Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

1. SMA Sekarwangi

SMA Sekar wangi, 20 Oktober..

Hari ini adalah hari pertama Jordy Wijaya masuk di sekolah SMA ternama tersebut. Dia bersama Dika berjalan di koridor untuk tiba di kelasnya. Di sudut tak jauh dari posisi dia berdiri, Jordy melihat sekelompok siswa sedang bergerombol. Karena penasaran dia ikut menyerbu ke dalam kerumunan.

“Hei! Jo! Mau ke mana!?” Teriakan Dika tidak bisa menahan keinginan Jordy untuk melihat apa yang sedang terjadi di dalam kerumunan.

Jordy melihat seorang gadis dengan rambut berkepang dua, bajunya kusut, wajahnya kusam tidak terawat, kaca mata tebal membingkai kedua matanya. Gadis itu duduk bersimpuh di bawah kaki beberapa siswa laki-laki. Buku dari dalam tas milik gadis itu berserakan di lantai.

“Hei Cupu! Masih saja sok-sokan! Masih saja tidak mau minta maaf!” Satya Pamungkas menarik kerah baju gadis dengan panggilan Jejeng. Tanpa belas kasihan Satya Pamungkas berniat melayangkan pukulan pada wajah Jejeng.

Jordy segera menyela, pria itu menerobos masuk ke dalam kerumunan.

“Sabar bro! Untuk masalah kecil ini, serahkan padaku!” Serunya pada Satya Pamungkas sambil berdiri mengangkat kedua tangannya tepat di depan Satya Pamungkas. Niat Satya untuk memukul Jejeng batal, pria itu menurunkan tangan kanannya.

Ajeng mengusap air matanya menggunakan kedua lengannya, gadis itu mendongak menatap punggung pria tengil yang sudah siap menindas dirinya menggantikan posisi Satya Pamungkas. Tepat pada saat Ajeng mengangkat wajahnya Jordy menoleh ke belakang punggungnya, pria itu hanya ingin memastikan kondisi gadis di belakang punggungnya itu apakah dia baik-baik saja.

“Cuih!” Satya Pamungkas meludah ke samping. Pria itu menyunggingkan senyum penuh ejekan ke arah Jordy.

“Belum tahu dia siapa aku!” Batin Jordy. Jordy hanya meringis sambil mengangkat kedua telapak tangannya untuk menghalangi gadis di belakang punggungnya itu dari amukan Satya.

“Siapa kamu, hah?!” Satya menarik kerah baju Jordy. “Berani-beraninya ikut campur!? Jroot!” Satya melayangkan pukulan sampai sudut bibir Jordy berdarah.

Jordy mengusap sudut bibirnya, pria itu mendongak, menyibakkan rambutnya ke atas. Dia menyunggingkan senyum sadis ke arah Satya lalu berbalik menghadap ke arah Ajeng sambil berkacak pinggang.

“Heh, cupu!? Masih duduk anteng di sini? Buruan kemasi barang-barang jelek milikmu itu!” Jordy menendang buku-buku milik Ajeng menggunakan kaki kanannya. Niatnya agar gadis itu segera menyingkir dari area yang akan dia gunakan baku hantam dengan Satya Pamungkas. Tapi di mata Ajeng, Jordy sama sekali tidak ada bedanya dengan Satya.

Ajeng menatap Jordy dengan amarah, serta tatapan penuh kebencian. Gadis itu segera memasukan semua buku-bukunya ke dalam tas, dan tepat saat Ajeng ingin pergi Satya kembali menghadang dan mendorong sampai Ajeng jatuh tersungkur kembali ke lantai.

“Huuuuuuuu!” Sorak riuh para siswa baru menyoraki Satya yang kini sedang menindas Ajeng.

Jordy tidak bisa bersabar lebih lama, pria itu segera menarik kerah baju Satya Pamungkas lalu melayangkan pukulan pada wajahnya. Tak hanya Satya, rupanya Satya membawa segerombol geng-nya. Satya melambaikan tangan kanannya, segerombolan siswa itu segera menyerbu Jordy dan memukulinya bersamaan.

Melihat itu, Dika tidak sabar ingin membantu. Sejak awal dia ingin menyela untuk membantu Jordy, tapi Jordy langsung mengedipkan sebelah matanya. Melalui isyarat tersebut Dika tahu kalau Jordy bisa mengatasi satu geng itu.

Jordy babak belur di bawah hajaran geng Satya. Ajeng menatap sosok laki-laki yang tadi sempat menahan pukulan Satya untuk dirinya, tapi juga mengejeknya. Ajeng melihat Jordy menghalangi pukulan menggunakan kedua lengannya, berikutnya dia melihat senyum licik dari sudut bibir Jordy yang sengaja ditujukan padanya.

“Kamu harus membayarnya dengan harga yang mahal!” Ucap Jordy tanpa suara melalui gerakan bibir tipisnya. Melihat itu Ajeng langsung beringsut mundur menjauh karena takut.

Jordy yang tadinya dikira sudah kalah telak tiba-tiba bangkit berdiri.

“Arrghhhhh!” Jordy berdiri seraya memutar lengannya, seolah sedang meregangkan otot-otot pada tubuhnya.

Para siswa yang berkerubung memukulinya tersentak mundur. Jordy mengibaskan kerah baju seragam SMA miliknya. Barulah Jordy membalas pukulan demi pukulan yang geng Satya. Satu geng berakhir tumbang di lantai sambil meringis menahan nyeri akibat pukulan Jordy. Kini tatapan mata Jordy tertuju pada sosok Satya Pamungkas, ketua geng! Jordy menerjang maju, dua pukulan dia berikan pada kedua pipi Satya.

“Jroot! Jroot! Ini untuk bibirku yang sudah kamu pukul! Duaakkk!” Jordy menendang perut Satya. “Ini untuk satu geng suruhanmu! Berani-beraninya mereka memukuliku! Braakkk!” Jordy melemparkan tubuh Satya ke lantai. Pria itu segera kabur lari tunggang langgang bersama rekan-rekan satu geng-nya.

Siswa-siswi masih menonton adegan tersebut, begitu juga Dika. Jordy berkacak pinggang mengatur napasnya. Pria itu memungut tasnya dari lantai lalu menentengnya pada bahu kanannya. Jordy berniat meninggalkan lokasi tersebut karena geng Satya juga sudah minggat entah ke mana setelah dipukulinya.

“Kenapa kamu membantuku?” Seru Ajeng padanya.

Langkah kaki Jordy terhenti, tadinya dia tidak berminat untuk mengganggu gadis dengan penampilan berantakan tersebut. Kini panggilan Ajeng membuat Jordy terpaksa memutar tubuhnya lalu berjalan menuju ke arah Ajeng yang masih duduk di lantai seraya memeluk tasnya.

Ajeng dengan tubuh gemetar memeluk tasnya semakin erat. Dia masih ingat dengan ucapan Jordy saat sedang dipukuli tadi, tentang dirinya yang harus membayar mahal kepada Jordy karena sudah membuat Jordy babak belur dipukuli geng Satya.

Jordy membungkuk di depan Ajeng, pria itu menggaruk keningnya sendiri. Dia sendiri tidak memiliki alasan khusus kenapa dia membantu si cupu. Nampak Jordy sedang berpikir keras, pria itu kembali menatap siswa yang berkerumun di sekitarnya.

“Eh, itu Jordy putra pejabat itu kan?” Seru salah satu murid yang ikut menonton adegan pertempuran sejak awal.

“Iya! Masa dia belain gadis kusam, cupu itu?!” Bisik lagi salah satu siswa di sana.

Tak hanya itu, banyak sekali kata-kata yang memojokkan dirinya kenapa dia menolong si Jejeng cupu. Bahkan bilang kalau dia jatuh cinta sama si Jejeng. Tentu saja Jordy tidak ingin diolok-olok oleh siswa dan siswi di sekolah barunya itu.

“Bruuukk!” Jordy melemparkan tasnya ke arah Ajeng.

Ajeng mengangkat wajahnya, dia tidak mengerti kenapa Jordy melemparkan tas itu padanya. Berikutnya Jordy kembali membungkuk sambil menyentuh kening Ajeng menggunakan jari telunjuk tangan kanannya.

“Tentu saja agar kamu berhutang padaku! Buruan berdiri! Bawa tasku ke kelas!” Perintahnya pada Ajeng.

Jejeng yang sebenarnya memiliki nama lengkap Ajeng Ardiyanti itu tidak berani protes. Siswa dan siswi masih menyoraki mereka. Ajeng berjalan di belakang punggung Jordy, gadis itu mengikuti Jordy masuk ke dalam kelas.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel