Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 [+]

Karim masih tidak bisa menelan kenyataan bahwa dia telah gila. Shifa membuat dia tidak bisa berpikir jernih. Penjelasan dosen Team Project terkait presentasi tengah semester tidak bisa dia cerna dengan sempurna.

“Mas, sampean keliatan gak fokus,” komentar rekan satu tim yang duduk di sebelahnya. Pria yang mengenakan pakaian asisten, seperti yang dia juga kenakan hari ini, dengan nama ‘Zachary’ tertulis di sisi kiri dadanya. Rekan asistennya yang satu tahun di belakang secara angkatan akademik.

“Ada masalah pribadi,” jawab Karim dengan jujur. Zachary memanfaatkan itu untuk menggoda seniornya.

“Mba Cahaya ngambek?” tanya Zachary memancing. Karim melihat ke arah dosennya yang mengabaikan anak-anak di barisan tengah dan belakang membuat forum kecil mereka. Karim menggelengkan kepalanya. Dia tidak ada masalah dengan Cahaya, kecuali fakta dia telah mengkhianati Cahaya dengan bergumul dengan Shifa.

“Terus kenapa Mas? Sampean biasanya gak ribet soal hidup soalnya,” komentar Zachary tidak mengerti. Karim memberi isyarat dia tidak ingin membahas masalahnya untuk saat ini, membuat Zachary paham seniornya perlu sedikit privasi.

“Oh ya Mas, penilaian soal praktikum tiga besok harus diinput Mas. Prof bilang dia bakal cek Kamis ini,” pesan Zachary kepada Karim. Karim menganggukkan kepalanya, mencoba untuk tidak terlalu memikirkan perihal pergumulannya dengan Shifa.

Karim tidak akan melakukan lagi tantangan bodoh seperti yang selama ini dia lakukan terhadap mahasiswa baru yang sudah putus asa. Selama ini, setiap kali ada praktikan mengatakan ‘akan melakukan apapun’, begitu Karim berulang kali memancing kata ‘apapun’, mereka akan mundur perlahan dan memberikan klarifikasi siap dengan soal-soal tambahan atau semacamnya. Tidak ada yang benar-benar sefrontal Shifa kemarin.

Shifa itu jelas bermasalah dengan keilmuan di bidang yang dia pilih. Hanya saja, dia ingat kala dia bertanya kepada gadis itu kenapa dia memilih jurusan ini. Gadis itu melihat ke masa depan yang memerlukan keilmuan ini di dalamnya. Karim yakin dia telah mendengar rumor dirinya dan juga rumor praktikum yang dia pegang.

“Apa aku selama ini terlalu keras ke praktikan, Zachary?” tanya Karim kepada rekan asistennya. Zachary menggelengkan kepalanya.

“Kadang diperlukan ketegasan, Mas Karim. Kalau saya pribadi menilai agak berlebihan, tetapi masih dalam koridor,” jawab Zachary dengan jujur. Sepertinya Karim harus ambil itu sebagai bahwa dia terlalu keras menentukan nilai dibandingkan rekan-rekannya.

Karim memutuskan untuk beristirahat dan berpura-pura tidur di kelas kali ini. Dia bisa menanyakan asisten di barisan depan untuk penjelasan dari dosennya nanti. Siang ini para asisten harus rapat membicarakan tentang rencana open house dari laboratorium mereka. Jujur saja, Karim masih tidak siap untuk bertemu Cahaya di rapat nanti. Sebagian benaknya masih memikirkan rayuan-rayuan maut Shifa di pergumulan mereka.

“Mas sungguh ingin menduakan Mba Cahaya? Mas tidak bisa kembali lagi setelah pergumulan kita nanti.”

“Mas, aku ingin Mas di dalamku. Di ranjang ya Mas.”

“Milik Mas besar!”

“Mas mau ronde berikutnya?”

“Engh, Mas Karim ... puaskan aku Mas!”

Kalimat-kalimat rayuan maut Shifa terus berputar di benaknya. Tidak hanya itu, dia juga masih bisa mengingat sensasi sentuhan Shifa di tubuhnya. Dia merasa bahwa kewarasannya terus hilang setiap kali Shifa lewat di ingatannya.

“Zachary. Kalau kelas selesai beritahu aku,” komentar Karim pelan kepada rekan asistennya itu.

“Siap Mas,” jawab Zachary dengan nada yang cukup untuk Karim dengar.

“Aku bisa gila,” keluh Karim pelan. Dia mencoba perlahan membuang bayang-bayang Shifa bergumul dengannya. Hanya saja, setiap kali bayangan itu perlahan dia hapus, maka bayangan lain yang lebih dahsyat membuatnya pusing. Shifa benar-benar mengendalikan dirinya secara tidak sadar. Karim bisa menggila kalau ini terus berlanjut.

“Mas, kelas sudah kelar,” komentar Zachary mengembalikan Karim ke kenyataan. Karim bangun seperti orang yang tidak tenang tidurnya. Zachary penasaran apa yang membuat seorang Karim Zahid bisa kekurangan tidur sampai sebegitunya.

Sebagai seorang asisten yang sudah menyaksikan perjalanan cinta Karim Zahid dan Cinta Cahaya, Zachary tidak pernah melihat keributan antara keduanya dimana Karim sampai terlihat linglung, kurang tidur, dan tertekan hingga tidak menceritakan apapun. Zachary juga tahu sifat Karim yang cenderung acuh dengan sebagian besar masalah hidupnya, kecuali terkait Cahaya kekasihnya.

“Sampean benar-benar tertekan sih sampai mata panda gitu,” komentar Zachary kepada Karim. Karim menyadari maksud Zachary.

“Aku cuci wajah dulu sebelum ke lab,” komentar Karim. Mereka berdua meninggalkan ruangan kelas dan Karim menyempatkan diri untuk mencuci wajah di wastafel terdekat. Zachary hanya bisa merasa iba dan penasaran. Iba melihat Karim terlihat kacau. Penasaran apa yang bisa membuat Karim kacau.

“Aku sudah lebih segar. Kita bisa ke lab sekarang,” komentar Karim kepada Zachary. Zachary menganggukkan kepalanya dan mereka berdua pergi ke laboratorium.

“Wah, Mas Karim, Zachary,” sapa salah satu asisten senior di lab itu. Nama di pakaiannya bertulisan ‘Mary’. Karim dan Zachary menyapa balik asisten itu.

“Semua yang bisa datang sudah datang ya,” komentar seorang asisten di dekat monitor besar dengan sebuah CPU di dekatnya. Asisten itu adalah asisten kepala di lab tersebut.

“Maaf kami terlambat, Yusuf,” balas Zachary mewakili dirinya dan Karim. Karim menganggukkan kepalanya. Pria itu melihat Cahaya di sana dan dia merasa tidak mampu untuk melihat kekasihnya itu setelah semua kegilaan yang Shifa lakukan kepada dirinya di malam sebelumnya.

“Sayang, kenapa kamu terlihat lelah?” tanya Cahaya yang kaget melihat kondisi Karim.

“Ada masalah pribadi katanya,” jawab Zachary mewakili Karim. Pribadi, Karim ingin marah kepada Zachary, tetapi dia sadar dia tidak perlu bertindak demikian dan membiarkan dulu percakapan ini mengalir.

“Wah, bener Mba! Mas Karim, kok sampean kek abis digebuk panda?” tanya salah satu asisten junior perempuan dengan nama ‘Olivia’ di pakaiannya. Kalimat ‘digebuk panda’ membuat Karim bingung ingin tertawa karena itu menghibur kekacauan benaknya, atau menangis karena bisa dikatakan kekuatan Shifa bisa dibandingkan dengan panda.

“Sayang, mau cerita?” tanya Cahaya menawarkan Karim untuk bercerita. Karim masih tidak yakin dia akan kuat untuk terus menatap mata kekasihnya itu. Rasa bersalah memakannya hidup-hidup.

“Tidak dengan asisten lain masih di sini,” jawab Karim pelan. Cahaya menganggukkan kepalanya, memahami bahwa Karim memerlukan ruang untuk berbicara.

“Kita bicarakan di apartemenmu, bagaimana?” bisik Cahaya. Karim ingin bergidik, menyadari bahaya jika Cahaya datang sebelum dia merapikan total kekacauan dirinya dan Shifa tadi malam.

“Besok bagaimana? Pikiranku masih kacau,” pinta Karim. Cahaya menganggukkan kepalanya. Karim merasa jahat kepada kekasihnya yang pengertian ini. Karim menyadari seorang asisten muda menyorot ke arahnya seakan ingin menanyakan sesuatu, tetapi memutuskan untuk mengurungkan pertanyaan itu.

“Mas, saya paham Mas Karim ada masalah, tetapi rapat ini harus sekarang karena open house sudah dekat. Saya harap Mas mengerti,” pinta kepala asisten kepada Karim. Karim menganggukkan kepalanya.

“Tidak apa, Yusuf. Mulai saja. Aku akan sortir pikiranku seraya kita rapat. Mungkin aku hanya akan mendengarkan untuk saat ini.”

Karim memutuskan dia harus bertemu dengan Shifa. Shifa telah membuatnya kehilangan kewarasan!

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel