Bab 3
Malam hari...
Gadis itu hanya duduk di ranjangnya menunggu seseorang yang juga tak kunjung pulang, semua masakan yang ia buatkan utuh belum tersentuh oleh suaminya, sama seperti dia yang juga belum tersentuh Earnest.
Andai saja ini bukan MIAMI pasti sekarang sudah keluar mencarinya, tapi.. ini adalah tempat baru bagi Inzel, hanya beberapa persen tempat yang di kenali gadis itu, itupun ia hanya melihat google dari ponselnya.
"Earnest, dari mana saja kau," Inzel berdiri menyambut kedatangan orang yang sudah ditunggu.
Pria itu berjalan tergesa-gesa menuju laci yang di dalamnya berisi segepok uang yang diberikan Grandma kemarin .
"Tunggu, jangan ambil uang dari Grandma, itu adalah amanat untuk membangun sebuah bisnis yang sudah kita bicarakan dengan Grandma, "uang itu adalah pesangon dari Grandma, tapi Earnest mengambilnya begitu saja, tapi untuk apa?
"Hai kau diam saja, masih beruntung kau tidak kutelantarkan di tengah jembatan," Earnest membuka amplop, jarinya sedikit memilah untuk menghitung.
Inzel merampas amplop itu, "akan aku berikan jika kau memberitahu ku,untuk apa? Tolong beritahu aku apa bisnismu? Ini bukan untuk diriku , ini untuk keluarga kita," Inzel menyembunyikan amplop itu di belakang punggungnya.
"Ayo mana berikan! sebelum kau menyesal," Earnest membalikan telapak tangannya.
"Tidak,ini adalah amanat dari Grandma,"
Earnest memajukan tubuhnya memegang kedua lengan Inzel diangkat nya lengan itu di atas, amplop itupun jatuh di bawah lantai "jangan mengatur hidupku, Statusku lajang, aku tidak beristri," lalu melepaskan nya begitu saja.
Dengan kekuatan antara hidup dan mati gadis itu memajukan bibirnya dan mencium Earnest tanpa sepengetahuan nya, entah setelah ini ia akan dicaci apa olehnya, namun Inzel hanya ingin Earnest sadar, bahwa sekarang kita harusnya saling memprioritaskan.
"Lancang kau," Lelaki itu melepaskan.
"Aku hanya ingin kau tersadar, kita sama-sama tidak ingin ini terjadi, tapi sekarang takdir harus membuat kita seperti ini, aku sah istrimu Earnest," dengan rasa malu karena harus dia yang memulai terlebih dahulu.
"Apa? Takdir? Kau bilang ini takdir? Jangan berharap dirimu mendonorkan darah pada Grandma, kau dibayar dan kau disuruh menikahi ku, ini kau bilang takdir?" teriak Earnest di wajah Inzel sampai-sampai gadis itu menutup matanya tak kuasa mendengar itu semua.
"Aku istrimu, kau suamiku, apakah aku salah,?" Jemarinya meremas pakaian nya sendiri.
"Kau memperlihatkan sisi murahan mu kepadaku, sungguh aku muak melihat wajahmu,"
Lelaki itu pergi namun Inzel memeluknya dari belakang, tanganya melingkar di dada bidang Earnest "kumohon, kita sama-sama tersakiti disini, cobalah mengerti keadaanku, Aku percaya dengan takdir, Kau pasti tahu itu,"
Sangat mudah melepaskan pelukannya dan Earnest berbalik badan, " baiklah, Kau berkata bahwa ini TAKDIR, baiklah aku akan mengubah takdir itu sendiri, dengan caraku sendiri, usahaku sendiri, Sehingga kau takkan bisa berkata tentang takdir," tangan Earnest membersihkan bajunya sendiri seolah jijik.
"Dan satu hal lagi, jangan menyentuh ku seperti itu lagi, Karena aku tidak Sudi disentuh sebuah kuman sepertimu," Earnest merapikan pakaian nya dan pergi meninggalkannya dengan mengambil amplop coklat tadi.
"Aku percaya takdir... Aku percaya takdir...tanpa takdir kita tidak akan bertemu," kata Inzel dengan suara seraknya yang sedikit menangis.
~
CASINO MIAMI.
Dimana para penjudi ternama, terhebat, terkaya, disinilah orang-orang gemar menghamburkan uang dengan alasan Hanya Untuk Hiburan seluruh meja berderet panjang di tengahnya sudah ada sebuah kartu.
Gilbert Gustavo semenjak kematian kekasihnya ia menjadi pilu dan sedih, Farro yang sudah kenal akan dunia luar dan ahli dalam bidang judi mengajaknya untuk sedikit berbaur, tak ada yang perlu di takutkan karena selama ada Farro, kemenangan ada di tangannya.
Earnest sudah berada dengan 5 orang duduk di meja berbentuk persegi panjang, dan 5 orang itu sama-sama memegang kartu di tangan nya.
Ada pepatah, "karena sudah basah maka lebih baik tercebur," Earnest telah kalah di awal permainan, hatinya menjadi panas dan sangat panas ingin mengambil lagi uang yang sudah hilang darinya.
Bertindak bahwa melepaskan kesedihannya berlari di tempat perjudian, ya memang benar ini sangat menyenangkan, namun apakah tersadar efek dari semuanya? Uang akan habis secepat air mengalir, dan tak ada lagi yang tersisa.
"Tunggu, jangan seperti itu," ucap Farro menasehati Gilbert.
Didepan nya sudah ada Earnest dengan pandangan mata kacau dan gelisah .
"Kita menang lagi bos," Farro tersenyum puas dan menepuk pundak Gilbert.
Sedangkan ke 4 lelaki pun menyerah, dan yang tersisa hanya Earnest dan Gilbert.
"Aku pertaruhkan semua uangku... Bernilai US$1473622.11 (200 juta) Kita duel," ucap Earnest menantang.
"Are you seriously?" Farro pun kaget mendengarnya.
"Yaa" Earnest sudah terbakar emosi, ambisi dan setan yang menjalar di tubuhnya.
Bandar pun mengocok kartu baru, di bagikan kartu itu dengan cara sehat, tak memilih Antara siapa dan siapa.
Farro tersenyum melihat isi kartunya "it's good," sedangkan Gilbert yang memegang kartunya.
Didepan Earnest seperti orang kesetanan, melihat bahwa kali ini dia akan benar-benar kalah.
Bermain...mereka melanjutkan permainan yang sudah disepakati hingga kali ini Earnest benar-benar kalah.
"Aku harap kau tidak mengingkari janjimu," ucap Gilbert, sebenarnya 200 juta bukanlah uang banyak mengingat apa posisi dan jabatan nya, tapi percayalah, judi bagi kaum lelaki sangat mengasyikkan.
"Aku ubah perjanjian ku.. Aku batalkan," Earnest hendak kabur namun terburu Farro menghadangnya.
"Kau sudah berucap .. maka tepatilah,"
"Aku hanya bercanda," Ucapnya enteng.
"What do you think about this?" Farro melirik Gilbert namun tangannya berhasil memiting tangan Earnest dengan keahliannya yang ia punya .
Farro semakin mengunci ketat lengannya, "ayok berikan uangmu atau ku patahkan tulang hasta mu!" beralih memegang pergelangan tangan.
"Oh aw.. tidak," ucap Earnest.
"Cepaattt," ketus Farro .
"Baiklah aku tepati tapi bisakah kau lepaskan aku, kita bicarakan baik-baik,"
Lelaki bertiga itu pun duduk di santai untuk pembicaraan yang lebih privat, Farro yang terus menagih, sedangkan Gilbert pun santai menanggapi nya.
"Aku tidak bisa menepati uang senilai US$1473622.11, tapi aku bisa memberikan mu seorang wanita .. bagaimana?" Tawar Earnest.
"Kau memberiku seorang wanita penghibur?" Tukas Gilbert kaget .
"Tapi kujamin kau pasti suka,"
"Masa bodoh dengan dia .. asal uangku tetap aman," Batin Earnest.
Farro berbisik kepada Gilbert dan berdiskusi tentang ini .
"Aku hanya pendatang di sini jika tak percaya kau bisa melihatnya," Earnest memberikan salah satu identitasnya.
Farro pun percaya , Earnest berkata bahwa uangnya untuk kebutuhannya sehari-hari.
Perempuan? Wanita? Gadis? Apapun itu, di benak Farro terpanjat sebuah rencana, tentu rencana untuk Gilbert, jika dengan cara berjudi belum mampu menghilangkan kesedihannya, mengapa tidak dengan wanita ?
"Ia Virgin?" Tanya Farro.
"Tentu," Earnest belum menyentuhnya, jadi dia jawab saja apa yang ia tahu, asal sekarang bisa bebas, mengapa tidak?
Gilbert menolak dengan keras usul ini, bagiamana pun ia tidak pernah berfikir sejauh itu, tapi Farro telah memutar mindsetnya sehingga Gilbert tak mampu menjawab.
"Tapi aku tidak akan menidurinya.. aku akan terkena HIV," bisik pelan Gilbert .
"Dia virgin, percayalah," balas Farro.
"Ayoklah, Kita ini lelaki berumur 27 tahun, Jangan menjadi munafik," bujuk nya lagi .
"Kau akan membiarkannya kabur tanpa ada jaminan?" Imbuhnya lagi.
Gilbert yang mengelus kepalanya "baiklah,"
"Kuterima tawaranmu, Dimana tempat tinggalmu?" Farro tak ingin dibohongi kedua kalinya.
"Apartemen LAMENDA,"
Keduanya saling bertatapan... Menganggukan kepalanya berbarengan, tentu saja syok karena ia tinggal di apartemen miliknya.
