Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

02

POV: Author (penulis)

Dua cowok bermasalah baru saja keluar dari ruangan BK. Keduanya masih merasa kesal, bahkan di hari libur masih dipanggil untuk aduan yang menurut mereka tidak penting. Beberapa murid di sekolah ini memang tinggal di asrama dan tidak pulang saat liburan sekolah. Termasuk Davichi dan Enda, sepasang sohib langganan BK.

"Bangke emang tuh Farel dan para cecunguknya. Masalah sepele aja ngadu ke BK. Mental bocah, kalah ngadu, dikit-dikit ngadu. Abis ini kita bikin mereka lebih ancur, End!" geram Davichi tidak terima diadukan ke BK oleh rivalnya.

"Sabar, Dav! Tunggu formasi kita lengkap dulu. Mereka masih pada magang. Sementara kita pura-pura patuh dulu. Oke?" saran Enda.

Namun, Enda dibuat kecele karena ternyata Davichi tidak mendengarkannya. Sohibnya itu malah bengong, menyipitkan mata, melihat ke arah cewek yang berjalan mengekor seorang cowok menuju pintu gerbang.

"Woi!" kejut Enda.

"Setan!!" Davichi pun terperanjat.

"Bengong. Orang lagi ngomong juga," protes Enda.

"Tuh-tuh! Itu Prima, kan? Sama siapa dia? Ada cewek secakep itu di sekolah ini?" Davichi menunjuk ke arah fokusnya.

"Kelihatannya anak baru. Lihat saja masih pake seragam SMP. Tetangga Prima kali," jawab Enda terdengar tidak begitu peduli. "Kenapa? Naksir, ya? Emang cakep, sih! Udah ... embat aja Sono!" seloroh Enda.

"Ehem-ehem!"

Tiba-tiba, guru BK keluar dari ruangan dan mengejutkan Davichi dan Enda.

"Eh, Bapak," sahut Davichi dan Enda kompak.

"Bentar lagi MPLS penerimaan murid baru. Bapak tidak akan mentolerir jika terjadi praktek perploncoan seperti tahun lalu. Mengerti? Terutama kamu, Davichi," ucap Pak Darto — selaku salah satu guru BK di sekolah tersebut.

"Aku lagi, aku lagi," protes Davichi.

"Ya karena kamu selalu jadi biang kerok masalah di sekolah ini. Ingat, orang tuamu sudah menyerah dan pasrah jika suatu saat kamu dikeluarkan dari sekolah ini. Paham?!" bentak Pak Darto pada Davichi.

"Paham, Pak," jawab cowok tengil itu.

Davichi dan Enda langsung kabur karena malas bakalan ada wejangan tambahan dari Pak Darto. Keduanya dihukum membersihkan kamar-kamar asrama dan harus selesai sebelum para penghuninya kembali dari liburan. Lusa, kemungkinan semua siswa yang tinggal di asrama akan tiba. Rata-rata mereka tinggal di luar kota.

"Gila tuh cewek. Dari jauh aja cakep banget, apalagi dari dekat?" gumam Davichi menatap langit-langit kamar.

Usai menyelesaikan tugas membersihkan kamar-kamar asrama. Davichi merebahkan tubuh penatnya di atas dipan yang hanya muat satu orang saja.

"Hayo!! Ngelamun jorok kamu, ya? Awas jangan sampai crot!" ledek Enda yang datang membawa dua bungkusan berisi makanan.

"HP kamu dari tadi bunyi mulu, noh! Emak kamu nelpon," ujar Davichi memberi tahu Enda.

"Biarin aja! Males," sungut Enda.

"Lagian kamu ngapain tinggal di asrama? Pake acara nggak pulang. Rumah kamu bukannya dekat sini aja," omel Davichi.

Enda memang tidak seperti Davichi yang rumahnya beda provinsi. Cowok berkumis tipis itu rumahnya hanya beda kecamatan dengan sekolahan. Akan tetapi, malah milih tinggal di asrama karena malas di rumah kesepian secara Enda adalah anak tunggal dulunya.

"Emak ku tuh hamil," celetuk Enda.

"Ha?! Serius?!" Davichi kaget.

"Makanya, parah banget ortu ku. Orang pasti ngira adikku adalah anakku kalau lahir nanti. Batal aku jadi anak tunggal," kesal Enda, lagi.

"Sabar, End! Telepon balik, sini! Siapa tau adik kamu udah lahir, hahaha!!"

"Sialan, lu!"

Keesokan harinya....

Galang mengajak Suri ke sekolah pagi-pagi sekali. Keduanya pergi joging bersama dan mampir ke sekolah.

"Digembok, Lang. Lagian ngapain pagi-pagi buta ke sekolah?" tanya Suri bernada memprotes tindakan sohibnya itu.

"Besok udah MPLS. Sekolah ini luas banget, kalau nggak menghafal rute dari sekarang, besok bisa keteteran dan tersesat. Ingat, jangan sampai senior punya alasan untuk menghukum kita gara-gara telat gabung. Sekolah ini rawan praktek percaloan, loh," jawab cowok berpipi chubby, tetapi tidak gemuk itu menjelaskan pada sahabatnya. "Ayok! Kita panjat pagar yang sebelah sana!" tunjuk Galang pada deretan pagar yang lebih rendah.

"Apa?! Manjat?!" Suri terkejut.

"Terus?" Galang kesal harus menjelaskan.

"Oke-oke, nggak usah merepet lagi, lu!" balas Suri kemudian.

Galang berjongkok dan membiarkan Suri naik lebih dulu dengan cara menginjak punggungnya sebagai pijakan. Setelah gadis itu berhasil melewati pagar, barulah ia naik dengan mudahnya melewati pagar tersebut.

"Sepi banget. Jam berapa ini?" tanya Galang berbisik.

"Jam lima lewat sepuluh menit," jawab Suri sembari melihat pada jam tangan di tangan kanannya. Ya, gadis itu kidal jadi memakai jam tangan di tangan kanan.

"Ayo, kita mulai dari sebelah sini," ajak Galang.

Seabsurd itu tingkah mereka berdua hanya demi menghafal rute denah sekolah agar besok tidak tersesat. Misalnya tersesat sekarang saja, besok jangan.

"Galang, aku capek banget. Istirahat dulu," rengek Suri.

"Iya lah, tapi ini baru area mekanik otomotif. Belum ke budidaya tanaman," kata Galang yang juga ngos-ngosan.

"Kurasa besok masih pengenalan sekitar kesiswaan, deh. Belum ke jurusan. Balik aja, yuk!" ajak Suri.

Ngeri juga berada di lingkungan sekolah yang sepi saat matahari belum terbit. Salah-salah mereka bisa dikira sebagai pencuri. Sedang berdiskusi akan terus atau kembali, tiba-tiba....

"Woi! Ngapain kalian?! Mau mesum di sekolah, ya?!"

Seorang pria yang bekerja sebagai penjaga sekolah meneriaki Galang dan Suri dari kejauhan. Sontak, keduanya kaget dan lari kocar-kacir. Apesnya, Galang dan Suri lari ke arah yang berbeda.

Penjaga sekolah tidak tinggal diam. Pria yang kalau jam sekolah dimulai, mengenakan seragam security itu pun berlari mengejar salah satunya, yaitu Galang. Sementara Suri yang tidak dikejar tetap berlari melarikan diri.

Sreeeeetttt!!!

"Aww!!"

"Sssstt! Jangan berisik kalau nggak mau ketahuan," bisik cowok itu pada Suri yang ditariknya untuk bersembunyi.

"Temanku dikejar satpam," kata Suri dengan suara lirih.

"Biarin aja, dia pasti bisa lolos. Lain kali jangan pacaran di sini," ucap cowok itu.

"Ha?! Siapa yang pacaran? Dia temanku, tetangga ku. Kami cuma lagi menghafal rute biar nggak terlambat besok," bantah Suri dengan polosnya.

"Oh, bagus deh kalau ternyata kalian nggak pacaran. Sekarang gimana? Kamu mau keluar dari sini tanpa ketahuan? Atau nyari temen kamu itu?" tanya cowok itu lagi.

"Aku mau pulang. Tapi aku takut ketahuan satpam," rengek Suri.

"Oke, kalau gitu ikuti aku," ajak cowok itu.

Suri tidak punya pilihan lain selain percaya pada cowok yang sama sekali tidak ia kenal itu. Sendirian akan lebih menakutkan, belum lagi jika sampai tertangkap oleh satpam bisa-bisa ia ditanyai yang macam-macam dan dibawa ke BK di hari pertama masuk sekolah.

Cowok itu terus berjalan menembus semak-semak melewati kebun yang merupakan area jurusan budidaya tanaman. Masih cukup gelap meskipun setengah jam lagi matahari akan terbit. Sementara gadis di belakangnya celingukan tidak tenang takut jika ternyata si cowok aneh-aneh padanya.

Tiba-tiba, cowok itu memegang tangan Suri. Sontak, Suri pun kaget.

"Jangan macam-macam, ya?!" gertak gadis itu.

"Yang macam-macam ya, siapa? Di depan ada parit. Kamu bisa melompat, nggak?" tanya cowok itu membuat Suri malu sendiri karena sempat berpikir bahwa dirinya hendak dikurang ajarin.

"Maaf, kirain tadi...," ucap Suri terhenti.

"Aku bukan cowok kayak gitu, kali," sahut si cowok. "Ayo, kubantu melompat," imbuhnya.

Suri menatap ragu parit di hadapannya. Ia gugup dan ragu karena parit itu terlihat sebesar sungai baginya. Kalau sampai kecemplung pasti malu sekali.

"Kenapa?" tanya si cowok.

"Apa ada jalan yang lainnya? Kayaknya ini bukan ide yang bagus," jawab Suri. Si cowok segera paham bahwa gadis itu takut melompat.

"Nggak apa-apa. Percaya padaku, pada hitungan ketiga kita melompat sama-sama. Oke?" bujuk cowok itu.

"O — oke," gugupnya.

"Siap?" Suri mengangguk dan menelan ludah dengan berat. "Satu ... dua ... tiga!!!"

"Aaaa!!!"

Hug!

Refleks, begitu berhasil melompati parit. Suri memeluk erat-erat cowok yang tadi melompat bersamanya. Matanya terpejam rapat seolah tidak percaya bahwa dirinya sudah berhasil melompat.

"Hei, kenapa kamu? Kita sudah berhasil melompat," ucap cowok itu.

"A — apa?!" Suri tersadar dan segera melepaskan pelukannya pada cowok tersebut. "Maaf, ya ... hehe," celotehnya malu.

"Nggak apa-apa. Setelah dari sini kita akan sampai ke pagar bolong. Biasanya digunakan para siswa untuk bolos keluar sekolah. Ayo!" ajak si cowok dan Suri pun patuh mengekor.

Begitu sampai di pagar bolong yang dimaksudkan oleh cowok itu. Suri pun menerobos keluar, sedangkan si cowok tetap di dalam area sekolah untuk menutup kembali lobang di tembok tersebut menggunakan jerami seperti sebelumnya. Dan saat keduanya sudah berpisah, Suri baru sadar kalau keduanya belum berkenalan.

"Eh, kok aku nggak nanya namanya, ya? Ck!" sesalnya saat bermonolog seorang diri. "Ngomong-ngomong nasib Galang gimana, nih?" imbuhnya masih berbicara dengan dirinya sendiri.

Meskipun menyesal karena tidak sempat bertanya nama cowok tadi dan lupa bilang terima kasih. Suri masih berharap akan ada kesempatan kedua karena ia yakin cowok tersebut pasti juga sekolah di tempat yang sama dengannya. Besok, ia akan mencarinya dan menemukannya begitu tekadnya demi bisa mengucapkan rasa terima kasih.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel