Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6.Ukuran Bra yang membingungkan!

Nathan menggeliat di atas sofa, perlahan membuka matanya. Sepertinya baru saja terlelap tapi saat melihat jam ternyata sudah pukul Tujuh pagi.

"Kenapa sudah pagi saja sih?" menggerutu sendiri kemudian mau tidak mau bangun dan berjalan gontai ke kamar mandi.

Matanya masih berat. Nathan meraba gagang pintu kamar mandi.

Ceklek!

Masuk.

"Aaaa....!!" suara lengkingan panjang milik tubuh polos yang sibuk menutup bagian sensitifnya. Kebingungan mana yang akan di tutup. Yang atas, yang bawah terbuka. Akhirnya satu satunya jalan adalah duduk dilantai dengan merapatkan kakinya dan tangannya.

Nathan yang kaget bukan kepalang, terasa seperti disambar petir itu berdiri terpaku. Bahkan untuk menunduk atau menggeser kakinya pun tak sanggup lagi.

"Astaga... Astaga!"

"Tuan.. Keluar! Keluar!"

Nathan yang nyawanya masih bertaburan akibat bangun dari terlelap sebentar itu belum sadar juga, masih berusaha mengumpulkan nyawanya sepenuhnya.

"Tuan!"

"Ah iya!"

Nathan baru tersadar, segera membalikkan badan. Cepat cepat keluar dari kamar mandi.

"Tutup pintunya!"

Grep!

Segera menutup pintu.

"Apa tadi yang ku lihat? Astaga.. Astaga!" Mengusap berkali kali wajahnya.

Lalu menyandar lemas di tembok.

"Sumpah aku lupa! Sumpah aku lupa. Bagaimana ini? Mataku! Mataku ternoda! Ternoda sudah!" berjalan mondar-mandir tak karuan.

Langsung menoleh ketika pintu kamar mandi terbuka. Juga langsung menghampiri Mira yang masih berbalut handuk saja.

"Kau ini? Kenapa tidak menguncinya? Kau sengaja ingin menodai mata perjaka ya???"

"Tuan! Anda yang slonong boy, kenapa jadi saya yang salah! Memang tidak mendengar suara air di dalam? Anda sengaja ingin mengintip? Hiks hiks.. Anda sudah melihatnya!"

"Ya jelas aku melihatnya. Dari atas sampai bawah. Sangat jelas!" menunjuk dada Mira yang segera menyilangkan tangannya.

"Jahat!"

"Kau yang jahat Mira. Kau menodai mata dan pikiranku!"

"Anda yang salah, tapi menyalahkan!"

"Kenapa tidak menguncinya??"

"Saya.. saya lupa jika ada Tuan di sini. Anda juga kenapa tidak mengetuk pintu dulu. Apakah ada orang di dalam? Begitu seharusnya!"

"Aku...aku juga lupa kalau ada kau di sini."

Akhirnya keduanya terdiam. Sama sama menyisih. Yang satu duduk di sisi ranjang bagian sana dan yang satu di ujung sini.

Mira menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Nathan menoleh pas saat bersamaan dengan Mira yang juga menoleh. Keduanya canggung. Kemudian saling menunduk.

"Maafkan aku. Aku sungguh tidak mendengar suara air atau apapun tadi. Mungkin pengaruh aku terbangun dan buru buru." Nathan meminta maaf.

"Maafkan saya juga. Saya juga lupa mengunci pintu tadi karena buru buru." Mira pun meminta maaf.

"Sudahlah. Ini murni kecelakaan. Anggap saja begitu."

Keduanya terdiam cukup lama. Tenggelam dengan pikirannya masing masing.

"Tuan. Dimana baju saya semalam?" tanya Mira.

"Itu!" Nathan menunjuk ke sudut ruangan.

Mira segera menghampiri tumpukan bajunya dengan menarik selimut.

"Itu basah Mira. Pakai dulu bajuku. Nanti agak siangan aku akan menyuruh orang membelikan baju ganti untukmu." seru Nathan segera memilih kaos terkecilnya dan menyerahkan pada Mira.

"Tapi Tuan."

"Pakailah. Tidak apa kebesaran. Hanya untuk sementara."

"Bukan itu. Tapi masalahnya."

"Apa lagi?"

"Saya, tidak ada Bra dan Cd. Ini juga masih basah." mengangkat bra hitam miliknya.

"?.." Nathan menoleh, memperhatikan benda yang sempat ditangannya semalam.

"Anda punya simpanan seperti ini?"

"Hah! Apa maksudmu? Kau pikir aku punya simpanan wanita di rumah ini dan menyimpan benda benda seperti itu?"

"Ya bukan seperti itu maksudnya. Siapa tau punya Ibu Tuan!" ucap Mira menunduk merasa bersalah.

"Ibuku meninggal sejak aku kecil. Mana ada punyanya yang tertinggal." sahut Nathan.

"Lalu bagaimana nasib saya. Tanpa ini saya tidak bisa bergerak leluasa. Bagaimana saya bisa bekerja?" Mira murung. Kembali duduk di tepi ranjang.

"Kau bisa membelinya dulu kalau begitu. Cepatlah. Pakai bajumu, aku ke kamar mandi dulu dan akan mengantarmu ke toko." Nathan segera beranjak ke kamar mandi.

Menyelesaikan mandinya dengan cepat sambil terus terbayang pemandangan asing yang sempat terlihat jelas olehnya tadi.

"Sial benar nasibku. Perempuan itu sudah merusak semua yang ada di diriku. Dari bibirku, tangan ku, mataku , otakku juga tercemar olehnya."

"Ah.. mana istri orang lagi. Jika bukan.. Jika bukan. Ah.. kenapa aku jadi ingin memilikinya. Apa ku rebut saja dia dari suaminya ya? Suaminya juga bukan pria baik. Mira juga sepertinya sangat tertekan dengan pernikahannya." Nathan terus berbicara ngawur sendiri.

Setelah selesai mandi. Nathan langsung keluar. Kembali melihat Mira yang sudah berganti baju dan celana training miliknya.

Mira yang melihat Nathan memperhatikannya langsung menyilangkan kembali tangannya di depan dadanya.

Nathan terkekeh.

"Kenapa bentuknya seperti itu?"

"Anda lancang Tuan! Kenapa melihatnya?"

"Terlihat Mira! Sangat jelas!" seru Nathan , melangkah mendekati lemarinya dan segera bergegas memakai baju tanpa peduli ada Mira disitu.

"Cepatlah. Kita akan ke toko. Mencari Bra untuk mu." menoleh pada Mira yang masih menunduk di pinggir ranjang.

"Saya tidak bisa keluar dari kamar sekalipun dengan keadaan begini Tuan. Orang orang akan menertawakan saya. Saya malu! Anda tidak bisa melihat bagaimana keadaan saya?"

Nathan berpikir sejenak. Kembali menatap Mira. Melirik dua gumpalan yang masih saja terlihat meskipun Mira sudah memakai baju miliknya.

'Benar juga. Jika dia keluar dalam keadaan seperti itu, itu akan mengundang perhatian kaum pria diluar sana.'

"Pakai jaket ini!" Nathan melempar sebuah jaket pada Mira.

"Kebesaran Tuan! Saya mirip orang gila." keluh Mira setelah mencoba jaket pemberian Nathan.

"Kau ini. Kenapa tubuhmu kurus sekali sih? Kau kurang makan ya?"

Mendengar itu Mira hanya menunduk saja.

"Ah.. Kau ini, menyusahkan ku saja. Baiklah. Aku akan mencarikannya untuk mu. Diam disini dan jangan keluar. Kau akan mengundang nafsu para pelayan dirumah ini jika keluar dengan keadaan seperti itu." ucap Nathan.

"Anda serius Tuan?"

"Mau bagaimana lagi? Tidak ada wanita disini yang bisa ku suruh. Masa aku harus menelpon karyawan kantor ku hanya untuk membelikan bra untukmu? Apa kata mereka nanti!" sahut Nathan kemudian melangkah keluar. Sebelum pintu Nathan menoleh kembali pada Mira.

"Jangan kemana mana dulu. Diam disini dan tunggu aku."

Nathan melangkah keluar. Namun setibanya di depan mobilnya, Nathan menghubungi Ken terlebih dahulu.

Terlihat Ken berlari menyambutnya.

"Tuan. Anda sudah akan berangkat? Mari!" Ken membukakan pintu mobil.

Nathan langsung masuk di susul Ken.

"Antar aku ke toko pakaian wanita."

"Anda tidak akan pergi ke Kantor?" Ken menoleh.

Nathan menggeleng. "Sepertinya hari ini tidak. Aku akan mencarikan pakaian untuk Mira dulu. Dia tidak punya ganti satu pun. Pakaiannya semalam basah." jawab Nathan.

"Anda perhatian sekali dengan wanita itu Tuan."

"Dia memang tidak punya baju. Mataku bisa ternoda terus jika ku biarkan seperti itu."

Ken terbahak mendengar ucapan Nathan.

"Tuan. Apa anda menyukainya?"

Nathan menghela nafas. "Sepertinya begitu. Aku tidak pernah memikirkan wanita sebelum ini."

"Tapi dia istri orang Tuan?" Ken menoleh, mencoba mengingatkan Nathan.

"Aku tau. Tapi dia sudah mengambil semuanya dari ku Ken. Kau tau sendiri, bagaimana dia mengambil ciuman pertamaku. Dan semalam. Ah.. Tangan ku , mataku , bahkan otak ku tercemar karena dia."

Ken kembali terkekeh.

"Kau jangan menertawakan aku terus Ken! Sebaiknya kau membantuku. Cari tau, siapa suami Mira. Aku sungguh penasaran dengan pria brengsek yang sudah tega memperlakukan Mira seperti itu."

"Seperti nya Anda benar benar jatuh cinta padanya." ucap Ken.

"Sepertinya begitu. Kau harus membantuku kali ini Ken. Kita akan merebutnya dari suami brengseknya itu."

"Tuan! Anda serius?"

"Ya. Aku serius!"

"Baiklah. Apapun itu. Asal anda bahagia, Aku siap membantu anda. Kita akan mengambilnya segera."

Mereka kedua tergelak.

Ken kemudian teringat, jika apa yang dialami Nathan saat ini sama persis seperti Ayah Nathan dulu.

Ayah Nathan bahkan jatuh cinta pada istri orang yang sudah memiliki anak. Lalu berhasil menikahinya dan hidup bahagia dengan kelahiran Nathan hingga kematian yang menjemput mereka.

Ken menghentikan mobilnya di depan sebuah toko khusus pakaian wanita.

Mereka berdua kemudian turun dan melangkah masuk.

Seorang wanita muda pelayan toko langsung menyambut ramah mereka.

"Tuan! Anda ingin mencari apa? Silakan..!"

"Aku ingin membeli pakaian wanita. Baju tidur atau apa saja yang bisa di pakai wanita muda untuk bersantai dirumah. Tolong cari kan. Dua lusin.!" ucap Nathan.

"Seperti apa contohnya Tuan?" pelayan wanita itu bertanya lagi.

"Apa saja. Terserah kau saja."

Pelayan wanita itu nampak keheranan.

"Sudah apa saja. Jika cocok denganmu, bungkus saja." ucap Ken pada wanita itu.

"Ah, baiklah Tuan." wanita itu segera beranjak memilih baju.

"Eh Tunggu dulu!" panggil Nathan.

"Iya Tuan. Apa ada yang lain lagi?"

"Sekalian itu,.. em.. Bra dan CD untuk wanita. Jangan lupa." ucap Nathan.

"Ukurannya Tuan?"

"Ukuran? Aduh! Berapa ya?" Nathan menoleh pada Ken yang malah cekikikan.

"Ken! Kau tau ukurannya berapa?" tanya Nathan pada Ken.

"Mana ku tau Tuan. Anda yang sudah melihatnya semalam. Apa anda tidak mengukurnya?" ledek Ken.

"Sial kau!" Nathan meninju bahu Ken.

"Ckk, ah.. berapa ya?" Nathan mencoba mengingat ingat.

"Aku tidak ingat. Sudah lah. Ukur dirimu saja. Sepertinya sama denganmu hanya dia lebih kecil lagi tubuhnya." ucap Nathan pada pelayan wanita itu.

"Aneh sekali Tuan ini. Bukankah ini untuk istri Tuan? Masa iya Tuan bisa tidak tau ukuran badan istri sendiri?" ucap pelayan wanita itu, sedikit terkekeh juga.

"Masalahnya mereka pengantin baru Nona." sahut Ken.

"Aku tidak sempat, memperhatikannya Bodoh!" seru Nathan.

"Masalahnya, bra itu jika kebesaran atau kekecilan tidak enak dipakainya Tuan. Kenapa tidak membawa istri Tuan kemari, biar tidak salah ukuran?" tegas sang pelayan wanita itu.

"Dia sedang sakit. Sudahlah, kenapa malah berdebat masalah bra sih? Membingungkan. Ukur saja milikmu. Sudah cepat!" bentak Nathan.

Pelayan itu mengangguk segera.

"Baiklah Tuan. Sebentar. Mau berapa biji?"bertanya kembali.

"Yang banyak!"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel