Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 Penyesalan

"Gimana...?, Gimana Pak Alif?." Niken menaik turunkan alisnya yang tanpa pensil alis itu dengan genit ketika aku sudah mandi dan sedang memakai body lotion. "Cerita cepetan!, gak usah sok misterius gitu."

Aku mengangkat bahu saja, sengaja membuatnya bertambah penasaran. Syukurin, suruh siapa cerita seenaknya sama Alif. Sifat dasarnya yang kepo membuat Niken terus saja mengikutiku dan mengguncang badanku. Haha aku ingin tertawa keras, tapi aku tahan dan memperlihatkan wajah tidak bersemangat. "Gak berhasil Nad?. Tapi kalau gak berhasil kok loe bisa pulang duluan sama dia." Benarkan?. Niken memang si super kepo.

Lama-lama kasihan juga melihat wajah Niken yang sedang berpikir keras. Tidak tega, akhirnya runtuh juga pertahanan ku dan menceritakan pada Niken apa yang tadi terjadi antara aku dengan Alif. Dia tertawa bahagia sambil menggerutu."Rasain tuh si Bima. Bagus.. bagus.., loe lanjutin aja terus sama Alif."

"Udah gak manggil pake Pak lagi?. Langsung Alif?." Godaku.

Niken mengibaskan tangannya sambil tertawa, "halah mau jadi pacar loe ini."

"Songong loe." Aku menarik selimutku sampai diatas dada. Ah hangatnya. "Udah loe tidur juga cepet, katanya besok mau sok-sok an joging. Nyari mangsa baru karena Romi udah mulai ngebosenin." Aku tidak menghiraukan lagi Niken.

"Eh.., eh.. itu handphone loe bunyi.".... "Dari Alif."

Niken heboh. Dasar kepo banget. Sementara aku santai saja. "Udah gak usah diangkat dulu, biar dia tau gue gini-gini jinak-jinak merpati." Kataku cuek tanpa membuka mata.

"Iya iya deh yang jinak-jinak merpati sekarang. Jamannya si Bima, ada telepon dari dia langsung diangkat sambil mesem-mesem."

"Berisik!."

**

Besoknya aku dan Niken sok-sok an joging di Car Fred Day. Padahal aku malas sekali, dasar saja si Niken ngebet banget cari cowok. Ya kali cowok tinggal nyomot, sampai akhirnya dia ngaku. "Jadi gue itu lagi naksir sama temen kita, inget gak si Bayu?." Aku mengingat dulu, Bayu itu yang mana ya lalu aku ingat dan mengangguk-ngangguk. "Nah gue kemarin contact an sama dia lewat ig. Katanya dia hari ini mau joging disini."

"Emang sekarang dia ganteng banget ya sampei harus loe yang kesini?. Biasanya juga kan loe jual mahal." Aneh, selama ini Niken selalu mendekati cowok dengan gaya jual mahal. Aku yakin ada sesuatu yang Niken sembunyikan.

Betul ternyata. Niken tersenyum-senyum malu sambil terus berjalan santai. "Sebenernya lagi nih ya, gue itu udah suka sama dia dari jaman kita SMA. Nah kemaren kebetulan dia follow ig gue. Dan dia juga DM gue duluan. Ya gue ngerasa yakin mungkin ini jawaban buat doa gue selama ini yang minta jodoh."

"Loe yakin status di KTP dia single." Niken mendorong bahuku pelan sambil mengumpat. "Ya kali aja kayak si Heru kemaren."

"Loe tuh ya temen lagi seneng malah di takut-takutin. Tenang gue udah liat ig nya terus nanya ke temen yang juga untungnya satu kantor sama si Bayu. Dia single dan belum punya istri." Jawab Niken yakin dengan wajah berbunga-bunga.

"Berarti sebenarnya loe udah ngamatin si Bayu ini dari lama dong?, sampei loe bisa nanya ke temen loe dan sebagainya." Niken mengangguk malu. Dasar, bisa aja dia kemarin terus ngolok-ngolok aku karena cinta sama si Bima sekarang malah dia yang kaya gitu.

Bukan Bayu yang kami temukan, kami malah bertemu dengan Alif yang sedang menunggu pesanan buburnya ketika kami memutuskan buat makan. "Pak Alif?." Tanya Niken heboh seperti melihat undian berhadiah.

"Hai Ken. Sama Nadila juga." Pak Alif berdiri dan menggeser duduknya. "Sini aja duduknya. Saya juga baru pesen."

"Loe duduk aja dulu, gue mau pesen." Titah Niken. Aku duduk disamping Alif. Dari dekat, aku bisa mencium parfum Alif yang sudah bercampur dengan keringat. Wangi. Alif memakai kaos dengan celana pendek dan sepatu olah raga.

"Kamu udah sering makan bubur disini?." Tanya Alif ketika aku sedang menelitinya. Ah sial, ketahuan.

"Ehm..., baru pertama kali. Biasanya sih males pagi-pagi gini mesti keluar. Niken aja tuh maksa." Jawabku sambil melirik pada Niken yang sedang sibuk sama requestannya yang seabrek. Jangan terlalu banyak seledri, jangan pake kacang, empingnya sedikit aja.

Alif menerima pesanan buburnya sambil berterima kasih pada pelayannya. Dari jarak sedekat ini aku bisa lebih mencium keringat Alif yang gak tau kenapa enak aja gitu diendus. Ya ampun Nadila tobat. Pikiran mu ngelantur. "Kalau aku udah sering makan bubur disini, tiap minggu. Deket apartemenku juga kan."

"Oh emangnya apartemen kamu dimana?."

Alif menyuap dulu buburnya. Mengunyah dulu, baru menjawab. "Deket sini kok. Kalau jogingnya biasanya 45 menit."

"Bukan deket itu mah." Balasku. Dia tertawa dan tiba-tiba Alif memajukan wajahnya, berbisik padaku. "Kenapa malem telepon ku gak diangkat?."

Saat aku akan menjawab Niken kembali dan langsung duduk di sebelahku. "Banyak banget yang pesennya jadi lama deh. Eh Pak Alif emang suka joging atau lagi cari mangsa di sini?." Tanya Niken sok polos membuat Alif tertawa.

"Kamu kali Ken yang lagi cari mangsa." Niken tersenyum malu. "Jangan turunin pasar saya di depan Nadila dong Ken. Saya emang suka joging tiap minggu."

Bubur pesanan kami pun datang, aku yang menerima lebih dulu baru Niken. "Pantesan ya badan Pak Alif bagus." Puji Niken yang langsung aku cubit pahanya.

"Makasih. Oh ya panggil Alif aja kalau diluar Ken." Ucap Alif dengan tersenyum manis. Hatiku langsung meleleh. Pantas aja dia jadi playboy. Senyumannya bikin orang yang liat klepek-klepek. Ditambah lesung pipinya di kiri dan kanan. Kacamatanya juga bikin kegantengannya meningkat beberapa puluh persen. Penampilannya juga modis. Ya Tuhan, sadar Nadila. "Kalian mau kemana abis ini?." Tanya Alif setelah mengunyah suapannya yang terakhir dan membersihkan mulutnya dengan tissue.

"Kita mau pulang." Jawabku, tapi beda dengan jawaban Niken. "Mau jalan lagi."

"Ken, kita udah muter-muter daritadi. Gak ketemu juga. Udah pulang aja."

Niken menyuap satu suapan bubur besar-besar dengan emosi. "Gak bisa. Gue pokoknya harus ketemu, gimana pun caranya. Bentar." Niken terlihat membuka instagram di handphonenya kemudian mengetikkan sesuatu, tidak tau apa. Lalu akhirnya, "yes. Gue mau ketemu sama Bayu. Dia ternyata lagi di deket sini." Niken dengan cepat langsung menghabiskan sisa buburnya.

"Tungguin." Baru aku akan menghabiskan bubur. Niken menahan tanganku. Ada gelagat aneh. Firasatku jadi gak enak.

"Loe sama Alif aja. Gue takut kalau Bayu ketemu loe nanti dia naksir loe lagi." Jawabnya enteng membuat aku melongo sementara Alif malah tertawa lebar. Baru aku akan protes, Niken sudah memotong. "mau ngajak Nadila jalan kan Lif?." Niken aku pelototi. Dia itu senang banget bersikap seenak jidatnya.

"Iya, kamu mau maen gak ke apartemenku?. Nanti aku anter pulang. Aku gak bawa mobil." Tanya Alif langsung. Aku agak bimbang, masa pertemuan kedua langsung maen ke apartemennya.

Belum aku menjawab, Niken sudah menjawab lebih dulu. "Iya maen aja udah ke apartemen Alif. Lif jangan dimacem-macemin ya Nadila." Niken mengancam Alif. Dalam hati pasti Alif sudah menyumpahi Niken, stafnya ini.

"Oke, tenang aja." Jawab Alif santai sementara Niken langsung buru-buru membereskan handphone juga dompetnya kemudian cipika-cipiki denganku. Daritadi aku belum sempat ngomong apa-apa, dan dia sekarang malah pergi. Dasar Niken. Untung temenan dari dulu, kalau enggak udah aku buang ke laut. "Tunggu bentar ya, aku bayar dulu." Ya ampun Niken pasti lupa bayar.

"Aku juga mau bayar."

Alif menahan tanganku saat aku akan berdiri. Mungkin dia ingin seperti laki-laki sejati. Ya sudahlah aku biarkan saja. "Udah sekalian aja." Alif segera membayar dan langsung mengajakku pergi. "Yuk." Aku mengikutinya.

**

Sampai di apartemen Alif aku langsung duduk di sofa yang ada didepan TV. Sibuk mengatur nafas. Apartemen Alif itu sama sekali gak deket, tapi jauh dari tempat CFD tadi. "Minum dulu." Alif menyodorkan segelas air putih yang langsung aku habiskan kemudian dia ikut duduk disampingku.

"Tadi itu jauh Lif. Bukan deket." Gerutuku padaAlif sambil mengipas-ngipas leherku dengan tangan. "Keringat ku aja sampei banyak banget."

"Kamu bawa ikut rambut gak?." Tanya Alif random. Aku bingung buat apa ikut rambutku?. Rambutnya kan di potong cepak rapih. Tapi ya sudah aku mengambil saja dalam tas kecilku dan memberikan padanya. "Kamu balik badan, ngadep tembok." Titah Alif dan aku nurut saja walaupun pikiranku kemana-mana. Takut dia macam-macam padaku. Tapi ternyata Alif mengumpulkan rambut panjangku kemudian mengikatnya. "Selesai. Kamu gak bakal kegerahan lagi."

"Ah bego banget aku. Iya kenapa ya aku gak ngiket rambut aja daritadi. Ternyata capek bisa bikin bego juga ya." Aku tertawa sumbang sambil melihat ke sekeliling apartemen Alif. Daritadi sibuk menggerutu karena capek dan kepanasan sampai lupa buat memperhatikan apartemennya.

Apartemen Alif didominasi oleh warna abu dan putih. Warna yang netral untuk laki-laki. "Kamu suka warna abu?. Atau karena warna ini banyak dipake?."

"Suka aja. Kamu suka warna apa?."

"Em..., putih, pink, warna-warna pastel gitu lah."

"Tapi kamu waktu malem ke pesta pake dress item." Aku tertawa, jujur gak ya?. Ya udah lah. "Kata Niken, aku kalau pake putih gak cocok. Katanya kayak malaikat, bukan aku banget." Jujurku.

"Emang kamu apa?."

Aku tertawa, "setan mungkin."

Mata Alif yang awalnya fokus dengan TV sekarang berbalik padaku dan menatapku dengan fokus. Ah jantungku. Gak boleh Nadila, dia itu playboy. Jangan sampei kamu udah berhasil keluar dari mulut harimau eh malah masuk ke mulut singa. "Jadi kenapa kamu malem gak angkat teleponku?."

Setenang mungkin aku menjawab, "malem aku langsung tidur."

"Aku kira kamu lagi jinak-jinak merpati." Balas Alif tertawa. Aku ikut tertawa juga, laki-laki satu ini emang beda dan agak bahaya. Aku harus pinter buat ngadepin dia supaya aku gak jatuh cinta sama dia. "Eh aku mandi dulu ya, gak enak. Kamu mau mandi disini gak?. Nanti pake baju aku aja." Aku memandangnya, membaca dia punya niat aneh gak?.

"Aku kan nanti anter kamu pulang. Jadi kamu gak akan malu." Aku mengangguk setelah berpikir beberapa menit. Aku tidak punya pilihan memang sekarang badanku lengket dan bau keringet. "Oke aku duluan ya, nanti aku sekalian siapin bajunya."

Lima belas menit aku tunggu Alif sambil menonton kartun kemudian dia keluar dengan penampilan lebih segar dan rambut yang acak-acakan. "Kamu mandi dulu, aku udah siapin bajunya." Aku jadi berpikir, dia nanti waktu aku mandi masuk diem-diem gak ya ke kamar?. Ah semoga enggak, kalau iya dia macam-macam aku tinggal tendang saja burungnya.

Ternyata ketika aku mandi, Alif tidak melakukan apa yang ada dalam pikiranku. Aku bersyukur. Sepertinya aku sudah terlalu banyak membaca novel dewasa. Pikiranku jadi ngelantur mirip Niken. "Seger kan?." Tanya Alif ketika aku keluar dari kamarnya dengan kaos putih yang agak kebesaran dan celana pendek diatas lutut. "Aku punya ide kayaknya supaya kaos itu gak keliatan kegedean gitu. Kamu balik badan." Aku membalikkan badanku dan Alif mengikat kaosku. "Selesai."

"Thanks ya. Kamu kayaknya punya keahlian banyak. Ngiketin rambut, bikin baju kegedean jadi kecil." Ucapku sambil duduk kembali di sofa. Baru saja pantatku menempel, handphone di atas sofa berbunyi. Panggilan dari Bima. Aduh gak bisa gitu ya dia biarin aku tenang sedikit. Lagi pedekatean masih aja direcokkin.

"Gak diangkat?."

Aku menonaktifkan handphoneku. "Gak usah. Dia itu gak tau deh apa maunya. Bikin pusing aja. Dulu waktu pacaran gak kayak gini, giliran udah putus ngerecokin terus."

"Jalan yuk malem?." Tanya Alif tiba-tiba.

"Hah?." Aku seperti orang bego. Perasaan tadi lagi ngomongin Bima, tiba-tiba dia ngajakin jalan.

"Nonton malem ini. Aku tadi liat ada film rame di bioskop. Daripada kamu di recokin Bima."

"Bisa aja kamu Lif nyalipnya."

"Harus bisa lah. Kita cowok harus bisa menggunakan segala kesempatan yang ada." Aku timpuk Alif dengan bantal.

"Oke. Lagian aku bosen dirumah aja. Niken juga pasti sibuk sama gebetannya."

"Jam tujuh ya aku jemput."

"Ya udah kalau gitu kamu anterin aku pulang sekarang." Aku melihat jam di tanganku. "Udah mau jam 12 juga."

"Tunggu aku bawa kunci mobil dulu."

**

"Belum juga ngembaliin jaket yang malem sekarang malah pake jaket kamu lagi." Kataku ketika aku dan Alif sudah berada didepan rumah.

"Gak apa-apa, semakin banyak barang ku di kamu semakin kita sering ketemu kan?." Terang Alif.

Tadi sebelum mengantar pulang, Alif menyodorkan jaketnya padaku. "Ini pake aja. Kamu pasti risih kan pake kaos putih gitu aja."

"Ini bukan karena kamu malu sama kejadian kemarin kan?. Kejadian aku yang minta jaket duluan karena kamu gak peka." Alif tertawa lalu akhirnya aku pulang dengan jaketnya lagi.

"Ya udah, makasih ya udah dianterin."

"Aku jemput jam tujuh malem ya?." Aku mengangguk kemudian turun dari mobilnya. Ketika masuk ke rumah, aku kira bakal rame ternyata sepi. Mungkin mamah dan papah lagi ke yang nikahan karena hampir tiap minggu mereka selalu dapet undangan. Akhirnya aku langsung saja menuju kamar. Niken sedang menonton Netflix di atas kasurku dengan cemilan. Aku langsung syok. Dia tau aku tidak biasa memakan apapun diatas kasur. Selain jorok juga takut ada semut. "Turunin cemilan loe dari kasur gue!." Titahku sambil menutup pintu.

Niken langsung melihatku tanpa dosa dengan cengirannya. "Galak amat loe baru pulang pacaran juga. Mana ada acara pulang pake baju Alif. Abis ngapain bu?."

Aku duduk di sebelahnya dan menimpuk kepala Niken dengan guling. Niken merengek sakit. Rasain. "Loe itu tadi gak setia kawan banget ya. Dateng gebetan, loe malah tinggalin gue sama Alif. Gimana kalau gue di apa-apa in sama dia?."

Niken langsung duduk dan memberikan tatapan genit mesum. "Terus loe di apa-apa in gak?."

"Enggak sih." Jawabku cuek sambil melepas jaket.

"Terus ngapain pake baju dia kalau gak di apa-apa in?. Baju loe dirobek sama dia pas mau gitu." Dasar otak mesum. Aku menimpuknya lagi dengan bantal.

"Kebanyakan baca novel porno loe."

"Kan loe juga seneng." Sial, Niken buat aku tidak bisa menjawab. "Jadi loe diapain dong sampei ganti pake baju dia."

"Tadi apartemen yang kata dia deket sama tempat CFD itu ternyata jauh. Butuh waktu sejam kita jalan. Loe bayangin jam sepuluh gue jalan jauh. Gimana keringet gue coba?. Ya gue gak punya pilihan selain mandi dan ganti punya dia karena baju gue basah keringet."

Niken kembali ke posisinya semula. "Ah gak asyik kalau gitu. Gue tadi juga sama Bayu gitu sih. Kita cuman makan mie Yamin terus pulang aja. The End."

"Itu karma karna loe telantarin gue." Tawaku puas sambil memilih baju. "Gue di ajak nonton nanti malem sama dia." Sambungku.

Pintu di ketuk. Ternyata Mbak Nina, "mbak maaf itu ada yang nyari."

"Siapa?." Tanyaku tapi Mbak Nina menggeleng dan pergi. Siapa yang mencari ku ya?. Tadi kan ALif udah bilang jam tujuh. Apa dia mau batalin janjinya?. Atau dia masih kangen?. Masa iya. "Tunggu ya Ken. Gue ke bawah dulu."

Niken yang asyik dengan cemilan dan filmnya hanya menjawab dengan anggukan.

**

"Nad, kemana aja?. Kok susah dihubungi?." Ya ampun manusia satu ini lagi. Pasti dia tadi minta Mbak Nina buat jangan ngomong kalau dia yang dateng, makanya Mbak Nina cuma ngegeleng-geleng aja.

Dengan malas aku duduk di sofa yang ada diseberangnya. "Apa sih Bim repot banget ngurusin hidup aku?. Kita udah putus ini."

"Kita belum putus. Aku gak ngerasa udah bilang deal atau setuju." Lihat bukan si licik dan egois ini?. Ya ampun bagaimana aku harus bersabar mengahadapi manusia satu ini.

"Terserah yang penting aku ngerasa udah putus sama kamu." Mbak Nina datang dengan minuman, dia agak takut melihatku. Sepertinya dia tau kalau aku tidak ingin bertemu denagn cucurut satu ini. "Padahal gak usah disediain minum Mbak, dia mau pulang sebentar lagi kok."

"Bentar." Bima bangun dari duduknya dan duduk disebelahku. "Kayaknya itu bukan baju cewek deh. Keliatan dari celananya. Terus aku kayaknya belum pernah liat kamu pake baju kegedean terus digituin."

Dasar si jeli. Aku memang harus mengakui kejelian Bima, mungkin karena itu juga di kantornya dia ditempatkan di bagian keuangan. "Emang bukan punya aku." Jawabku santai dan menatap wajahnya yang mulai pucat pasi. "Ini punya Alif."

"Kamu ngapain pake baju Alif?." Tanyanya dengan nada rendah.

Aku tertawa mendengarnya. Senang sekali bisa membalas segala kelakuan Bima. Terima kasih Tuhan. Engkau bantu hamba Mu ini. "Gak boleh emang?. Kamu juga dulu bajunya pernah ada di Hani. Dicuciin lagi. Aku gak sewot kaya kamu sekarang loh."

Bima menutup matanya. Rasakan. Aku tertawa bahagia dalam hati. "Waktu itu kan aku bilang kalau aku kehujanan waktu jemput anaknya. Jadi dia pinjemin baju suaminya. Bajuku sama dia dicuci."

"Aku juga punya alasan dan kamu gak usah tau. Udah ah aku mau ada janji sama Alif nanti malem. Kamu pulang gih." Aku sudah berdiri, bersiap pergi ke kamar tapi Bima menahan tanganku dan ikut berdiri.

"Aku masih sayang sama kamu Nad. Kamu jangan kayak gini dong. Cukup nyiksa aku nya." Ucapnya frustasi.

Aku menoleh dengan memasang wajah menyebalkan. Enak saja dia. Ingin aku sekaligus istri orang itu. "Kalau kamu sayang sama aku, gak mungkin kamu selalu mentingin istri orang itu." Bima tidak bisa berkutik apa-apa lagi dan aku pergi ke kamar dengan perasaan lega karena ganjalan-ganjalan yang selama ini menumpuk seperti sampah perlahan terangkat satu persatu.

**

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel