Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Terlalu Menggoda

Kehidupan Elsa tidak pernah sama seperti remaja kebanyakan. Ketika yang lain menghabiskan waktu mereka dengan smartphone masing-masing dan bersosialisasi dengan banyak orang di seluruh dunia, Elsa terisolasi di dalam rumah mengerjakan pekerjaan rumah juga sepulang sekolah harus kerja paruh waktu di toko. Hal itu membuat Elsa memahami beberapa hal yang belum seharusnya ia pahami di usia yang begitu belia.

Di sekolah, Elsa terkenal sebagai gadis cupu siswi kesayangan guru. Kegemarannya dalam membaca buku dan mengerjakan soal-soal eksak membuatnya selalu menjadi juara di kelas. Namun hal itu juga sekaligus menjauhkan orang lain darinya.

Seperti pagi ini, Elsa sengaja datang pagi-pagi untuk melaksanakan jadwal piket kelasnya, namun sekalipun teman-temannya yang lain yang juga memiliki jadwal piket hari ini telah datang, mereka tidak ikut menyapu dan membiarkan Elsa mengerjakan semuanya sendiri.

Lalu seorang perempuan dengan parfum yang sangat menyengat di indera penciuman mendekati Elsa ketika Elsa baru saja mendaratka bokongnya di tempat duduk.

Sella Mauria membanting sebuah buku ke atas meja Elsa. Tatapan bingung Elsa mendongak menatap cewek itu. Lalu dengan entengnya Sella berkata; "Jam kedua nanti harus sudah jadi!" Dan tanpa menunggu respon Elsa, Sella berlalu pergi.

Penasaran, Elsa pun membuka buku itu dan melihat bahwa itu adalah buku tugas Fisika yang akan dikumpulkan pada jam terakhir nanti. Sella menyuruh Elsa mengerjakannya. Dengan helaan napas pasrah, Elsa mengambil perlengkapan alat tulisnya dan mulai mencoret-coret kertas dengan angka untuk mencari jawabannya.

Sepanjang delapan jam berikutnya, tidak satupun dari teman-teman kelasnya mempedulikan Elsa, atau repot-repot mengajaknya mengobrol. Jika tidak ada keperluan mengenai tugas, Elsa akan benar-benar ditinggalkan seorang diri. Maka dari itulah, Elsa tidak bisa menolak mereka, karena hanya dengan itu dia dapat berkomunikasi dengan teman-teman kelasnya.

*

Malam telah larut, Leon sengaja mengulur-ulur waktu kepulangannya, untuk menghindari Elsa dan berharap gadis itu sudah tertidur pulas ketika Leon sampai. Leon tidak ingin menghadapi kepolosan yang menyiksanya.

Akan tetapi, setelah membuka pintu kamar, tatapan Leon yang langsung tertuju pada ranjang tidak menemukan tubuh terbaring Elsa di sana. Dia pensaran kemana perginya gadis itu. ini sudah larut dan biasanya Elsa sudah jatuh tertidur pada jam selarut ini.

Tidak ingin terlalu mempedulikannya, Leon meletakkan tas kerjanya dan sambil berjalan menuju kloset dia membuka jas dan melonggarkan dasinya yang terasa mencekek leher.

Ketika pintu kloset terbuka, mata Leon langsung terbuka lebar, oleh suguhan pandangan yang ada di hadapannya.

Elsa, dengan tubuh yang hanya dibalut celana dalam bermotif bunga serta bra berwarna pink, memperlihatkan sebagian banyak kulitnya yang mulus dan tampak putih dan semakin pucat di bawah pencahayaan neon. Sepertinya adalah sebuah kesalahan ketika Leon bilang Elsa bertubuh kerempeng, karena lekukan halus itu... tampak sangat nyata dan begitu menggiurkan. Sedangkan Elsa masih belum menyadari keberadaan Leon dan masih disusahkan untuk membuka lemari paling atas. Dia berjinjit, mengangkat tangannya tinggi-tinggi, ketika berhasil membuka pintu lemari, dia disusahkan lagi untuk mengambil apa yang ada di dalamnya.

Leon merasakan hawa panas di sekujur tubuhnya. Keinginan yang begitu besar untuk mendorong gadis itu ke dinding dan menciumnya sampai dia melupakan namanya sendiri dan hanya mengingat Leon, lalu mendesahkannya dengan suara terseksi di dunia. Leon diliputi gairah yang membuat sekujur tubuhnya membutuhkan pelepasan saat itu juga.

Leon mendekat, berdiri tepat di belakang Elsa dan mengambilkannya sebuah pakaian yang ia coba untuk raih sedari tadi. Suara kesiap Elsa dan keterkejutannya yang spontan membalik tubuh, semakin memperburuk keadaan bagi Leon. Ketika menunduk, Leon bisa melihat manik hitam jerni itu menatapnya lebar, lalu turun ke bibirnya yang membuka, dan ke celah di antara dadanya.

"K-kak Leon!" seru Elsa, sedetik setelah itu darah panas naik ke wajahnya.

Leon menggertakkan gigi. "Kamu... kenapa jam segini belum tidur?"

Elsa tidak lagi menatap matanya dan tampak gelisah oleh keadaannya sendiri yang nyaris tidak berbusana. Elsa mencari-cari letak handuknya yang teronggok di lantai dekat pintu, mustahil untuk mengambilnya karena saat ini Leon berdiri dalam jarak yang sangat minim dengannya.

"A-aku habis mandi. Mau nunggu kak Leon pulang sambil rapihin baju yang habis disetrika," jawab Elsa dengan raut wajah tegang. Ketika akhirnya Leon menjauh, Elsa segera mengambil handuknya dan melilitkannya ke tubuh. Dia lalu mendongak, menatap Leon lagi yang dengan terang-terangan juga tengah menatapnya. Dan Elsa bingung harus bagaimana ketika tatapan mereka terkunci satu sama lain.

Leon tadi sempat melirik keranjang di bawah kaki Elsa yang berisi pakaian-pakaiannya yang telah dilipat rapi dan seperti yang Elsa bilang, telah disetrika. Biasanya, dia punya pembantu rumah tangga yang akan melakukan itu padanya. Mencuci pakaian, melipat, menstrika, dan memasukkannya ke dalam lemari.

"Kamu yang setrika?" Leon bertanya, mengalihkan fokusnya dari tubuh molek Elsa yang sayangnya telah tertutup lapisan kain tebal dari handuk itu.

"I-iya."

"Kenapa?"

Kenapa? Elsa tampak kebingungan. Dia tidak mengerti kenapa Leon menanyakannya 'kenapa?'.

"Seharusnya pekerjaan seperti ini dikerjakan oleh pembantu rumah tangga yang Mami sewa. Kita bukan keluarga miskin, aku pernah bilang ke kamu untuk menikmati kemewahan yang ada di sini selagi kamu bisa."

Ya, Leon bertanya-tanya mengapa Elsa tidak menggunakan kesempatan itu untuk menikmati hidupnya dalam kemanjaan fasilitas yang ada di rumah ini. Alih-alih, Elsa malah mencuci pakaiannya, melipat, bahkan menstrika semuanya. Dia curiga bahwa beberapa hari ini gadis itu juga yang membersihkan kamarnya. Karena nyaris tidak satupun pelayan rumah tangga yang biasa Leon lihat pada jam-jam tertentu mendatangi kamarnya dan membersihkan semuanya tanpa suara.

"Bu-bukan begituuu! Aku cuma... aku cuma ngelakuin sesuatu yang seharusnya aku lakuin sebagai seorang istri yang baik."

"Istri yang baik?" Leon mengejek. Karena bagi Leon istri yang baik jelas-jelas tidak akan membiarkannya tersiksa oleh gairah seperti saat ini.

Elsa menganggukkan kepala. "Aku mungkin masih keliatan kecil di mata kak Leon, tampak seperti remaja manja kebanyakan. Tapi percayalah, pekerjaan-pekerjaan rumah seperti ini sudah biasa untuk aku, jadi aku bisa. Kalau kak Leon nggak percaya dengan kebersihan dan kerapihannya, aku bisa cuci dan setrika ulang."

Jelas, bukan itu yang ingin Leon dengar. Elsa tampak sangat gugup, seolah dia siap meloncat dari tempatnya dan menembus tembok untuk pergi dari hadapannya saat itu juga. Tapi Leon memakluminya, istri kecilnya masih terlalu polos untuk memahami apa yang terjadi pada tubuhnya saat ini.

Senyum bermain di bibir Leon. "Aku percaya, jadi kamu mau bilang, bahwa kamu lebih dewasa dari usia 16 tahun?"

Elsa tidak mengerti, dan dia tidak tahu harus menjawab apa. benarkah seperti itu yang dia ingin katakan? Tatapan Elsa yang tertuju pada lantai menangkap pergerakan kaki leon yang berjalan mendekat, refleks membuatya mundur ke belakang.

Padahal kloset itu luas dan dilengkapi dengan AC yang sejuk, namun kenapa sekarang Elsa merasa begitu panas. Ketika tubuhnya terpojok, Leon berdiri semakin dekat padanya. Lalu jemari panjang lelaki itu menyentuh dagu Elsa, memaksanya mendongak sampai lensa mereka saling bertubrukan.

"Kamu tahu apa yang seharusnya dilakukan seorang istri yang baik kepada suaminya?"

Elsa tahu, hal-hal mendasar yang pernah Mami ajarkan padanya. Namun saat ini, semua itu menguap dari kepalanya. Yang hanya menjadi fokus adalah kedekatan mereka dan betapa hal itu membuat fungsi kerja otak Elsa melamban sedangkan kerja jantungnya semakin cepat.

Elsa pun menggeleng.

Leon menampakkan senyum yang paling menawan. Dan Elsa baru saja menyadari, bahwa Leon sangat tampan. Well, sebelumnya dia tahu bahwa suaminya adalah seorang pria ganteng, tapi berdiri di sini saat ini dalam posisi seperti ini, Elsa dapat melihat lebih jelas dan langsung menyadari bahwa Leon adalah lelaki tertampan yang pernah dia temui.

"Istri yang baik, adalah istri yang bisa memuaskan gairah suaminya di ranjang." Elsa terkejut. "Apa kamu pernah melakukannya walau hanya sekedar mencoba."

Sekarang tubuh Elsa bergetar hebat. Dia tahu pada kewajibannya yang satu itu yang sampai saat ini belum ia penuhi. Ia pikir, karena alasan pernikahan mereka dan usia yang terpaut jauh di antaranya membuat mereka menjadi pasangan suami istri yang berbeda yang tidak memerlukan hubungan semacam itu.

"K-kak Leon mau ngelakuin itu ke aku sekarang?" tanya Elsa dengan polosnya, mata gadis itu sudah tergenang air dan raut di wajahnya tampak seolah dia tengah menahan tangis sekuat tenaga.

Leon mengusap wajah Elsa, di bawah matanya, lalu turun ke bibirnya. "Jangan khawatir. Aku cukup bermoral untuk tidak melakukannya pada gadis di bawah umur."

Seolah beban besar baru saja berhasil diangkat dari pundaknya. Elsa tampak sangat lega. Dengan penjelasan Leon itu, walau merasa masih ada yang sedikit mengganjal di dalam hatinya, Elsa merasa lebih aman. Tanpa bisa ditahan, kedua sudut bibirnya terangkat, membentuk lengkungan yang sangat indah.

Leon terpana. Dia baru sadar bahwa sebelumnya Elsa tidak pernah tersenyum padanya. Dan ini adalah yang pertama. Sangat cantik, pikir Leon. Bagaimana bibir ranum itu merekah dan membentuk senyum termanis yang pernah Leon lihat.

Tangan Leon masih di dagu gadis itu, turun ke tengkuk lehernya, dan sebelum akal sehatnya datang untuk menyadarkan apa yang tengah terjadi, Leon memajukan wajahnya, menghapus senyum di wajah Elsa, lalu Leon mendaratkan bibirnya di atas bibir gadis itu.

Panas segera menjalari seluruh tubuh keduanya. Darah mengalir lebih deras dan jantung berdetak lebih kuat. Ketika bibir panas Leon yang telah mendamba melumat bibir Elsa, kesiap kecil keluar dari tenggorokan gadis itu.

Leon menjilat bibir terkatup Elsa dengan lidah. Tekstur lembut dan kenyal itu membuatnya ketagihan. Mungkin ini hanya halusinasinya saja namun bibir Elsa adalah bibir termanis yang pernah Leon kecup, sehingga dia tidak bisa berhenti menggerakkan bibirnya di sana, melumat bibir atas dan bawahnya bergantian. Entah sampai berapa lama, ketika dia merasa tubuh Elsa melemas, Leon pun terpaksa menjauhkan tubuhnya dan menatap gadis itu.

"Bernapaslah."

Di saat itu juga Elsa langsung membuka mata dan mengambil napas sebanyak-banyaknya. Kepalanya pening dan berkunang-kunang. Bahkan wajah di hadapannya saat ini tampak tidak jelas. Namun ciuman itu, bahkan jejaknya masih terasa nyata, seolah bibir mereka masih menempel satu sama lain.

"Elsa?"

Elsa tidak menjawab. Pandangannya semakin kabur, sebelum akhirnya dia kehilangan kesadaran.

[to be continued] 

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel