Bab 7. Mira harus membayar hutang Ricard.
Nathan dan Ken sama sama sedang tertawa di dalam mobil.
"Baru pertama kalinya aku membeli seperti ini selama hidupku. Bahkan aku belum menikah sudah memegang BH milik wanita! Sungguh Gila!" Nathan terbahak.
Ken pun sama, tertawa dengan keras.
"Untuk pengalaman Tuan. Agar nanti tidak terkejut jika sudah menikah."
"Astaga! Kita tidak boleh tertawa Ken. Kau ini, Mira sedang kesusahan kita malah menganggap hal ini lucu. Bodoh! Itu namanya tidak berperasaan. Image kita sebagai pria terhormat akan luntur karena melecehkan wanita!"
"Anda yang memulai Tuan!" bantah Ken.
"Kau juga kenapa malah ikut ikutan? Bukannya menyadarkan!"
Keduanya kemudian berhenti tertawa, hanya saling melirik kemudian cekikikan kembali.
Sampai di depan rumah, Nathan buru buru turun. Di bantu Ken mereka masuk dengan membawa beberapa kardus.
"Eh, siapa suruh kamu masuk!" Nathan menarik kerah baju Ken dari belakang.
"Oh iya. Maaf maaf. Hampir kelabasan." Ken menaruh kardus yang ia bawa di depan pintu kamar Nathan.
Nathan mengetuk pintu dahulu, rupanya dia ingat jika ada Mira di kamarnya.
"Cepat pergi Ken! Mira tidak memakai BH. Kau mau mengintip?" menoleh pada Ken yang masih berdiri dibelakangnya.
"Hehe. Baiklah!" Ken terkekeh sambil menggaruk kepalanya kemudian pergi.
Pintu terbuka, Mira sudah berdiri di balik pintu. Kali ini dia pintar, dengan memegang bantal di depan dadanya guna menutupi sesuatu yang terlihat menonjol dibalik kaosnya.
Nathan tersenyum hangat, masuk dengan membawa kardus kardus itu. Meletakannya di atas ranjang.
"Apa ini?"
"Apa? Periksa donk?" sahut Nathan langsung duduk ditepi ranjang.
Mira segera ikut duduk, menaruh bantal yang dari tadi ia pegang.
"E..e.. Pakai lagi, pakai lagi! Kau mau mencemari mataku lagi ya?"
"Eh iya. Maaf Tuan." Mira tersipu segera meraih bantal itu kembali. Dengan satu tangannya ia membuka kardus itu untuk memeriksanya.
"Hah! Tuan. Anda membeli semua ini?"
"Kau pikir siapa lagi? Ken? Mana mungkin?"
"Ini banyak sekali. Untuk apa coba? Anda menyuruh saya berdagang pakaian dalam?"
"Hahaha.. Aku tidak tau ukuran untukmu. Jadi aku membeli beberapa ukuran. Kau bisa mencobanya semua."
Mira hanya menggeleng kepala.
"Sayang uangnya Tuan. Berapa coba habisnya untuk semua ini. Mending untuk beli yang lain kan?"
"Kau bisa menyimpannya untuk tahun depan!"
"Tapi banyak yang kebesaran Tuan!" protes Mira.
"Ckk, siapa tau kau gemuk Mira! Siapa suruh badan kurus begitu. Makan yang banyak biar gemuk!" celoteh Nathan.
"Sudah cepat pakai. Kau mau tetap begitu? Suka sekali memancingku hah!"
"Eh iya Tuan." Mira segera memilih Bra CD dan baju pembelian Nathan itu. Segera ke kamar mandi dan berganti.
Mira sudah berdiri kembali di depan Nathan dengan baju barunya.
Nathan sampai tak berkedip menatap Mira dengan baju elegan yang sangat pas di badan Mira.
"Kau terlihat manis dengan baju itu."
"Terimakasih Tuan. Terimakasih ya?"
Nathan hanya mengangguk sambil tersenyum senyum sendiri menatap Mira.
"Ini semua untuk saya kan Tuan?" tanya Mira.
"Memangnya untuk siapa lagi? Aku tidak mungkin memakainya."
"Kalau begitu saya akan simpan di kamar saya saja."
"Lemari di sana kecil. Sebagian kau bisa simpan disana." Nathan menunjuk sebuah lemari.
"Baiklah Tuan. Jika anda tidak keberatan."
Nathan hanya tersenyum saja, entah kenapa ia merasa senang jika ada barang Mira yang tersimpan di kamarnya.
Mira kemudian pamit untuk ke kamarnya. Setelah menyimpan bajunya, Mira ke dapur untuk menyiapkan sarapan buat Nathan. Melirik jam yang sudah menunjukan siang.
Mira segera menyiapkan beberapa makanan yang sudah di masak oleh sang koki. Langsung membawanya ke kamar Nathan.
"Tuan! Anda harus makan. Ini sudah siang." Mira meletakkan makanan itu di meja.
Nathan tersenyum menepuk sofa di sampingnya.
"Kau juga!"
Mira mengangguk mengambil piring dan mengisinya kemudian memberikan pada Nathan. Mira juga mengambil piring untuknya sendiri. Mereka berdua kemudian makan dengan lahapnya.
"Tuan. Apa anda selalu baik seperti ini pada wanita?" tiba tiba Mira bertanya disela makannya.
"Aku belum pernah dekat dengan wanita manapun selain kamu."
"Kalau begitu saya beruntung sekali bisa dekat dan menerima kebaikan dari Tuan Nath." ucap Mira.
"Itu kebetulan Mira. Karena kau juga pernah baik padaku."
Mira mengangguk.
"Tuan. Nanti sore saya akan pulang ke rumah dulu." ucap Mira sambil membereskan piring bekas mereka.
"Pulang? Maksudmu ke rumah suamimu itu."
Mira mengangguk.
"Kau masih mau pulang kesana setelah kau di usir?"
"Tuan. Walau bagiamana pun juga saya harus kembali kesana. Jika tidak, Suami saya akan semakin marah pada saya." jawab Mira.
"Kenapa kau tidak bercerai darinya saja. Kau sepertinya tidak bahagia dengan pernikahan mu. Kenapa masih bertahan Mira? Kau masih muda. Kau cantik. Diluar sana kau bisa mendapatkan pria yang lebih baik, yang bisa menjagamu dengan baik!" ucap Nathan.
"Tapi saya tidak bisa Tuan. Saya takut Ayah saya sedih jika saya bercerai dengan suami saya." jawab Mira menunduk.
"Mira! Kau tidak mau bercerita denganku, sebenarnya ada apa dibalik pernikahanmu. Apa Ayahmu yang Menjodohkan mu dengan laki laki itu?"
Mira menggeleng kepalanya. "Bukan begitu ceritanya. Tapi...! Tuan saya harus ke dapur." Mira segera beranjak.
"Mira.!" Nathan segera bangun, menyambar tangan Mira.
"Jangan pulang hari ini Mira. Aku, aku khawatir suamimu masih marah padamu dan memukulmu."
"Tidak apa apa Tuan. Saya sudah biasa."
"Biasa katamu. Biasa dipukul?" tanya Nathan mendekat.
"Kau biasa dipukul suamimu?"
Mira mengangguk.
"Brengsek! Aku benar benar ingin membunuh suamimu!" Nathan geram, mengepalkan tangannya.
Mira kembali melangkah.
"Kenapa masih bertahan. Jika hanya karena takut pada Ayahmu, kau bisa berterus terang padanya. Ayahmu akan lebih sedih lagi jika tau kehidupan rumah tanggamu yang sebenarnya Mira!"
"Saya, belum bisa memikirkan itu."
"Kau tetap mau pulang?"
"Saya harus pulang dulu Tuan? Saya ingin mengambil nomor hp tetangga ayah saya dan nomor rekeningnya. Ayah saya perlu uang segera." jawab Mira.
"Baiklah. Ken akan mengantarmu kalau begitu. Cepat ambil dan segera kemari. Kau aman disini." ucap Nathan.
Pada akhirnya sore itu Ken mengantar Mira pulang ke rumah suaminya.
Mira turun di persimpangan jalan meminta Ken untuk kembali saja. Namun sesuai perintah Nathan, Ken tetap menunggu Mira disitu.
Mira sendiri segera bergegas masuk ke rumah suaminya.
Saat berjalan tepat di depan kamar milik Ricard, Mira mendengar sesuatu di balik pintu itu. Entah kenapa Mira malah menempelkan telinganya mencoba untuk menguping. Padahal dia sudah sering mendengar suara suara itu.
Eluhan, desahann manja penuh gairah dari suara Ricard dan seorang wanita yang sedang bercinta sangat terdengar jelas di telinga Mira.
Mira hanya bisa menyeka air matanya sambil berlalu. Sebenarnya Mira tidak sakit hati dengan semua itu, Mira sadar diri jika ia adalah orang ketiga yang datang dan merusak kebahagiaan mereka. Tapi entahlah, sedih tetap terasa di hati Mira. Saat ia sadar, jika suaminya sama sekali tidak memperdulikan dirinya.
Mira ke kamarnya, mengambil sebuah kertas dari balik kasurnya, kemudian mencatatnya di telapak tangannya sebelum mengantongi kertas itu.
Lalu Mira segera pergi.
Saat sudah berada di ruangan depan, Mira terkejut mendengar suara pintu di gedor dengan sangat keras. Mira cepat cepat membukanya.
Seorang pria menatap Mira tajam. Dibelakang pria itu dua pria berbadan tinggi tegap seperti dua algojo saja.
"Mana Ricard?"
"Dia,.. dia..! " Mira menoleh ke atas tangga.
"Kau siapanya?" tanya pria itu.
"Saya.. Saya saudaranya dari kampung Tuan. Saya akan memanggilnya kalau begitu. Tunggu sebentar." jawab Mira.
"Tidak perlu. Aku yang akan ke sana. Tunjukkan dimana kamarnya!" Pria itu cepat masuk mengikuti Mira bersama dua Bodyguardnya. Segera menghampiri kamar Ricard dan menggedor kasar pintu itu.
Ricard yang geram dengan ketukan yang begitu kasar itu pun membuka pintu. Masih dengan keadaan bertelanjang dada dan hanya mengenakan boxer saja.
"Tuan Anda. Kenapa bisa tau rumahku?" Ricard terbata melihat tamu yang datang.
Pria itu langsung mencengkeram leher Ricard dan meninju perutnya. Ricard ambruk.
"Mas Ricard!" Mira yang menyaksikan itu menjerit, ingin mendekati Ricard namun segera dihadang dua Bodyguard pria itu.
"Tuan! Tunggu dulu! Beri aku waktu beberapa hari lagi. Aku janji akan segera membayar hutangku!" Ricard berdiri sempoyongan.
Pria itu kembali mencengkeram leher Ricard.
"Aku sudah memberimu waktu 90 hari! Dan ini sudah masuk hari ke 98. Aku tidak bisa bertoleransi lagi. Kecuali..!" Pria itu menoleh pada Mira yang masih berdiri diujung sana.
"Kau bisa membayar hutangmu dengan gadis itu!"
Mendengar itu,Mira langsung mundur beberapa langkah.
"Jika Tuan mau, bawa saja dia!" ucap Ricard.
"Baik! Kalau begitu Aku akan membawanya dan hutangmu ku anggap lunas!" jawab pria itu segera memberi perintah anak buahnya untuk membawa Mira.
Mira yang menyadari sesuatu buruk akan terjadi padanya langsung menjerit ketika dua pria tegap tadi menyeretnya.
"Tidak! Tuan, jangan bawa saya. Saya tidak tau apa apa!"
"Diam! Kau harus membayar hutang Ricard padaku!" bentak pria itu.
"Cepat bawa wanita ini!"
"Mas Ricard tolong aku. Aku tidak mau! Tolong mas!" Mira menjerit pada Ricard yang malah tersenyum menatapnya.
"Siapa suruh kau pulang tepat waktu. Untung saja! Ternyata ada gunanya juga kau sampah!" umpat Ricard terus menatap Mira yang diseret ke bawah oleh mereka.
_______________
