2. Pelayan dan Majikan
Dika mendahului Jordy masuk ke dalam. Jordy berhenti, pria itu berdiri di samping bangku sebelah Dika.
“Taruh di sini!” Perintah pria itu pada Ajeng sambil melipat kedua tangannya, Jordy mengedikkan dagunya ke arah bangku di sebelah Dika.
Ajeng segera meletakkan tas Jordy di atas bangku tersebut. Berikutnya Ajeng menatap wajah Jordy.
“Selain menjadi pesuruh apalagi yang akan dilakukan Jordy padaku?” Ajeng bertanya-tanya dalam hatinya.
Ajeng pikir semuanya sudah selesai jadi dia memutuskan untuk masuk ke dalam kelasnya sendiri karena kelasnya dan kelas Jordy berbeda. Jordy tinggal di kelas A jurusan IPS kelas pilihan ayahnya, sementara Ajeng tinggal di kelas B jurusan bahasa. Melihat Ajeng berniat pergi, Jordy segera menegur.
“Hei! Mau ke mana kamu!?” Menarik tali tas pada bahu Ajeng. Menahan gadis itu agar tetap tinggal di sana.
“Mau-mau-mau..” Ajeng tidak bisa mengatakan apa yang ingin dia katakan karena gugup dan takut. Jantungnya berdetak kencang sekali. Hatinya sangat bimbang sekali, entah apa yang dia pikirkan sekarang. Bahkan dia tidak bisa memutuskan antara harus pergi ke kelasnya sendiri atau tinggal di sana karena Jordy tidak bersedia melepaskannya.
Jika saja tadi dia tidak terburu-buru karena terlalu gembira diterima di SMA ternama tersebut, dia tidak akan menabrak Satya Pamungkas dan dia juga tidak akan terlibat degan laki-laki tengil bernama Jordy di depannya sekarang.
“Mau apa?!” Bentak Jordy padanya.
“Mau ke kelas.” Ucapnya dengan bibir bergetar.
“Di mana kelasmu?” Tanya Jordy sambil menatap kedua mata Ajeng dengan tatapan tajam.
“Dasar penindas! Cowok jahat!” Gumam Ajeng saat melihat sorot mata tajam mengintimidasi dari sinar mata Jordy saat ini.
Niat Jordy untuk menanyakan kelas Ajeng karena dia tahu kalau Satya Pamungkas tidak akan melepaskan Ajeng begitu saja. Jordy tahu betul siapa Satya, walau dia tidak satu SMP dengan Satya. Satya bersama satu gengnya terkenal dengan kelakuan buruknya yang suka menindas murid lain.
“Dua kelas dari kelas ini, jurusan bahasa.” Sahutnya pada Jordy.
“Ya, sudah sana!” Usirnya pada Ajeng.
Ajeng menatap ke arah tali tas miliknya yang sejak tadi berada di dalam genggaman Jordy. “Tali, tasku.” Ucapnya sambil menunjuk dengan tangan gemetar ke arah genggaman Jordy. Spontan Jordy segera melepaskan genggaman tangannya dari tali tas Ajeng. Setelah lepas dari Jordy, Ajeng tidak menahan niatnya lagi untuk kabur cepat-cepat dari dalam kelas pria tersebut.
Sampai di dalam kelasnya, Ajeng merasa lega sekali. Dia mengambil kursi paling belakang lalu duduk di sana. Ajeng melepaskan kacamata tebal miliknya lalu membersihkannya dengan ujung rok yang dia kenakan. Kelas hari ini berjalan lancar tanpa hambatan. Saat jam istirahat, Ajeng enggan untuk pergi ke kantin. Jadi gadis itu memilih tinggal di dalam kelas. Ajeng terus merenungkan kejadian beberapa jam lalu. Dia masih merasa kesal karena perlakuan anak kota Jakarta.
“Aku pikir cowok tadi tulus nolongin aku, tapi ternyata sama saja to!? Ndak ada bedanya sama cowok kejam sebelumnya! Itu siapa namanya, Satya-Satya sama gengnya itu!” Ajeng mengomel sambil mengingat kejadian sebelum Jordy tiba di lokasi Satya menindasnya beberapa waktu yang lalu. “Masa, lawong aku cuma nyenggol nyerempet sedikit saja, langsung marah terus aku didorong sampai jatuh. Aduuuh, kakiku sakit sekali.” Ajeng mengusap lututnya yang nyeri dan lecet.
Ajeng menopang pipinya menggunakan kedua telapak tangannya. “Aku pikir cowok kota itu baik semua, dibandingkan di kampung. Nggak tahunya malah banyak premannya! Mentang-mentang Ajeng dari kampung! Seenaknya saja menindas! Perasaan bajuku ini juga sudah aku setrika lo, wangi harum semerbak!” Ucapnya sambil mengendus bajunya. “Aku juga sudah pakai bedak, kata Bapak wajahku ini ayu. Kembang desa Jepara! Menang ratu cantik saat lomba rias Ibu Raden Ajeng Kartini! Tapi siswa laki-laki di Jakarta sini kayaknya pada belekan! Buta semuanya! Cantik-cantik begini kok dipanggil cupu!” Mengomel sambil menoleh ke samping. Dan dia melotot kaget saat mendapati Jordy sedang duduk di sebelahnya sambil menopang pipinya.
“Aaaaaa! Jurik Jakarta!” Teriak Ajeng spontan lalu buru-buru membekap mulutnya sendiri.
“Jurik? Apa aku tidak salah dengar? Wajah ganteng keren begini? Bisa-bisanya!” Bertanya dalam hati. “Brrakkk!” Jordy menggebrak meja dengan kasar. “Jurik-jurik! Heh, cupu! Kamu ini tidak ada sopan-sopannya! Nih belikan aku es jeruk di kantin! Awas panggil aku jurik lagi! Aku ini majikan! M-a-j-i-k-a-n!” Jordy mengeja huruf sambil mendekatkan wajahnya pada wajah Ajeng. “Panggil aku majikan!” Serunya pada Ajeng seraya meletakkan uang senilai sepuluh ribu di atas meja.
“Maksudku, Jurik-Eh, Jikan! Majikaaaan!” Serunya gugup dengan kedua mata terpejam, tanpa sadar dia sudah berteriak di depan wajah Jordy.
“Astaga! Muncrat!” Jordy mengusap wajahnya sendiri dengan kasar. Melihat wajah Jordy semakin murka Ajeng dengan cepat membekap bibinya sendiri lalu menjauhkan wajahnya ke belakang.
Ajeng diam-diam segera mengambil uang dari atas meja lalu berlari seraya meremasnya dalam genggaman tangannya. Gadis itu segera menuju ke kantin untuk membelikan minuman seperti permintaan Jordy.
Setelah mendapatkan jus jeruk pesanannya, Ajeng menatap cup berisi air jeruk di depan wajahnya. “Duh kesel sekali rasanya, pengen sekali aku campurin obat sembelit biar si tukang suruh itu mencret-mencret!” Omelnya seraya berjalan menuju ke kelasnya, di mana Jordy sudah menunggu es jeruk tersebut.
Di dalam kelas bahasa, Jordy masih duduk menunggu si cupu, tak lama kemudian Satya Pamungkas masuk ke dalam kelas tersebut. Kali ini Satya datang seorang diri, niatnya ke sana untuk memberikan pelajaran pada Ajeng karena gadis itu sudah membuat dirinya berhadapan dengan Jordy. Tidak disangka olehnya ternyata Jordy sudah lebih dulu berada di sana.
Dengan santainya Satya duduk di atas meja tepat di depan Jordy.
“Wah, rupanya Jordy sang pangeran yang terkenal di Jakarta jatuh cinta sama gadis cupu! Cuih!” Satya meludah ke samping.
Jordy langsung berdiri, pria itu menarik kerah baju Satya. “Tutup mulutmu! Sialan!” Geramnya seraya menatap tajam kedua mata Satya Pamungkas.
Sementara itu, Ajeng baru tiba. Gadis itu melihat Satya dan Jordy saling beradu mulut. Entah apa yang diperdebatkan oleh dua pria itu, dia tidak tahu.
“Tuh!” Satya mengedikkan dagunya ke arah Ajeng yang baru saja tiba di kelas tersebut. “Buktikan padaku kalau kamu nggak naksir sama dia!” Satya menunjuk dada Jordy menggunakan telunjuk tangan kanannya sambil menyeringai penuh ejekan. Jordy mengepalkan tangannya, dia geram sekali mendengar ucapan Satya Pamungkas. Jordy menoleh ke samping menatap Ajeng di sebelahnya.
Ajeng yang tidak tahu apa-apa segera berjalan mendekat dan berdiri di sebelah Jordy.
“Majikan, ini es jeruknya.” Menyodorkan gelas plastik berisi es jeruk ke arah Jordy.
Tatapan mata polos dan lugu dari gadis itu membuatnya tidak sampai hati untuk melukainya, tapi jika dia tidak melakukan apa-apa pada si cupu, maka Satya akan menjadikan Ajeng sebagai target tetap di sekolah tersebut.
