bisa menerima ku dengan kehamilan ini, ah semoga saja memang benar begitu adanya. Aku pun memakai jeans dan tshirt, pakaian yang selalu ku gunakan sehari hari, karena aku tak pernah memakai gaun atau rok dan semacamnya, aku memang sedikit tomboy.
"Aku sudah siap. Tak apakah kalau aku berpakaian begini saja?"
"Tak apa Yank. Kamu itu sudah cantik apa adanya. Tak perlu jadi orang lain Yank. Ayok segera berangkat, mereka sudah menunggu kita dari tadi."
Setelah menempuh perjalanan sekitar empat puluh menit, tibalah kami di rumah Rama. Kami memasuki rumah dengan pagar tinggi, di halaman depan terdapat banyak pepohonan dan juga tanaman tanaman hias. Rumah dua lantai bercat putih itu tergolong mewah dari pada rumah rumah di sekitarnya.
Keluarga Rama memang keluarga yang kaya dan terpandang di daerah ini, selain karena Papa nya seorang kepala sekolah sebuah SMA NEGERI terkenal di Surabaya, mereka juga memiliki usaha ternak burung walet , dan dua toko grosir pakaian di Pasar Kapasan, yang terkenal sebagai pusat grosir pakaian di Surabaya itu.
"Ayok Yank," katanya sambil mengengam tanganku masuk kedalam rumah itu.
Ternyata Mama dan Kakak perempuanya telah menungguku di ruang keluarga, dua orang perempuan cantik sedang duduk menonton televisi. Saat kami berdua masuk, mereka melihatku, namun tatapan mata itu menunjukkan ketidaksukaan.
"Ma, Kak, ini Siska. Siska, ini Mama dan ini Kakakku, Kak Ratih. Duduklah disini," kata Rama memperkenalkan kami, aku pun mencium tangan Mama dan Kak Ratih.
Sorot mata tak suka itu kembali kurasakan dari mereka. Aku merasa sangat tak nyaman disini. Aku pun duduk disamping Rama, tepat dihadapan mereka.
"Sudah berapa minggu usia kandunganmu itu?" tanya Mama dengan wajah datar.
"Belum saya periksakan Tante, saya hanya mengecek saja pakai testpack tadi pagi. Tapi saya sudah telat haid selama dua mingguan," jawabku takut takut.
"Kamu aslinya dari mana?" tanya Kak Ratih.
"Dari Kediri Kak, disini saya nge kost di kost Intan, di Jalan Tantular dekat kampus," jawabku lagi, Rama hanya diam saja disampingku.
"Berarti orang tuamu belum tahu ya, tentang kehamilanmu ini? Bagaimana kalau mereka sampai tahu?," tanya Mamanya lagi tanpa memandangku.
"Belum Tante. Saya memang telah melakukan perbuatan yang salah. Saya akan mengabari orang tua saya, besok bersama Mas Rama,"
"Kira kira bener nggak tuh yang ada di dalam kandunganmu itu anaknya Rama? Bisa saja kan itu hasil hubunganmu dengan cowok lain, namun kamu meminta pertanggung jawaban Rama, karena dia anak orang kaya." kata Kak Ratih.
Sungguh perkataanya membuat hatiku sakit sekali, aku tak pernah melakukan hal ini dengan laki laki lain selain Rama. Aku tak kuasa menjawab pertanyaaan itu, hanya air mata yang mulai menetes di pipiku. Sementara Rama pun hanya diam saja di sampingku.
"Benar juga apa katamu Ratih, kita kan tidak tahu anak siapa sebenarnya itu. Rama, apa kamu benar benar yakin kalau itu adalah anakmu?" kata sang Mama.
Semakin perih rasa hatiku, tadi Rama mengatakan bahwa mereka telah merestui hubungan kami, namun tidak menurutku, mereka mengundangku kesini hanya untuk menyakiti hatiku saja. Rama pun mengenggam tanganku.
"Aku sangat yakin sekali Ma, Kak, kalau anak ini adalah anakku. Aku tak pernah meragukan kesetiaan Siska Ma. Dia ini perempuan baik baik. Tolong jangan berkata seperti itu, kalian menyakiti perasaan Siska. Bukankah tadi Mama dan Papa sudah merestui pernikahan kami, mangkanya aku mengajaknya kemari." kata Rama membelaku.
"Kami kan hanya ingin memastikan bahwa itu anak mu Ram. Dia saja yang terlalu cengeng. Aku tuh nggak habis pikir sih Ram sama kamu, apa sih yang kamu lihat dari dia. Jauh banget loh sama si Feli, dia lebih baik dalam segala hal. Seleramu memang buruk banget!" kata Kak Ratih.
"Cukup Kak. Jangan menghina Siska. Bagiku dia udah yang terbaik untukku. Papa kemana sih Ma? Kok nggak ada. Tadi kan menyuruh kami kesini." kata Rama mulai kesal, sementara aku masih saja menunduk.
"Papa mu masih mandi, sana lihat di kamar mungkin sudah selesai,"
Rama pun segera naik ke lantai atas, sepertinnya akan menjemput Papanya.
"Pinter banget ya kamu menjebak anakku. Nggak punya malu kamu itu. Mau uang berapa kamu? Akan kami berikan, asalkan kamu mau meninggalkan Rama. Dan asal kamu tahu ya, Rama itu sudah ku jodohkan dengan seorang perempuan yang sangat cantik dan dari keluarga yang kaya raya. Jadi lebih baik kamu menjauhi Rama!" kata Mamanya sambil melotot kearahku dengan suara yang sedikit di pelankan.
"Apa maksud Tante, bukanya kata Rama, Tante sudah menyetujui pernikahan kami? Saya tidak butuh uang Tan. Saya hanya butuh pertanggung jawaban dari Rama,"
Aku sungguh tak menyangka Mamanya akan berkata seperti itu, seperti ya dia memang sungguh sungguh tak menyukaiku. Sorot mata tajam diperlihatkan mereka berdua padaku. Namun ketika Rama dan Papanya turun dari tangga, mereka kembali duduk seperti biasa, dan kata kata barusan seperti tak pernah diucapkan.
"Yank, ini Papaku. Pa, ini Siska,"
Aku pun menyalami tangan Papanya Rama, terlihat dia lebih sabar dari pada Mamanya dan Kak Ratih.
"Rama sudah cerita semuanya. Kalian sudah terlalu kebablasan dalam berpacaran, kalian harus segera bertaubat kepada Allah. Sebenarnya aku menaruh harapan besar pada Rama, agar dia meraih gelar sarjana dulu sebelum menikah, namun tak ada yang tahu apa yang akan terjadi hari ini dan besok. Karena sudah terlanjur, maka secepatnya melangsungkan akad nikah sebelum perutmu semakin membesar," kata sang Papa bijak dan membuat hatiku tentram.
"Tapi Pa, sebenarnya Mama kurang setuju kalau Rama menikahinya. Masa depanya masih panjang. Kita kan bisa membuat janin itu jatuh. Agar nama baik keluarga kita juga tidak tercoreng Pa!" kata Mamanya sewot.
"Sudahlah Ma. Bukankah tadi sudah kita bahas tentang semua ini, dan kita sepakat akan menikahkan mereka. Rama harus bertanggung jawab atas apa yang dia perbuat. Dan jangan menambah dosa lagi dengan mengugurkan janin tak berdosa ini. Tak ada opsi lain. Setelah menikah nanti Rama kan masih bisa meneruskan kuliah dan menggapai mimpinya. Biarlah orang berkata apa, nasi sudah menjadi bubur. Secepatnya pernikahan harus segera dilakukan!" kata Papa tegas.
"Sekarang antar Siska kembali ke kost nya, biarkan dia istirahat. Besok lusa mari kita bersama sama ke Kediri, mengatakan semuanya ke orang tua Siska. Jangan lupa bertaubat kepada Allah. Jaga kandunganmu baik baik Sis. Papa ada kepentingan di luar sekarang." tambahnya lagi.
"Terima kasih Om, sudah memberi restu pada kami. Dan maaf saya telah membuat malu keluarga Om. Terima kasih semuanya. Saya pamit ya Om, Tante, Kak," kata sambil memohon diri, mereka pun hanya mengangguk.
Aku dan Rama merasa sangat bahagia dengan semua keputusan itu, dan kami pun merancang berbagai hal setelah pernikahan kami, seakan semua ini sudah berjalan sesuai keinginan kami. Padahal, seperti yang Papanya Rama bilang tadi , kita tak akan pernah tau apa yang akan terjadi besok.
