Bab 4. Pernikahan Dengan Raja
Tiba tiba watanabe mendekat dan memegang punggung Qi Lin.
Qi Lin hanya tersenyum.
"Tadi kamu bilangnya tidak akan tertarik"
"Kalau aku bertemu dengan Qi Lin kumal, jelas aku tidak tertarik"
"Jadi menurut kamu aku ini siapa? aku Qi Lin yang sama yang kamu temui"
Ang Lin panas kupingnya.
"Ehem ehem .."
Watanabe menyingkirkan tangannya dari pundak Qi Lin.
"Gimana sudah bincang bincangnya"
"Ya sudah"
"Cepat segera laksanakan pernikahan atau dibatalkan saja kalau memang akan merusak kerajaan"
"Tidak tidak akan dibatalkan. Aku tidak mau kutukan wangsit itu"
"Tapi kamu tidak seperti ketakutan dengan wangsit itu"
"Siapa bilang"
"Ya sudah segera saja kalian keluar. Jangan berlama lama dikamar, dan kamu ingan Qi Lin, kedudukan kamu hanya selir raja. Kamu tetap harus patuh dan hormat pada sang permaisuri raja, yaitu aku. Jangan pikir kamu akan mengendalikan kerajaan. Atau kamu akan aku singkirkan juga"
"Ya kita lihat aja nanti, siapa yang akan berkuasa disini"
"Kamu lancang"
"Plak"
Sebuah tamparan keras pada pipi Qi Lin. Ia sengaja tidak menangkisnya. Qi Lin ingin agar raja menganggap permaisuri orang yang angkuh. Dengan begitu ia akan mudah menarik hati Watanabe.
"Sudah sudah hentikan pertikaian. Kalian sudah ditunggu"
***
Di Kerajaan sebelah ...
"Apa kau bukan pembantu Kepala Biara Inshun?" tanyanya, sebelum sempat menarik napas.
"Beruntung sekali saya bertemu Bapak di sini. Saya membawa surat buat Bapak, dari kepala biara. Kalau Bapak tidak keberatan, saya persilakan membaca surat ini segera." Orang itu mengeluarkan surat dari peti, dan menyerahkannya pada Sukekuro.
"Buat saya?" tanya Sukekuro terkejut. Dan sesudah yakin tak ada kesalahan, ia buka surat itu dan ia baca, "Mengenai para samurai di Tsukigase itu, sejak percakapan kita kemarin, saya telah memeriksanya, dan saya temukan bahwa mereka bukan orang-orang dari Yang Dipertuan Todo. Mereka itu orang jembel, ronin yang sudah terusir dari kota-kota, dan terpaksa bersarang di sana selama berlangsungnya musim dingin. Dengan sengaja saya lekas-lekas mengabarkan kesalahan saya yang tidak menguntungkan ini pada Anda."
"Terima kasih," kata Sukekuro. "Ini cocok dengan yang saya dengar dari sumber lain. Katakan pada kepala biara, saya sangat lega, dan saya percaya dia pun merasa demikian juga."
"Maafkan saya, karena telah menyampaikan surat ini di tengah jalan. Pesan Bapak akan saya sampaikan pada kepala biara. Selamat tinggal."
"Tunggu. Berapa lama kau tinggal di Hozoin?"
"Belum lama."
"Siapa namamu?"
"Sebutan saya Torazo."
"Heran," gumam Sukekuro sambil memperhatikan wajah orang itu. "Apa kau bukan Hamada Toranosuke?"
"Bukan."
"Saya memang belum pernah bertemu Hamada, tapi ada satu orang di benteng sana yang berkeras mengatakan, Hamada sekarang bekerja sebagai pembantu Inshun."
"Begitu."
"Apa dia salah sebut?"
Torazo merendahkan suaranya, wajahnya merah. "Memang benar, saya ini Hamada. Saya datang di Hozoin atas alasan-alasan pribadi. Untuk menghindarkan aib yang lebih besar terhadap guru saya dan saya sendiri, saya bermaksud merahasiakan identitas saya. Kalau Bapak tidak keberatan..."
"Jangan kuatir. Aku tidak bermaksud ikut campur dalam urusanmu."
"Saya yakin Bapak pernah mendengar tentang Tadaaki. Dia meninggalkan perguruan dan mengundurkan diri ke pegunungan itu karena kesalahan saya. Sekarang saya sudah meninggalkan status saya. Melakukan kerja kasar di kuil itu akan memberikan pada saya disiplin yang baik. Kepada para pendeta, saya tidak memberikan nama saya yang sebenarnya. Semua ini memang memalukan."
"Kesudahan pertarungan antara Tadaaki dengan Kojiro itu bukan rahasia lagi. Kojiro sudah menceritakannya pada semua orang yang dijumpainya antara Edo dan Buzen. Jadi, kau bermaksud menjernihkan nama gurumu?"
"Ya, hari-hari ini.... Sampai lain kali, Pak?" Torazo cepat meninggalkan tempat itu, seakan-akan tak sanggup tinggal lebih lama lagi.
HYOGO semakin cemas. Sesudah masuk ke kamarOtsu, dengan membawa surat dari Takuan, ia mencari gadis itu di seluruh pekarangan benteng, dan makin lama kekuatirannya semakin memuncak.
Surat dari bulan sepuluh tahun lalu, yang tak jelas sebab keterlambatannya itu, bercerita tentang akan diangkatnya Musashi sebagai instruktur shogun. Takuan minta Otsu secepat mungkin datang ke ibu kota, karena Musashi akan segera membutuhkan rumah dan "orang untuk mengurusnya". Hyogo tak sabar lagi ingin melihat wajah Otsu menjadi cerah.
Karena tidak menemukan gadis itu, akhirnya ia bertanya pada penjaga pintu gerbang, dan mendapat jawaban bahwa orang-orang sedang pergi mencari Otsu. Hyogo menarik napas panjang. Pikirnya, sungguh bukan kebiasaan Otsu membuat orang lain kuatir, dan bukan kebiasaannya pula tidak meninggalkan pesan. Jarang ia bertindak menurutkan kata hati, sekalipun dalam hal sekecil-kecilnya.
Namun, sebelum ia sempat membayangkan hal yang terburuk, datang berita bahwa mereka sudah kembali, Otsu dengan Sukekuro; dan Ushinosuke dengan orang-orang yang dikirim ke Tsukigase. Anak itu minta maaf pada semua orang-entah untuk apa—tak seorang pun tahu, lalu ia tergesa-gesa pulang.
"Mau ke mana kau ini?" tanya salah seorang abdi.
"Saya mesti kembali ke Araki. Ibu saya pasti kuatir, kalau saya tidak pulang."
"Kalau kau mencoba pulang sekarang," kata Sukekuro, "ronin-ronin akan menangkapmu, dan kecil kemungkinannya mereka akan membiarkanmu hidup. Kau bisa tinggal di sini malam ini, dan pulang besok pagi."
Ushinosuke menggumam tak jelas, menyatakan setuju, lalu ia disuruh ke gudang kayu di daerah lingkaran luar, tempat para magang samurai tidur.
Hyogo memanggil Otsu dengan isyarat, kemudian membawanya ke sisi, dan menyampaikan apa yang telah ditulis Takuan. Dan ia tidak kaget ketika Otsu mengatakan, "Saya akan pergi besok pagi." Wajahnya yang merah padam mengungkapkan perasaannya.
Kemudian Hyogo mengingatkan Otsu tentang akan datangnya Munenori, dan menyarankan pada Otsu untuk kembali ke Edo bersamanya, sekalipun ia tahu benar jawaban apa yang akan didengarnya dari Otsu. Otsu tak punya selera untuk menunggu dua hari lagi, apalagi dua bulan. Hyogo berusaha sekali lagi, dengan mengatakan bahwa kalau Otsu mau menanti sampai sesudah upacara penguburan, Otsu akan dapat mengadakan perjalanan dengannya ke Nagoya, karena ia telah mendapat panggilan untuk menjadi pengikut Yang Dipertuan Tokugawa dari Owari. Dan ketika Otsu sekali lagi menyatakan keberatan, ia mengatakan pada Otsu bahwa ia kurang senang melihat Otsu akan mengadakan perjalanan jauh sendirian. Di setiap kota dan penginapan sepanjang jalan itu, Otsu akan menjumpai gangguan, bahkan bahaya.
Otsu tersenyum. "Anda rupanya lupa. Saya sudah terbiasa dengan perjalanan. Tak ada yang perlu Anda kuatirkan."
***
"Semua tunduk"
Titah komando seorang pengawal istana.
Semua tunduk pada kehadiran Watanabe.
"Berdiri"
Semuapun bangkit lagi.
"Hari ini yang Mulia Raja Watanabe akan melangsungkan pernikahannya dengan Qi Lin. Kita sambut Qi Lin"
Semua tunduk saat Qi Lin datang. Qi Lin tersenyum Tapi tidak dengan sang permaisuri. Ia tetap angkuh saja.
Sebuah upacara megah dilaksanakan. Dan menghadirkan perwakilan dari kerajaan terdekat.
Para undangan datang dan Rakyat juga diluar ikut berbaris.
