Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4

Happy Reading!!!

***

Pukul sebelas lewat lima siang, Sherlyta sampai di butiknya setelah pagi tadi dokter mengijinkannya pulang. Kening yang beberapa hari di perban sudah ia lepas, lukanya kini mulai samar dan bisa ia tutupi dengan make up begitupun juga dengan wajah pucatnya agar tidak ada yang menyadari kondisinya yang tidak baik-baik saja itu.

Seperti biasa, Sherlyta menyapa semua karyawannya terutama Gita yang memang sering berada di balik meja kasir.

“Cesil belum datang, Git?” Gita menggeleng sebagai jawaban.

“Lo ke mana aja beberapa hari kemarin?” tanya Gita penuh selidik.

“Liburan dong.” Sombong Sherlyta berbohong. Membuat perempuan pendek itu mencebikkan bibirnya sebal. Pikirannya memaki sebab bosnya itu enak-enakan liburan sementara dirinya cape bekerja, mengurus butik yang ramai juga pelanggan yang menyebalkan. Namun dengan cepat Gita sadar bahwa dirinya hanyalah karyawan yang di gaji untuk itu. Jadi ya, sebisa mungkin jangan mengeluh. Toh Sherlyta liburan juga karena kebutuhan. Mungkin. Tapi tetap saja ...

"Gak ajak-ajak, najis. Kali-kali gue juga di kasih liburan kek, Sher. Penat nih pala gue, apalagi kemarin ngadepin pelanggan yang resek." Curhatnya, yang membuat Sherlyta tertawa, lucu melihat ekspresi Gita.

"Itu derita lo, Git,"

"Sialan!" maki Gita semakin mengerucutkan bibirnya.

Ditengah obrolan keduanya pintu kaca butik terbuka dan masuk seorang laki-laki tampan bertubuh tinggi, hidung mancung bak perosotan, kulit bersih, bibir merah alami yang tipis,  rambut yang di sisir rapi ke belakang dan mengenakan kemeja maroon yang sangat pas di tubuhnya, serta celana bahan berwarna hitam membuat kesan rapi dan berkelas pada laki-laki itu. Jangan lupakan kumis tipis yang membuat laki-laki itu terlihat semakin tampan dan manis. Sherlyta memicingkan matanya, merasa tidak asing dengan sosok laki-laki yang berjalan menghampiri itu. Semakin dekat dan mata Sherlyta langsung terbelalak.

“Samuel?” panggil Sherlyta tak yakin.

“Lyta?” laki-laki itu pun sama tak yakinnya sebelum kemudian keduanya mengangguk.

“Aaaa ... Sam, gue kangen!” Sherlyta berhambur memeluk laki-laki di depannya. Pundaknya bergetar hebat, Sherlyta benar-benar menumpahkan tangisnya dalam pelukan pria itu.

Laki-laki yang di panggil 'Sam' tersebut terkejut, tapi kemudian membalas pelukan Sherlyta tak kalah erat. Sama hal dengan Sherlita, Samuel pun merindukan sahabat kecilnya itu.

Gita membisu di tempatnya menatap dua orang yang tengah berpelukan itu dengan raut bingung. Ia belum pernah melihat sahabatnya seperti ini, bahkan tidak pernah sekalipun ia melihat Sherlyta dekat dengan laki-laki, apalagi sampai menangis seperti ini. Hingga adegan di depannya ini berhasil membuatnya bertanya-tanya dalam hati.

“Gue juga kangen, Lyt, sama lo.”

Sherlyta semakin erat memeluk Samuel, takut laki-laki itu pergi lagi meninggalkannya. Sungguh, Sherlyta bahagia atas kehadiran Samuel hari ini, dimana kesedihan baru saja ia dapatkan kemarin pagi tentang kondisi kesehatannya.  Dan kini penyemangatnya sudah berada dihadapannya. Tuhan mengabulkan doanya. Ia bahagia, sangat bahagia dan ia berharap bahwa kebahagiannya ini akan berlangsung lama.

Samuel mengurai pelukannya dan menghapus air mata perempuan di depannya. Sherlyta menatap laki-laki yang kini tersenyum ke arahnya, masih belum percaya. Laki-laki itu menjawil hidung mancung Sherlyta hingga perempuan bermata minimalis itu meringis kesakitan.

“Segitu kangennya lo sama gue, sampai nangis kayak gini,” ucap laki-laki berkumis tipis itu terkekeh geli.

Sherlyta cemberut dan memukul dada bidang laki-laki di depannya, “Jahat lo, kenapa perginya lama banget, gak pernah ngabarin lagi!”

“Sorry deh, gue gak tahu lo bakalan sekangen ini.”

Tawa Samuel pecah saat Sherlyta kembali melayangkan pukulan di dada bidangnya, namun kembali memeluk laki-laki di depannya dengan perasaan rindu dan bahagia.

“Lo kapan balik?” tanya Sherlyta mendongakkan kepalanya untuk menatap laki-laki jangkung itu. Tangannya tetap melingkar di pinggang Samuel dan laki-laki itu tidak keberatan, sudah biasa sejak dulu perempuan di depannya itu selalu seperti ini, manja kepadanya.

“Seminggu yang lalu deh kayaknya, gue gak ngitung,” ucap Samuel sambil mengelus lembut rambut perempuan sipit itu.

“Jahat, ih, gak langsung nemuin gue!” rajuknya manja, semakin terlihat menggemaskan di pandangan Samuel.

Gita yang tidak lepas memperhatikan keduanya mengerutkan kening bingung semakin bingung dan penasaran, terlebih pada sikap manja Sherlyta yang baru dirinya lihat.

“Maaf deh, gue sibuk banget soalnya, gue kan baru pindah lagi ke sini dan langsung disibukan dengan kerjaan, jadi belum sempat nemuin lo.” Sherlyta mengangguk paham, meski sedikit kesal.

“Lo gak malu diliatin sama orang, meluk-meluk gue dari tadi?” Sherlyta dengan cepat sadar dan melepaskan pelukannya menatap sekeliling dan menghela napas lega saat tidak mendapati banyak orang di butiknya, hanya ada beberapa pembeli yang tengah sibuk memilih pakaian yang akan dibelinya. Dan beralih pada Gita yang menatapnya. Sherlyta hanya cengengesan dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

“Gue terlalu kangen sama lo Sam, jadi gak sadar tempat,” akunya. Samuel kembali mengusak puncak kepala sahabat kecilnya itu gemas.

“Gak banyak berubah lo, ya, meskipun gue tinggal lama, masih aja manja.” Sherlyta cemberut dan menyubit perut laki-laki di depannya itu.

“Ayah sama Bunda ikut pulang ke sini juga?” tanya Sherlyta yang di jawab anggukan Samuel."Gue kangen sama mereka, Sam,” lirih Sherlyta.

“Nanti gue ajak ke rumah deh, mau?” dengan cepat Sherlyta mengangguk, mata sipitnya berbinar bahagia.

“Mata lo kapan tumbuhnya sih, perasaan dari dulu segini-gini aja,” ledek Samuel membuat Sherlyta kembali melayangkan cubitan di perut laki-laki itu.

“Kabar Mama gimana, sehat?” pertanyaan yang baru saja Samuel layangkan membuat bibir tipis yang awalnya mengembang senyum perlahan menipis dan hilang, binar bahagia di matanya pun telah digantikan dengan kesedihan. Samuel menyadari itu dan membawa perempuan yang tingginya hanya sebatas bahu ke dalam pelukannya.

“Kenapa, Mama sakit?” Sherlyta menggeleng dalam pelukan laki-laki yang dicintainya itu, air matanya mengalir deras membasahi kemeja yang dikenakan Samuel.

“Mama udah gak ada, Sam,” cicit Sherlyta pelan, namun masih dapat di dengar oleh Samuel dan juga Gita yang memang berada sangat dekat dengan keduanya. Laki-laki itu semakin erat memeluk Sherlyta seolah juga merasakan kesedihan sahabat kecilnya.

Samuel cukup tahu bagaimana sedihnya perempuan itu saat ditinggal pergi oleh sang papa. Dan kini Samuel tidak bisa membayangkan bagaimana kesedihan dan kehilangan itu kembali menimpa.

“Sejak kapan?”

“Setelah dua tahun kepergian lo,” jawabnya pelan masih dalam pelukan Samuel dengan tangisnya yang belum juga berhenti. Kembali membasahi kemeja yang Samuel kenakan.

Gita ikut meneteskan air matanya menyaksikan kesedihan sahabatnya itu, meskipun ia belum tahu apa hubungan kedua orang dihadapannya. Tapi Gita dapat menebak sedekat apa mereka dulu.

“Maaf karena gue gak ada di samping lo saat itu, kalau aja gue tahu akan seperti ini, mungkin saat itu gue gak akan ikut sama Mama dan Papa. Maafin Gue,” ucap Samuel menyesal, lalu makin erat memeluk Sherlyta saat isak tangis sahabat kecilnya terdengar menyakitkan.

Sesekali laki-laki itu mengecup sayang puncak kepala Sherlyta, masih membiarkan perempuan itu memeluknya, menumpahkan kesedihan yang selama ini di pendam dan dirasakannya seorang diri.

“Gue anter pulang, ya?” Sherlyta mengangguk pelan dalam pelukan Samuel. Laki-laki itu mengurai pelukannya, menatap perempuan cantik di depannya yang sudah berlinangan air mata. Samuel tersenyum lembut dan menyeka air mata di pipi dan bawah mata perempuan sipit itu, membuat mata minimalisnya semakin tidak terlihat karena terlalu banyak menangis.

“Jangan nangis lagi, karena sekarang gue udah disini. Gue gak akan ninggalin lo lagi, Lyt. Gue janji.” Sherlyta mengangguk percaya.

“Senyumnya mana? Lo jelek kalo nangis, tuh mata lo makin ilang … Aw, aw!” Sherlyta mencubit keras perut laki-laki di depannya sebelum Samuel melanjutkan ucapannya.

Ringisan Samuel membuat senyum di bibir Sherlyta terbit. Laki-laki itu tak ingin kalah dan langsung menjawil kedua pipi chuby perempuan di depannya dengan gemas.

“Ih, Muel sakit tahu!” ringis Sherlyta seperti anak kecil, membuat Samuel semakin gemas dibuatnya dan memilih kembali membawa perempuan itu ke dalam pelukannya menekankan kepala gadis itu ke dalam dadanya hingga Sherlyta meringis kesakitan, namun laki-laki jangkung itu tidak memedulikan, menganggap bahwa itu hanyalah tipuan Sherlyta seperti biasanya.

“Maksud kamu apa meluk-meluk perempuan lain? Dia siapa?” marah seorang perempuan yang baru saja masuk ke dalam butik.

Tubuh Sherlyta tiba-tiba menegang saat mendengar suara perempuan tersebut, dan semakin mempererat pelukannya pada pinggang Samuel dengan rasa takut yang mulai menggelayuti.

“Lo siapa sih, seenaknya aja peluk-peluk cowok orang!” perempuan itu menarik kuat lengan Sherlyta yang melingkar di pinggang Samuel, membuat Samuel yang masih berada dalam keterkejutan tidak berhasil menahan sang kekasih untuk tidak berbuat kasar pada perempuan dalam pelukannya.

“Sherlyta! Lo …?” geramnya marah.

“Cesil,” gumam Sherlyta pelan, menatap sahabatnya itu dengan raut tak menyangka, sementara Cesil menatap tajam pada laki-laki di hadapannya lalu beralih menatap Sherlyta.

“Yank, udah jangan marah dulu biar aku jelasin, oke?” Samuel mencoba menenangkan kekasihnya.

Sherlyta yang mendengar ucapan laki-laki itu terkejut, dadanya tiba-tiba sesak bagai tertimpa bebatuan lalu menatap laki-laki yang masih di rindukannya itu dengan raut meminta penjelasan. Sayang Samuel terlalu fokus pada Cesil hingga tidak menyadari perubahan ekspresi Sherlyta.

“Jelasin sekarang!” ujar Cesil ketus dan menarik kedua orang itu ke dalam ruangan kerjanya.

Sherlyta mengikuti langkah Cesil masih dalam kebisuan, terlalu banyak pertanyaan yang berada di kepalanya saat ini.

Gita meringis ngeri melihat kedua sahabatnya yang sepertinya akan mulai berperang. Ia ingin ikut masuk ke dalam, namun dirinya cukup tahu diri untuk tidak ikut campur dalam masalah kedua bosnya meskipun rasa penasaran tetap ada.

Setelah berada di dalam ruang kerja Sherlyta yang ada di lantai dua, Cesil, Samuel dan juga Sherlyta berdiri saling berhadapan. Tatapan tajam milik perempuan berwajah judes itu masih tertuju ke arah Sherlyta dan Samuel bergantian dengan tangan terlipat di depan dada.

“Ayo jelasin," tuntut Cesil tak sabar.

Samuel melirik ke arah Sherlyta yang menunduk, lalu menatap kekasihnya yang terlihat marah. Samuel menghela napasnya terlebih dulu sebelum akhirnya menjelaskan, karena tidak ingin kesalahpahaman terus melingkupi.

“Lyta ini sahabat aku dari kecil. Dan sekarang baru bertemu lagi semenjak sepuluh tahun lalu aku pindah ke Belanda. Dari kecil kami berdua memang sangat dekat, jadi wajar bukan kalau aku meluk Lyta untuk melepas rindu? Aku juga baru tahu kabar tentang kepergian Mama-nya Lyta, beliau sudah aku anggap seperti Ibu aku sendiri. Jadi kamu gak perlu cemburu sama Lyta, apa lagi marah.” Jelas Samuel.

Raut wajah Cesil perlahan melunak, kemarahannya kini berganti dengan rasa bersalah. Cesil menatap Sherlyta yang masih menunduk, kemudian memeluk tubuh sahabatnya itu seraya mengucapkan kata maaf karena telah Menuduh yang bukan-bukan.

Sherlyta tak menjawab dan malah memeluk sahabatnya itu dengan erat, air matanya kembali menetes tanpa diminta. Namun kali ini bukan air mata bahagia karena Cesil tidak marah, bukan juga air mata sedih karena kehilangan ibunya, air mata ini adalah air mata luka dan kecewanya kepada Samuel juga pada dirinya sendiri yang sudah menyimpan harapan terlalu besar.

Isak tangis Sherlyta semakin terdengar, membuat Cesil dan juga Samuel panik.

“Lo kenapa nangis kayak gini Sher? Gue minta maaf, sumpah gue gak maksud marah sama lo, gue cuma kaget aja liat Adnan pelukan sama lo. Maaf gue gak tahu.”

Tangis Sherlyta bukannya mereda tapi malah semakin kencang, menambah kepanikan Cesil  juga Samuel.

“Lo kenapa, hemm?” Samuel mengambil alih memeluk Sherlyta dan membawanya untuk duduk di sofa yang ada diruangan itu, diikuti Cesil dari belakang dengan wajah panik dan juga bersalah.

“Udah dong, Lyt, jangan nangis terus, nanti mata lo makin tenggelam,” ucap Samuel yang kemudian mendapat cubitan di pinggang dan juga lengannya dari kedua perempuan sekaligus.

“Cengeng banget sih lo, gak like gue.” Samuel pengurai pelukannya dan menatap lekat wajah sahabat kecilnya itu dengan seksama. Air matanya masih menetes meski tidak sederas tadi, isakannya pun mulai memelan.

“Tuh kan, mata lo makin gak ada. Udah jangan nangis lagi, jelek tahu gak?” bukannya berhenti, air mata Sherlyta malah kembali mengalir deras meski tanpa suara.

“Lyta, stop nangisnya. Kalau gak berenti juga gue pergi lagi, nih!” ancaman laki-laki berkumis tipis itu nyatanya berhasil menghentikan air mata Sherlyta meski masih menyisakan isakan-isakan kecil.

“Senyumnya mana?” tanya Samuel lembut, dan itu ampuh menerbitkan senyum di bibir tipis Sherlyta.

Cesil yang menyaksikan sepasang sahabat itu ikut tersenyum, ia lega karena sahabatnya kembali tersenyum meskipun ada sedikit rasa cemburu di hatinya. Tapi Cesil tidak ingin egois saat ini, ia cukup paham dengan kesedihan Sherlyta beberapa tahun ini. Hidup sebatang kara di usia yang masih sangat muda, Cesil sendiri tak yakin bisa jika berada pada posisi itu.

“Nah, kalian berdua kan udah saling kenal, tapi biar lebih apdol gue kenalin lagi deh,” ucap Samuel pada kedua perempuan di samping kanan kirinya.

“Lyta kenalin, ini Cesil pacar gue. Bukan pacar lagi sih tapi calon istri, karena kurang dari tiga bulan lagi gue sama Cesil bakalan nikah.”

Dada Sherlyta kembali sesak dengan apa yang di ucapkan laki-laki di sampingnya itu, dunianya seakan runtuh dan detak jantungnya terhenti untuk sejenak.

“Nah, Yank, ini sahabat aku dari orok, dari kita sama-sama masih pakai popok. Bahkan aku sama dia sering banget tukeran orang tua. Dia anak kesayangannya Papa, sampai Papa mau Lyta manggil dia dengan sebutan Ayah, begitupun juga dengan Mama yang ingin dipanggil dengan sebutan Bunda. Kami memang sedekat itu sejak bayi, jadi kamu gak usah cemburu.” Jelas Samuel yang diangguki mengerti oleh Cesil. Laki-laki yang memiliki lesung pipit ketika tersenyum itu mengecup singkat pipi kekasihnya lalu memeluknya dengan sayang.

Itu semua tidak lepas dari penglihatan dan juga pendengaran Sherlyta yang berada di samping kiri Samuel. Air matanya kembali menetes, namun dengan cepat Sherlyta menghapusnya sebelum kedua orang itu melihat. Sherlyta tersenyum tipis melihat keduanya, lebih tepatnya senyum miris.

Dalam hati Sherlyta menertawakan kebodohannya yang terlalu berharap pada laki-laki disampingnya, dan ia juga merasa bodoh karena sudah menunggu laki-laki itu selama ini dengan kesabaran yang ia pupuk setiap harinya. Sayangnya yang di tunggu tidak kembali untuknya, bukan kembali udntuk menepati janjinya, melainkan untuk perempuan lain. Dan pada akhirnya kebahagian yang ia rasakan pecah begitu saja hanya dalam waktu beberapa menit.

***

TBC ...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel