Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2. Hati yang Merasa Bersalah

“Aku akan meminta asistenku mengirimkan sejumlah uang untukmu tutup mulut.”

Kalimat tajam yang lolos di bibir Christian membuat hati Claudia merasa tercabik. Bahkan harga dirinya seakan direndahkan oleh calon kakak iparnya itu. Sungguh, dia tidak akan mungkin bisa menerima ucapan tajam dari pria yang menjatuhkan harga dirinya. Tidak akan pernah bisa!

“Kau ingin menyamakan aku dengan jalang? Kau pikir aku menjual tubuhku padamu? Itu maksudmu, Tuan Hastings?” Nada bicara Claudia bergetar kala mengatakan itu. “Dengarkan aku baik-baik! Seburuk-buruknya diriku, tidak akan pernah mungkin aku merusak kebahagiaan kakakku sendiri!” Lanjutnya dengan air mata yang bercucuran membasahi pipinya.

Christian kian melayangkan tatapan tajam pada Claudia. “I don’t give a fuck! Aku akan tetap meminta asistenku untuk mengirimkan uang ke rekeningmu sebagai bentuk kompensasi. Ingat baik-baik, apa yang terjadi tadi malam hanya kita berdua yang tahu. Kalau sampai, ada orang lain yang tahu, maka kau akan tahu akibatnya!” Lalu, Christian hendak melangkah pergi meninggalkan Claudia yang masih bergeming di tempatnya.

Claudia ingin menjawab ucapan Christian, namun dia tidak ingin mencari-cari sebuah keributan. Terlebih kakaknya ada di rumah. Terpaksa, dia pun sekarang memilih untuk diam ketika Christian menindasnya.

Claudia bukanlah sosok perempuan sempurna, yang tak memiliki celah kekurangan sedikit pun. Dia menyadari dirinya memiliki jutaan kekurangan. Akan tetapi, tidak pernah sedikit pun dia berniat menghancurkan kebahagiaan kakaknya sendiri.

Claudia seperti berada di dalam api neraka. Pagi yang cerah tapi tidak dengan hidupnya. Sekarang wajah yang nampak sangat pucat. Kemuraman menyelimuti gadis cantik itu. Tidak lagi bisa terbendung kesedihannya. Tak pernah Claudia sangka akan kejadian tadi malam. Kejadian yang benar-benar menyiksa hatinya.

Setiap detik apa yang terjadi tadi malam, tak bisa hilang dari ingatan Claudia. Seolah tadi malam terpasang CCTV di memori ingatannya—bahkan tak bisa terlupa. Setiap kali sentuhan Christian tak bisa sedikit pun lenyap dari ingatan Claudia.

Christian menyentuh setiap inci tubuhnya, bahkan di kala Claudia melepas jerat pria itu dan juga berteriak keras—tetap tidak membuat Christian menghentikan itu. Hatinya hancur berkeping-keping. Sesuatu yang berharga dalam dirinya, telah dia serakan pada sosok pria yang mana bukanlah suami ataupun kekasihnya. Hal paling gila adalah pria itu merupakan calon suami kakaknya sendiri.

Claudia membenci kenyataan di mana dirinya telah melukai kakaknya. Sekalipun kejadian tadi malam adalah bentuk dari sebuah kecelakaan, tetap saja dirinya telah menorehkan luka begitu dalam pada kakaknya sendiri.

Claudia melangkah keluar kamar dengan langkah begitu pelan dan lemah. Pancaran matanya sudah tak lagi secerah biasanya. Dia menuruni tangga dengan tatapan amat rapuh. Berusaha tetap berdiri di tengah hantaman batu keras, sangatlah tak mudah.

Saat langkah kaki Claudia terhenti di depan ruang makan, tatapannya teralih pada Christian yang tengah bersama dengan Ella. Raut wajah gadis itu langsung berubah, seakan tengah ditikam oleh pisau tajam. Menyakitkan namun sama sekali tak berdaya.

“Claudia? Kenapa kau hanya melamun? Ayo sini kita sarapan bersama,” ajak Ella seraya menatap Claudia yang berada di ambang pintu. Wanita itu memberikan senyuman hangat pada adiknya tersayang.

Claudia berusaha untuk bersikap biasa dan memberikan senyuman paksa membalas kakaknya. “Ah, i-iya, Kak.” Lalu, dia duduk di kursi meja makan yang posisinya kebetulan berhadapan dengan Christian. Akan tetapi, gadis itu berusaha untuk tak melihat ke arah Christian.

“Claudia? Ada apa? Kau terlihat pucat.” Ella menatap adiknya yang nampak berbeda pagi ini. Bahkan Claudia memakai pakaian turtle neck. Pakaian yang harusnya Claudia pakai dimusim dingin. Sedangkan sekarang adalah musim panas. Benar-benar sangat aneh.

“T-tidak, Kak. A-aku baik-baik saja,” jawab Claudia berusaha sekuat mungkin untuk memberikan senyuman paksaan pada kakaknya.

Ella membawa tangannya menyentuh pipi Claudia. “Kau yakin, Sayang? Wajahmu pucat sekali. Kalau kau sakit, aku akan meminta pelayan untuk memanggilkan dokter.” Ella nampak mencemaskan keadaan adiknya itu.

Tanpa sadar, tatapan Claudia melihat ke arah Christian yang memberikan tatapan tajam padanya. Buru-buru, Claudia memalingkan wajah dari Christian berusaha untuk mengabaikan keberadaan Christian.

Claudia menggelengkan kepalanya lemah. “A-aku baik-baik saja, Kak. Aku hanya sedikit kelelahan. Tahun ini adalah tahun terakhir kuliahku. Jadi aku sedikit pusing karena terlalu banyak belajar,” ucapnya sedikit gugup di kala kakaknya menyentuhnya. Claudia menaikan pakaiannya demi menutupi lehernya. Gadis itu memakai turtle neck agar kissmark di lehernya tak dilihat orang. Terutama keluarganya.

Ella menghela napas dalam. “Jangan terlalu keras dalam belajar. Tidak baik, Claudia. Belajar memang penting untuk mendapatkan nilai terbaik, tapi kalau dipaksakan nanti malah mengganggu kesehatanmu. Segala sesuatu yang berlebihan tidak baik.”

Claudia tersenyum paksa. “I-iya, Kak. Aku akan lebih banyak beristirahat.”

“Oh, ya, Claudia, siang nanti aku dan Christian akan pergi melihat persiapan pernikahan kami. Kau tidak apa, kan di rumah sendiri? Dad dan Mom tadi pagi sudah pergi menemui teman mereka. Kau tahu, kan? Dad dan Mom sangat antusias dengan pernikahanku. Jadi mereka sibuk mengundang teman-teman mereka untuk hadir di pernikahanku nanti,” ujar Ella begitu riang bahagia menceritakan tentang pernikahannya yang tinggal di depan mata.

Claudia kembali tersenyum melihat kakaknya bahagia, namun di sisi lain hati Claudia merasa semakin bersalah karena telah melukai kakaknya. Claudia seperti tengah melakukan sebuah dosa besar yang bahkan tak bisa termaafkan.

“Hari ini, aku akan di rumah beristirahat. Kau pergi saja, Kak. Aku bisa menjaga diriku,” ucap Claudia pelan.

Ella tersenyum. “Ya sudah, kalau begitu lebih baik kita makan sekarang,” balas Ella—dan direspon anggukan kepala oleh Claudia.

Sarapan pun dimulai. Claudia menikmati sarapannya secara terpaksa dan perlahan. Tanpa sengaja, tatapan gadis itu kini menatap Ella yang tengah menyuapi Christian. Entah kenapa hati Claudia sangat merasa sesak melihat itu semua. Perasaannya menjadi tak enak, bahkan dirinya merasa tak nyaman.

Prangg

Sendok yang ada di tangan Claudia terjatuh. Refleks, Ella dan Christian mengalihkan pandangan mereka pada sendok Claudia yang terjatuh. Pun buru-buru, Claudia segera mengambil sendok itu.

“M-maaf.” Claudia mengambil sendok dengan wajah yang nampak jelas menunjukkan kegugupan seperti ada masalah yang ditutupi.

Ella mengambil sendok yang terjatuh yang ada di tangan adiknya itu, dan menggantikan sendok baru. “Claudia, ada apa? Apa ada hal yang membebani pikiranmu?” tanyanya merasa kalau ada yang aneh pada adiknya. Sikap adiknya pagi ini benar-benar berbeda dari biasanya.

“A-aku—” Claudia menelan salivanya susah payah. Rasa takut, bingung, dan campur aduk melebur menjadi satu. Dia ingin sekali meminta maaf secara langsung pada kakaknya, tapi di sisi lain dia sangat takut kakaknya akan terluka mengetahui kenyataan yang sebenarnya terjadi.

Kilat mata Christian semakin tajam, menatap Claudia. Pancaran matanya memancarkan jelas isyarat gadis itu untuk menutup mulut. Tampak Claudia sedikit melihat ke arah Christian yang sejak tadi tak henti menatap tajam dirinya. Debaran jantung gadis itu semakin kencang. Bahkan di bawah meja—tangan Claudia saling menaut gemetar akibat kegugupan yang melanda dirinya.

Perasaan yang Claudia rasakan saat ini tak menentu. Dia ingin mengaku dosa pada kakaknya, tapi di sisi lain dirinya memikirkan apa yang akan terjadi pada kakaknya jika sampai dirinya memberi tahukan tentang kejadian tadi malam.

Gugup, takut, rasa bersalah, bimbang semua dirasakan Claudia. Jika boleh memilih gadis itu pasti memilih dirinya sudah tak lagi hidup di dunia. Mengkhianati kakaknya sendiri adalah hal yang tak pernah sedikit pun dia pikirkan.

“Kakak, ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu…”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel