Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Teman Sekolah

Rasanya seperti sudah berjam-jam matanya tertutup, Elsa pikir hari sudah siang. Dia terbangun di atas ranjang kamarnya dengan pikiran linglung. Jam digital di atas nakas menunjukkan bahwa beberapa jam yang dirasakannya ternyata hanya dua jam, kini sudah pukul 1 dini hari.

Elsa menyadari bahwa Leon tidak ada di sampingnya, dan seprai itupun tidak tampak seperti telah ditempati. Dia menyingkap selimut dan menurunkan kedua kakinya ke lantai, baru menyadari bahwa pakaian yang digunakannya bukan jenis pakaian tidur yang biasa ia gunakan. Kepala Elsa pun mulai memutar balik kejadian sebelumnya.

Dan di saat ia telah mengingat semuanya, Elsa terkesiap, jantungnya mulai berpacu cepat. lalu tangannya yang sedikit gemetar menyentuh bibirnya, mau tidak mau terlempar ke dalam ingatan dan rasa ketika Leon menciumnya sampai dia kehabisan napas.

Elsa bertanya-tanya, apakah sebuah ciuman dapat membunuh seseorang?

Setelah ini, bagaimana dia akan menghadapi suaminya? Pasti bakal canggung, pikir Elsa. Karena itu adalah ciuman pertamanya. Tidak ada yang pernah mencium Elsa sebelumnya. Bahkan ketika kecil, Elsa tidak ingat pernah dicium oleh Mama dan Ayahnya. Ini adalah pertama kalinya dia berada begitu dekat dengan seseorang. 'dekat' mungkin bukan pilihan kata yang tepat, karena yang benar adalah 'intim'.

Beberapa menit kemudian, Elsa kembali membaringkan tubuhnya di atas ranjang, pura-pura tertidur sampai Leon kembali.

Namun, ketika pagi menyingsing pun, Leon tidak kembali.

***

Berada di lantai ke tujuh sebuah gedung ternama di Jakarta. Seorang pria tengah menggerakkan otot-ototnya pada besi penggantung di atas. Keduanya mencengkram erat permukaan besi yang dingin, lalu membawa serta tubuhnya ke atas dan ke bawah berulang kali. Otot lengannya tampak menonjol, bentukan kotak pada perutnya semakin kencang, peluh membanjiri wajah dan tubuhnya yang shirtless. Namun hal itu tidak menghentikan Leon dari aktifitas olahraganya yang sudah berlangsung selama hampir dua jam.

Dia perlu menenangkan dirinya dari kejadian semalam. Leon tidak tahu bagaimana cara menghadapi Elsa tanpa mendambakannya setelah apa yang terjadi di antara mereka. Itu seharusnya tidak pernah terjadi.

Maka dari itulah, Leon diam-diam pergi ke apartemennya dan bermalam di sini. Ponselnya sedari tadi bergetar tanda ada telpon yang masuk, pasti dari Mami yang menyuruhnya pulang. Sekarang Leon mengerti kenapa Mami bersikeras menyuruhnya untuk tinggal di rumah utama, alih-alih tinggal di apartemennya sendiri. Agar supaya Mami bisa mengawasi mereka. Karena Mami tahu hal-hal seperti ini tidak seharusnya terjadi, mengingat usia Elsa yang masih di bawah umur. Sekarang Leon baru mengerti. Dan dia bersumpah bahwa hal semalam tidak akan terulang lagi.

Elsa bukanlah siapa-siapa melainkan istri yang dijadikan sebagai jaminan hutang. Seharusnya Leon tidak merasakan hal ini mengingat posisi Elsa dan prinsip yang selama ini Leon pegang. Bagaimana gadis itu mampu merubahnya menjadi seperti ini?

Namun ketika bayangan tubuh langsing Elsa mampir ke kepalanya, semua alasan dan tekad itu hilang. Ingatan akan bagaimana rambut sehalus sutra itu jatuh di antara jemarinya, kulit selembut beludru yang meremang di bawah sentuhan telapak tangannya, dan bibir ranum yang manis itu, membuat Leon gila.

Ia mengerang, melakukan beberapa pergerakan lagi, lalu beberapa saat setelah itu membasuh seluruh tubuhnya dengan air dingin, dan merasa jauh lebih baik kemudian.

***

Hari ini, sedikit berbeda dari hari-hari sebelumnya ketika Elsa berada di sekolah. Ada anak baru, dan untuk pertama kali Elsa merasakan bagaimana rasanya mengobrol dengan seorang teman kelas. Mengobrol dalam artian yang sebenarnya, bukan jenis suatu obrolan berupa pamrih dari apa yang telah ia kerjakan.

Namanya Arya, cowok pindahan yang baru pertama masuk sekolah hari ini. Dia mendekati Elsa lebih dulu ketimbang yang lain. Elsa belum tahu karena apa, dia tidak terbiasa menilai seseoran pada sisi positifnya. Ketika mereka bertukar kalimat-kalimat sepele mengenai obrolan seputar sekolah, atau pelajaran, Elsa terus bertanya-tanya apa yang Arya inginkan. Mungkin cowok itu mendekatinya karena Elsa adalah murid terpintar di kelas, bahkan di angkatannya saat ini. Elsa tidak tahu, namun dia tidak bisa menolak kehadiran Arya dan membiarkannya terus mengoceh. Cowok itu sangat cerewet.

Bel pulang berbunyi nyaring. Elsa sudah berdiri di halte menunggu bus yang akan membawanya pulang bersama Arya yang juga berdiri di sampingnya. Mereka mengobrol dengan topik obrolan yang dikuasai oleh Arya seorang.

Elsa sengaja memilih bus. Tadinya dia berniat untuk memberitahu Arya caranya menaiki transportasi umum itu, mengingat hal ini adalah pengalaman baru bagi Arya. Elsa juga tidak mau terlalu dimanjakan. Dulu, kalau tidak menggunakan angkot, maka Elsa akan memilih bus untuk transportasi pulangnya. Sekarang, Elsa hanya berharap bisa sampai di rumah sebelum pak sopir yang diperintahkan mami untuk menjemputnya, datang. Elsa belum terbiasa diperlakukan semanja itu.

Namun ketika sebuah mobil hitam mengilap memelan dan berhenti di hadapannya. Tubuh Elsa langsung membeku. Karena tentu saja dia mengenal mobil itu.

Lalu benar seperti yang Elsa pikirkan, Leon menurunkan kaca mobil, dan dengan raut dinginnya memberi Elsa insyarat untuk masuk ke dalam.

"Siapa?" tanya Arya.

Elsa tergugu, tidak mampu terjawab.

"Itu jemputan kamu?" tanya Arya lagi.

Lalu Elsa pun mencoba untuk mengangguk walau gerakannya tampak seperti robot hidup.

"Dia Ayah, paman, atau kakak kamu?" Arya benar-benar memiliki mulut yang cerewet dan tingkat penasaran yang tinggi.

Elsa tergelitik untuk menjawab bahwa itu adalah suaminya, namun tentu saja Elsa tidak akan melakukan itu. Leon akan marah besar padanya nanti jika seseorang tahu tanpa dia kehendaki.

[to be continued] 

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel