Awal
Happy Reading !!!
****
Sherlyta berdiri di bawah pohon besar yang berada tepat di pinggir danau buatan. Berlindung dari derasnya hujan sore hari ini yang tiba-tiba saja turun membasahi bumi. Senyum terukir indah di bibir tipisnya, tangan mungil dengan jari lentik itu menengadah menyentuh tetesan air hujan yang turun.
Tepat sepuluh tahun ini tidak sehari pun Sherlyta melewatkan untuk datang ke danau ini. Danau yang menyimpan banyak kenangan indah tentangnya bersama Samuel, laki-laki yang menjadi cinta pertamanya, juga laki-laki yang membuat seorang Sherlyta rela menunggu hingga selama ini.
Sepuluh tahun yang lalu, tepatnya ketika keduanya berusia lima belas tahun. Di tempat ini dengan cuaca hujan yang sama, Sherlyta dan Samuel berdiri di derasnya hujan, dipayungi pohon besar menatap indahnya danau di depan sana sambil menunggu saat dimana matahari akan tenggelam.
Itu adalah kegiatan rutin yang selalu keduanya lakukan setiap sore, meskipun hari itu cuaca tengah hujan dan langit tertutup awan hitam, tidak menyurutkan dua manusia itu untuk beranjak.
Samuel merangkul pundak Gadis di sampingnya dengan senyum manis yang membuat siapa saja akan terpesona kepadanya begitu juga Sherlyta, gadis itu memang telah menyukai laki-laki tampan disampingnya sejak lama.
Samuel melepaskan rangkulannya dan membalikkan tubuh Sherlyta agar menghadap ke arahnya. "Lyt, besok gue pergi."
Sherlyta tak menjawab. Gadis itu menatap tepat mata hitam laki-laki yang berada di depannya dengan tatapan yang tidak terbaca.
"Lo tahu, ini bukan keinginan gue?" Samuel mengelus lembut rambut panjang Sherlyta. Gadis itu masih diam, menunggu kelanjutan ucapan laki-laki di hadapannya.
"Sorry karena gue terlambat menyadari ini semua, Lyt. Tapi gue gak mau menyia-nyiakan waktu lagi. Ini adalah hari terakhir gue ada disini, dan gue gak tahu kapan akan kembali. Jadi sebelum gue pergi, gue cuma mau ngaku kalau gue sayang sama lo, bahkan gue cinta sama lo. Gue gak tahu kapan perasaan ini tumbuh, karena yang gue tahu perasaan gue terhadap lo udah berubah. Gue udah gak liat lo sebagai teman, tapi sebagaimana laki-laki kepada perempuan yang disukai," Samuel menarik napasnya sejenak. "Lo gak marah kan, gue punya perasaan ini sama lo?"
Sherlyta dapat melihat kesungguhan di iris hitam laki-laki di depannya itu. Air mata Sherlyta menetes melewati pipinya. Bukan, ini bukan air mata kesedihan, melainkan air mata bahagia. Ya, ia bahagia karena ternyata cintanya terbalaskan.
"Lo kenapa nangis?" tanya Samuel panik seraya menyeka air mata gadis di hadapannya. "Lo marah karena gue suka sama lo?"
Sherlyta dengan cepat menggeleng. "Gue gak marah, Sam, justru gue bahagia. Gue juga sayang sama lo, Sam. Gue cinta sama lo, dan mungkin perasaan gue hadir lebih awal dari pada lo."
Samuel yang mendengar pengakuan itu terkejut, namun juga bahagia. Dengan senyum yang mengembang laki-laki tampan yang masih mengenakan seragam putih birunya itu membawa Sherlyta ke dalam pelukannya mengucapkan terima kasih berkali-laki sebelum kembali mengurai pelukannya dan menatap tepat pada iris coklat terang Sherlyta. Kini tapannya berubah menjadi sedih.
"Tapi gue minta maaf karena kita belum bisa bersama. Gue harus pergi, Lyt, tapi gue janji, gue akan kembali untuk mewujudkan ini semua. Kita akan buat semua manusia di bumi ini iri dengan cinta kita. Lo mau kan nunggu gue?" Samuel menatap gadis didepannya itu dengan tatapan berharap.
"Gue mau nunggu lo, Sam. Gue akan selalu nunggu lo kembali, disini, di tempat ini dengan perasaan yang sama," ucap Sherlyta sungguh-sungguh, membuat Samuel tersenyum dan kembali memeluk gadisnya itu.
Samuel menarik pelan pergelangan tangan Sherlyta, membawanya mendekat pada pohon besar yang menjulang tinggi, mengambil sebuah paku yang tergeletak begitu saja di tanah. Masih dengan menggenggam tangan gadis cantik itu Samuel mengukir namanya dan juga nama Sherlyta di batang pohon tersebut.
Samuel tersenyum setelah menyelesaikan ukirannya, menatap Sherlyta penuh cinta.
"Gue sengaja mengukir nama kita di pohon ini, karena pohon ini adalah saksi dimana gue dan lo menjadi kita, dan pohon ini gue kasih nama pohon cinta Samuel dan Sherlyta."
"Sam, gue masih nunggu lo. Disini, di tempat yang sepuluh tahun lalu gue dan lo janjikan. Gue harap lo cepat kembali, karena rasa rindu ini udah gak terhitung jumlahnya." Sherlyta mengelus ukiran di batang pohon itu dengan senyum yang terukir indah di bibir tipisnya.
"Gue yakin pasti wajah lo sekarang semakin genteng, dengan tubuh tinggi dan dada bidang. Apa pelukan lo masih akan senyaman dulu? Atau justru bertambah kenyamanannya?"
Sherlyta tersenyum-senyum sendiri membayangkan semua itu. Sepuluh tahun tak bertemu membuat perempuan bermata sipit itu sering mengira-ngira dan membayangkan wajah Samuel yang berubah dewasa dari yang terakhir ia lihat dulu.
"Cepat kembali, Sam, gue rindu."
***
Tbc ...
