4. Balas dendam
"Mau kemana kamu?" Tanya Pak Wisnu ketika mereka bersimpangan di luar kelas tersebut.
"Pulang pak!" Sahutnya sambil nyengir memamerkan gigi putih gingsulnya. Manis sekali! Tapi sayangnya dosen killer tersebut tidak silau sama sekali dengan senyuman bak pangeran dari kayangan tersebut.
"Lari keliling lapangan sepuluh kali!" Bentak pak Wisnu padanya.
"Siap pak!" Ujarnya sambil mengayunkan tangan dan pinggulnya, berlagak joget slow motion.
"Kenapa malah joget! Cepat lari!" Bentak dosen itu pada Jordy.
"Ahhhh.. masih pemanasan pak, biar enggak keseleo!" Memasang wajah cerah, senyum riang. "Pak nitip tasnya boleh kan, bawain lagi ke dalam kelas!" Ujarnya sambil senyum-senyum, memutar topinya menghadap ke belakang kepala.
"Ya sudah bawa sini! Cepat buruan!" Teriak pria itu lagi, karena tidak sabar melihat kelakuan pria arogan tersebut. Dengan santainya Jordy keluar dari gedung kampus. Tentunya dia enggan menerima hukuman.
"Lebih baik pulang! Atau nongkrong! Ngapain capek-capek lari." Gumam Jordy sambil melajukan mobilnya keluar dari halaman kampus bercat jingga itu.
Kampus untuk kalangan anak-anak dari keluarga elite. Jordy termasuk pria lumayan populer di kampus universitas negeri Yogyakarta.
Jordy Wijaya merupakan putra semata wayang dari anggota dewan kepemerintahan asal Jakarta. Pria hidup serba tercukupi, namun dia bukan pria yang manja atau menggunakan nama orang tuanya. Pria itu hidup mandiri, bahkan biaya kuliah serta kebutuhan hidupnya di Jogja juga hasil keringatnya sendiri.
Dia mengira kalau perlakuan Ajeng beberapa hari lalu adalah ungkapan perasaan cinta. Tapi gadis dengan wajah ayu tersebut ternyata hanya mempermainkan perasaanya karena dulunya Jordy selalu menindas Ajeng tanpa ampun di masa SMA.
Dendam diam-diam di simpan baik di balik raut paras cantiknya. Mulai pria itu mengungkapkan perasaannya hari ini. Maka luka demi luka akan terus dia terima, demi cinta yang telah dia ikrarkan!
Sepulang dari kampus pria tersebut segera kembali ke asrama. Jordy mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, dalam bayangannya masih teringat jelas saat beberapa waktu lalu Ajeng sempat duduk di dalam mobilnya. Gadis cantik dan anggun dalam pandangan matanya itu ternyata sengaja membuatnya perlahan-lahan luluh hanya untuk meninggalkan bekas luka dalam hatinya.
"Aku kira kamu gadis penuh ketulusan Jeng! Tapi siapa sangka ucapan cintaku berakhir pupus dan mendapatkan penolakan setelah sekian lama kita besama-sama!" Keluh Jordy dengan wajah kesal serta geram.
Tidak mudah menghapus perasaan cinta dari dalam hatinya, yang telah terlanjur dia tuangkan dalam sebuah kanvas penuh makna! Yaitu kanvas yang berwujud sosok gadis manis dari desa bernama Ajeng.
Jordy Wijaya dengan wajah gusar mendengus berulang kali di dalam mobilnya. Pria itu sedang terluka karena penolakan yang baru saja dia terima. Rasa cinta yang tidak pernah sekalipun tercipta untuk seorang wanita dalam hatinya, setelah dia merasakannya beberapa minggu terakhir terpaksa dia cabut karena berujung dengan penolakan menyakitkan.
"Drrrrttttt! Drrrtttt!" Getar ponsel dari dalam saku jaketnya menyita perhatian pria muda tersebut.
"Siapa sih nelpon-nelpon! Sudah tahu lagi boring juga! Patah-patah nih hatiku!" Gerutunya seraya menerima panggilan telepon tanpa nama di layar ponselnya.
"Halo?" Sahutnya pada penelpon di seberang.
"Mas Jordy, ini saya Sugimo." Jelas si penelpon di seberang sana.
"Pak Gimo? Yang menemukan rumah Ajeng di Jepara?" Tanya Jordy dengan wajah cerah. Selama ini dia memang menyuruh pembantu rumahnya itu agar pulang ke kampung halamannya hanya untuk menemukan alamat rumah Ajeng. Gadis desa asal Jepara.
"Iya, iya Den. Ini aku, masa lupa sama suara Mamang?" Tanya pembantunya.
"Ya enggak, masa Jojo lupa. Lah ini Mamang ganti nomor lagi?" Ujarnya seraya melajukan mobilnya kembali menyeberang perempatan lampu merah yang sudah berubah hijau beberapa detik yang lalu.
"Iya, Den. Yang kemarin nomornya habis pulsanya." Lanjutnya pada Jordy.
"Terus bagaimana hasilnya? Sudah ketemu belum?" Kejar Jordy dengan nada penasaran.
"Ketemu dong Den. Terus ini Mamang mau ngapain di kampung? Kan alamatnya sudah Mamang dapatkan?" Tanyanya pada anak majikannya.
"Sip! Santai-santai saja dulu di kampung Mang. Kirim alamat Ajeng ke sini ya Mang, Jordy tunggu!" Serunya dengan nada gembira.
"Siap Den!" Jawab pia paruh baya tersebut dari seberang sana.
Jordy telah sampai di asrama, pria itu menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Dia menatap alamat Ajeng yang tertera pada layar ponselnya.
Dia tahu Ajeng sekarang pasti masih berada di kampus karena kuliah belum usai. Iseng-iseng dia mengirimkan alamat rumah tersebut pada nomor gadis yang menolaknya beberapa waktu lalu. Padahal niat awalnya.. Jordy sengaja meminta pelayan rumah untuk mencari alamat rumah Ajeng di kampung, sebenarnya karena ia ingin berkunjung ke sana suatu hari nanti. Namun dia tidak menyangka akan mendapatkan penolakan dari Ajeng. Jadi dia terpaksa menggunakan alamat Ajeng untuk menakut-nakuti gadis jelita itu.
Tak butuh waktu lama selang beberapa menit kemudian dia segera mendapatkan balasan.
"Kamu mau apa?!" Tanya gadis itu pada balasan pesan yang dikirimkan padanya.
Jordy bisa membayangkan bagaimana pucatnya wajah Ajeng saat ini. Bagi Jordy itu sangat membuatnya terhibur, mesipun hatinya penuh duka lara saat ini gara-gara ditolak oleh Ajeng.
Jordy sengaja tidak membalas pesan Ajeng. Dia ingin gadis itu yang mengejarnya esok hari. Atau mendatanginya di asrama pria yang dia tinggali saat ini! Meskipun dia tahu itu mustahil tejadi! Tapi dia tidak mau berhenti berharap pada keajaiban!
"Jordyyyyyy! Balas!" Teriakan itu membuat pria muda itu membenamkan wajahnya pada bantal di atas tempat tidurnya. Setengah mati dia membayangkan seperti apa wajah Ajeng ketika gusar akibat kelakuannya.
Lama-lama, gadis itu memberondongnya dengan chat yang tidak berujung. Tentu saja Ajeng takut kalau Jordy sampai membawa keluarganya. Bisa-bisa dia akan ditahan di kampung, dan tidak mendapatkan ijin untuk melanjutkan studinya di kota Jogjakarta. Ajeng mengira kalau balas dendamnya akan berjalan mulus hanya dengan menolak pria itu maka semuanya akan selesai. Namun tebakannya tidak benar. Jordy malah mengusik hidupnya, lebih buruknya lagi ternyata pria itu telah mendapatkan alamatnya di kampung.
Ajeng semasa SMA mendapatkan beasiswa untuk perpindahan sekolah, gadis itu dulunya sempat tinggal di Jakarta karena beasiswa tersebut. Waku itulah awal neraka yang dia lalui. Ajeng Ardiyanti terpaksa menjadi pesuruh pria arogan dan sombong di sekolahnya yang baru. Diam-diam gadis itu bersumpah akan membalas tindakan Jordy terhadap dirinya semasa SMA. Jordy sendiri tidak tahu kalau sosok Ajeng yang terlihat jelita saat ini adalah gadis cupu dengan sebutan Jejeng yang dulunya sering sering dia bully.
"Apa sih sayang?" Balas Jordy pada pesannya. Pria itu tertawa terpingkal-pingkal sambil mengetik balasan untuk gadis tersebut, pria itu sangat yakin kalau Ajeng marah besar karena dia telah mendapatkan alamat rumahnya.
"Kamu itu maunya apa sih sebetulnya?" Tanyanya lagi melalui sebuah pesan.
"Antar tasku ke sini. Aku lupa tadi tidak membawanya saat pulang ke asrama." Balasnya pada Ajeng melalui pesan pada ponselnya.
