Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 | Aku Bukan Pria Mesum

"Hey, Bro! Kenapa kamu seperti melihat hantu?" canda Tyler sambil duduk di sofa bersebelahan dengan Damien. "Jadi… Menurutmu, bagaimana penampilanku tadi? Miranda memang pilihan yang baik, bukan?"

Damien terdiam sejenak, berusaha menyusun kata-kata. "Tyler, apa-apaan kelakukanmu tadi?"

Tyler tertawa lepas. "Bro, hidup ini singkat. Kita harus menjalaninyadengan cara kita sendiri. Selain itu, apa kamu tidak lihat tadi, Miranda juga sangat menikmatinya. Bahkan bisa aku pastikan gairahnya tadi meningkat pesat saat di nonton oleh pria tampan sepertimu."

Ucapan Tyler membuat Damien teringat dengan wajah cantik Miranda yang mengerang kenikmatan saat mencapai klimaks tadi.

Damien menggeleng pelan, mencoba mengusir raut wajah Miranda dari pikirannya. "Aku tidak yakin bisa mengerti dengan duniamu Bro. Itu terlalu..." Damien merasa sulit menemukan kata yang tepat, "...berlebihan."

Tyler mengangguk mengerti, tetapi pandangan mata birunya tetap menantang Damien. "Jangan batasi dirimu. Cobalah sesuatu yang berbeda, Damien. Lepaskan dirimu." Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka kembali. Dengan anggun, Miranda memasuki ruangan dengan troli berisi hidangan mewah untuk makan malam. Aroma menggoda dari hidangan yang Miranda bawa langsung menyusup ke dalam ruangan.

"Pak Tyler, Tuan Damien, ini makan malam untuk kalian berdua!" ucap Miranda dengan senyuman manisnya. Troli itu dipenuhi dengan hidangan lezat, mulai dari sushi, steak saikoro yang dihidangkan dengan saus spesial, hingga kue cokelat mewah.

Damien terkejut melihat sikap tenang Miranda. Wanita cantik itu tidak terlihat malu atas kejadian tadi, dia terlihat biasa saja dan mulai menata hidangan di atas meja. Beberapa saat kemudian, meja terisi dengan hidangan yang di bawa oleh Miranda.

Tylertersenyum melihat reaksi Damien yang kebingungan, dia lalu berbisik pada Damien, "Sudah kubilang ‘kan, dia juga menyukainya, sekarang… ayo kita makan.”

Damien yang sedikit terkejut menganggukkan kepalanya pelan. Setelah selesai menata hidangan, Miranda melihat ke arah Damien dan Tyler. "Semoga Tuan Damien suka dengan hidangan yang kami siapkan," ucapnya dengan senyum ramah.

"Dia pasti suka, bukan hanya hidangannya, dia juga sepertinya menyukaimu, mungkin malam ini kamu sebaiknya menemani Damien. Bagaimana, Damien?" Tanya Tyler tiba-tiba sambil memainkan kedua alisnya.

Damien mendadak panik mendengar ucapan Tyler, "Apa? Tidak, Tyler, itu terlalu..."

Tyler tertawa Pelan. "Relax, Bro! Aku hanya bercanda. Mari kita makan malam dulu."

Miranda ikuttertawa pelan, menikmati reaksi Damien yang kikuk. Setelah beberapa lama makan bersama, atmosfer mulai lebih santai. Percakapan mengalir begitu saja, terutama ketika Tyler dan Damien mulai mengingat masa-masa kuliah mereka.

Setengah jam berlalu dengan cepat. Setelah makan dan berbincang santai, Damien memutuskan untuk pulang karena besok pagi harus menghadiri acara peresmian hotelnya. Tyler mengantar Damien sampai ke depan bar.

"Besok jangan lupa datang," Damien mengingatkan.

Tyler mengacungkan jempolnya, "Pasti, Bro! Aku tidak akan melewatkan acaramu."

Damien masuk ke dalam mobil mewahnya, meninggalkan bar Tyler menuju Diamond Rose Hotel. Selama perjalanan, pikirannya terus terhanyut ke kejadian tadi. Gairahnya mulai meledak-ledak, dan dia mengumpat dalam hati, menyalahkan Tyler atas segala kegilaan yang baru saja dia alami.

Beberapa saat kemudian Damien tiba di Diamond Rose Hotel miliknya. Setelah mobil mewahnya berhenti di depan pintu masuk, Damien turun dengan langkah mantap. Suasana malam yang tenang dan gemerlap lampu hotel menyambut kepulangan sang Presdir.

Dua resepsionis cantik yang berjaga di lobi tersenyum ramah menyambut Damien begitu dia melangkah masuk. "Selamat malam, Pak Damien,” sapa salah satu dari mereka.

Damien mengangguk pelan dan tersenyum, "Selamat malam," jawabnya singkat sambil terus melangkah menuju pintu lift. Pelayan hotel dengan sigap membantu membuka pintu lift untuknya.

Saat lift membawanya ke lantai area presidential suite, Damien merenung. Pikirannya masih dipenuhi oleh gambaran pertarungan panas yang baru saja dia saksikan. Wajah Miranda terus muncul di benaknya, dan dia berusaha keras untuk mengusir pikiran-pikiran yang tak senonoh itu.

Sampai di lantai presidential suite, Damien berjalan menuju kamarnya. Begitu masuk, dia langsung menuju kamar mandi. Air hangat menyiram tubuhnya, membersihkan keringat dan pikiran kotor yang memenuhi kepalanya. Damien berganti pakaian, memilih setelan piyama yang nyaman.

Setelah bersih dan rapi, Damien merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur yang empuk. Namun, meski fisiknya terasa nyaman, pikirannya masih tidak tenang. Wajah Miranda kembali terlintas di benaknya.

Damien menepuk-nepuk jidatnya sendiri, kembali berusaha mengusir Miranda dari pikirannya. "Ini gila," gumamnya pada diri sendiri. "Aku bukan orang mesum seperti ini. Ini semua karena Tyler!"

Diatas tempat tidur, Damien berjibaku dengan pikiran mesumnya sendiri. Sampai akhirnya rasa kantuk menyerang, membuat Damien akhirnya tertidur lelap.

Keesokan harinya, acara peresmian Diamond Rose Hotel akhirnya dilangsungkan. Damien, mengenakan setelan jas mewah berwarna putih, berdiri di depan pintu masuk hotel. Acara tersebut terlihat sangat megah, dekorasi mewah, spanduk besar, dan ratusan karangan bunga ucapan selamat yang terpampang sepanjang mata memandang.

Damien ditemani Henry dan beberapa Departemen Manager, terlihat sibuk menyambut para tamu yang terus berdatangan. Senyum bahagia terpancar dari wajahnya, para tamu di buat terkesima oleh keindahan hotel dan keramahan Damien.

Kilatan kamera wartawan menyoroti acara tersebut, merekam setiap detik kemegahan peresmian Diamond Rose Hotel. Parkiran penuh dengan ratusan mobil mewah dari berbagai merek, menciptakan pemandangan yang memukau. Damien terlihat berjabat tangan dengan kenalan ayahnya, berbicara singkat tentang kabar keluarga dan perkembangan bisnis mereka.

Damien yang terlihat rapi dan berkelas menjadi pusat perhatian. Setiap langkahnya dipantau oleh para tamu dan wartawan yang hadir. Beberapa tamu yang seusia dengannya merasa nyaman dengan cara Damien menyapa mereka, yang lebih terlihat santai layaknya bertemu sahabat lama.

Tyler tiba sebagai tamu terakhir, membuat Damien tersenyum bahagia. Keduanya berpelukan erat, dan Tyler memberikan pujian yang berlebihan tentang kemegahan hotel tersebut. Damien tertawa pelan, merasa malu dengan pujiannya yang terlalu berlebihan dari sahabatnya itu, namun Tyler dengan bangga terus menyebut Damien sebagai sahabatnya yang sukses.

Damien dan Tyler melangkah masuk ke lobi hotel, di mana perhatian Tyler sontak tertuju kepada dua resepsionis cantik yang berdiri di dekat meja resepsionis. Kedua wanita itu tersenyum ramah menyambut tamu.

Tyler tersenyum membalas sapaan mereka, lalu berbisik ke telinga Damien, "Wow, mereka berdua sangat cantik. Apa aku bisa meminjam salah satu dari mereka untuk menemaniku malam ini?"

Damien terbatuk pelan, sambil berbisik, "Tyler, jangan bawa pikiran mesummu ke sini, aku bukan tipe Bos berwatak bejad seperti dirimu."

Tyler tertawa pelan dan berkata, "Hahaha tenang Bro! Aku hanya bercanda. Tapi jujur, mereka sungguh menarik perhatian."

Damien menggelengkan kepalanya, dia dan Tyler lalu berjalan menuju Ballroom utama, tempat di langsungkannya acara peresmian ini.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel