
Setelah Wajahku Dirusak Ibu Tiriku, Aku Dan Ayahku Saling Mencintai
Ringkasan
Aku melarikan diri ke luar negeri untuk menghindari perasaanku pada ayah sambungku. Aku kembali hanya untuk menghadiri pernikahannya. Namun, aku tidak menyangka bahwa sebelum pernikahan aku akan dianggap sebagai selingkuhan oleh calon istri ayahku. Tidak hanya dipermalukan di depan umum, wajahku juga dirusak dengan cairan asam. Hal ini secara tidak sengaja mengungkap tabir perasaan antara aku dan ayah sambungku.
Bab 1
Ayah sambungku mengirimiku video seorang wanita yang mengenakan jubah mandi yang hampir transparan, menampakkan tubuhnya yang hampir terlihat. Wanita itu duduk di pelukan ayah, bererangan berulang kali.
Ayah mengatakan bahwa wanita ini akan menjadi ibu baruku.
Sekarang, aku tengah berada di pesawat untuk menghadiri pernikahan mereka.
Ketika menonton video itu, aku merasa sedikit malu sekaligus kesal.
Selama bertahun-tahun, aku belum pernah melihat ayah kehilangan kendali seperti ini, setidaknya tidak sejak ibu meninggal.
Mataku berubah muram saat membayangkannya, merasa malu dan kecewa.
"Dia hanya ayah sambungku. Karena dia akan menikah, jadi aku harus memberinya restu."
Meskipun tidak ada hubungan darah, ayah sambung tetaplah ayah sambung.
Sebelum pesawat lepas landas, ayah mengirimiku pesan lagi.
"Hati-hati di jalan, cinta. Aku merindukanmu dan menunggumu kembali."
Dalam sekejap, hatiku terasa seperti dibanjiri madu, manis sekaligus menyesakkan.
Manis karena ayah tidak mengabaikanku karena keberadaan calon ibu baruku, sesak karena aku tahu bahwa inilah waktu yang tepat untuk mengakhiri hubunganku yang mengerikan.
Pertama kali aku bertemu dengan ayah sambungku adalah ketika aku berusia tujuh tahun.
Pada saat itu, kami berdua tidak menyangka bahwa dalam waktu kurang dari satu tahun, ibu akan meninggalkan kami.
Setelah itu, aku bergantung pada ayah sambungku.
Meskipun tidak ada hubungan darah, ayah sambungku memperlakukanku dengan sangat baik, yang membuatku memiliki perasaan yang seharusnya tidak ada terhadapnya.
Namaku Cinta, jadi ayahku sering memanggilku dengan sangat mesra. Panggilan yang begitu intim ini membuatku kehilangan kendali atas emosiku untuk sementara waktu.
Untuk menekan perasaan yang kian mengusik, aku memanfaatkan kesempatan pertukaran pelajar untuk pergi ke luar negeri.
Aku tidak menyangka bahwa pelarianku ini membuatku kehilangan kualifikasi.
Awalnya, aku tidak benar-benar ingin menyaksikan situasi ini. Namun, ayah mengatur pernikahan pada hari yang sama dengan acara kelulusanku. Dia juga mengatur lokasi pernikahan langsung di dalam tempat upacara.
Dengan begitu, begitu aku selesai menghadiri acara kelulusan, aku bisa langsung pergi menghadiri acara pernikahannya.
Aku terpaksa menyetujui permintaan ayah dengan menghadiri pernikahannya.
Aku mengingatkan diriku sendiri bahwa aku harus menyembunyikan perasaanku dan tidak akan mengganggu kehidupan bahagia ayah.
Jangan bersikap posesif terhadap ayah.
Dalam perjalanan ke kampus setelah turun dari pesawat, aku sedikit tidak tenang, jadi membuka ponsel untuk mengalihkan perhatian.
Tidak disangka begitu membukanya, aku menemukan siaran langsung yang sangat menggemparkan.
Perempuan dalam siaran langsung itu mengenakan gaun pengantin. Kamera berfokus pada ujung gaun, erangan samar terdengar dari dirinya.
Kepala seorang laki-laki yang tersembunyi di dalam renda terus bergerak.
Aku memejamkan mata karena tidak tahan.
Dua tahun di luar negeri, apakah budaya dalam negeri sudah seterbuka ini?
Aku tidak sengaja membukanya dan melihat pemandangan yang tidak asing lagi.
Sofa, mural dan berbagai pajangan yang terlihat di siaran langsung itu mengingatkanku bahwa tempat itu adalah rumahku.
Jangan bilang yang melakukan siaran langsung ini ibu dan ayahku?
Aku menatap layar lekat-lekat, mencoba melihat sosok laki-laki itu dengan baik.
Namun, kamera siaran langsung tiba-tiba berputar, wajah seorang perempuan muncul.
Wajahnya dipoles riasan pengantin yang cukup tipis, tetapi riasan itu tidak bisa menyembunyikan rona merah di wajahnya.
Tubuh wanita itu bergetar dan sudut mulutnya tidak mampu menahan erangan.
Aku menatap wajah yang agak familier ini dan akhirnya tersadar.
Ibu tiriku, Lydia Eranami, terlihat agak mirip dengan ibuku. Pantas saja ayah memilihnya.
Meskipun begitu, aku masih merasa tidak nyaman.
"Halo, semuanya. Hari ini aku melakukan siaran langsung bukan hanya karena ingin menunjukkan kebahagiaanku kepada kalian."
Entah sudah berapa lama, perempuan dalam siaran langsung itu akhirnya menjilat bibirnya setelah mengendalikan tubuhnya yang gemetar.
Dia melihat kepergian laki-laki itu, menoleh ke arah kamera dengan mata berlinang.
"Ada perempuan pengganggu yang mengganggu hubunganku dan suamiku. Pada hari pernikahan kami, dia bahkan mengirim pesan kepada suamiku tanpa malu-malu."
Lydia berkata sambil mengangkat ujung gaunnya dan berpose genit di depan kamera.
