Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Adrik Abraham

Salju tipis menyelimuti jalanan Moskow malam itu. Di dalam sebuah gedung tua yang tampak tak terawat dari luar, suasana justru berbeda-hangat, mencekam, dan penuh ketegangan.

Seorang pria berjas hitam duduk di sofa kulit dengan santai, tetapi aura dinginnya membuat siapa pun enggan mendekat.

Adrik Abraham.

la menyesap minumannya perlahan.

Mata tajamnya menelusuri ruangan, memperhatikan orang-orang yang berada di sana. Di hadapannya, seorang pria bertubuh besar tampak gelisah, menunggu keputusan yang akan diambil oleh Adrik.

"Aku tidak suka kebohongan, Sergei.” Suara Adrik terdengar tenang, tetapi mengandung ancaman terselubung.

"Lima puluh kilogram barang hilang dalam perjalanan, dan kau ingin aku percaya bahwa itu kecelakaan?"

Pria bernama Sergei itu menelan ludah. la tahu siapa Adrik. Pria ini tidak butuh alasan untuk membunuh seseorang.

"Kami diserang oleh kelompok lain. Aku bersumpah, aku sendiri kehilangan orang-orangku dalam peristiwa itu.” Sergei berusaha meyakinkan.

Adrik meletakkan gelasnya di atas meja dengan sedikit bunyi dentingan. la lalu bersandar ke belakang, ekspresinya tetap datar, tetapi matanya mengunci Sergei dalam tekanan yang membuat pria itu semakin gelisah.

"Kau tahu apa yang terjadi pada orang yang berbohong padaku?"

Sergei tak menjawab. la tahu jawabannya—mayat mereka ditemukan di Sungai Moskva atau lebih buruk, tidak ditemukan sama sekali.

Adrik melirik salah satu anak buahnya yang berdiri di sudut ruangan. Pria itu mengangguk paham dan dalam sekejap, pistol terarah ke kepala Sergei.

"Tunggu, aku bisa menggantinya! Aku butuh waktu seminggu!" Sergei buru-buru berkata, suaranya gemetar.

Adrik menatapnya lama, lalu berdiri perlahan. Ia membungkuk sedikit, menatap langsung ke mata Sergei.

"Satu minggu," katanya pelan. "Jika kau gagal... kau tahu apa yang akan terjadi."

Tanpa menunggu jawaban, Adrik berbalik dan melangkah keluar. Di luar, angin dingin menyambutnya, tetapi ia tak peduli. Bisnis adalah bisnis. Jika seseorang mengkhianatinya, maka hanya ada satu hukuman—kematian.

Ia melangkah lebar menuju mobilnya, dan

duduk santai di kursi belakang limousinenya, tubuhnya bersandar santai pada sandaran kulit hitam yang mewah. Jendela mobil berlapis kaca anti-peluru memantulkan lampu kota Moskow yang dingin dan megah, sementara udara di luar masih dipenuhi dengan salju tipis yang turun perlahan.

Di hadapannya, sebuah tablet menyala, menampilkan laporan keuangan dari Gravestone Industries, perusahaan yang ia bangun sebagai kedok untuk operasi bisnis ilegalnya. Di atas kertas, Gravestone Industries adalah sebuah perusahaan investasi dan keamanan yang bergerak di bidang teknologi cyber defense dan sistem keamanan tingkat tinggi. Perusahaan ini memiliki kantor pusat di pusat bisnis Moskow, sebuah gedung pencakar langit berlapis kaca hitam yang menjulang angkuh di antara gedung-gedung lainnya.

Namun, di balik layar, perusahaan ini juga menjadi jalur pencucian uang dan pusat kendali operasi bawah tanahnya. Dengan bisnis yang sah sebagai perlindungan cyber dan keamanan bisnis, ia memiliki akses luas ke informasi penting yang bisa dimanfaatkan sesuai kebutuhannya.

Adrik melirik sekilas ke layar tablet. Laporan terbaru menunjukkan peningkatan keuntungan, tetapi ada transaksi mencurigakan di salah satu cabang perusahaan di Istanbul. Matanya menyipit.

"Dimitri.” Panggilnya pelan.

Pria berbadan tegap yang duduk di kursi depan menoleh melalui kaca pemisah kabin. "Ya, Tuan?"

"Hubungi Andrei di Istanbul. Aku ingin laporan detail tentang transaksi terakhir. Jika ada yang bermain-main dengan uangku, selesaikan."

"Dimengerti." Dimitri segera mengeluarkan ponselnya, menghubungi seseorang di seberang lautan.

Adrik kembali menatap jendela, pikirannya berputar. Perusahaannya adalah alatnya untuk mengendalikan kekuasaan, dan dia tidak akan membiarkan siapa pun bermain-main dengannya.

Tak butuh waktu lama, limousine memasuki area parkir bawah tanah Gravestone Tower, markas besar perusahaannya. Saat pintu terbuka, angin dingin malam menyelinap masuk.

Saat Adrik melangkah memasuki Gravestone Tower, suasana gedung masih terasa hidup meskipun waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Cahaya lampu-lampu LED yang dingin menerangi koridor luas dengan desain interior yang modern dan mewah. Beberapa pegawai yang masih bekerja menundukkan kepala dengan hormat saat melihatnya lewat, tak ada yang berani berbicara kecuali diminta.

Dimitri berjalan setengah langkah di belakangnya, mengikuti dengan diam. Dua orang pengawal bersenjata berdiri di depan lift pribadi yang hanya bisa diakses oleh Adrik dan orang-orang kepercayaannya. Begitu ia masuk, pintu lift tertutup dengan suara desisan halus, membawanya langsung ke lantai tertinggi tempat kantornya berada.

Setibanya di lantai atas, ia berjalan melewati koridor dengan langkah mantap. Begitu pintu ruangannya terbuka, aroma khas kayu mahoni dari perabotan mahal yang mengisi ruangan itu menyambutnya. Meja kerja besar dari marmer hitam berdiri kokoh di tengah ruangan, dengan layar monitor yang masih menyala menampilkan laporan keuangan dan transaksi terbaru dari berbagai cabang perusahaannya.

Tanpa membuang waktu, Adrik melepas jasnya, menggulung lengan kemejanya hingga siku, lalu duduk di kursinya. Ia mulai memeriksa laporan yang tertunda, jarinya mengetuk permukaan meja sambil membaca dengan saksama. Tak ada ruang untuk kesalahan dalam bisnisnya—baik yang sah maupun yang tidak.

Namun, kesibukannya terhenti ketika suara nada dering khusus terdengar dari ponselnya. Hanya ada sedikit orang yang memiliki akses langsung untuk menghubunginya, dan salah satunya adalah Jack, asisten pribadinya yang saat ini menjalankan tugas di Amerika.

Adrik mengambil ponsel, mengangkatnya tanpa basa-basi. "Bicara."

Suara Jack terdengar tegang di seberang telepon. "Tuan, aku ada di rumah sakit. Kylie masuk rumah sakit.”

Mata Adrik yang sejak tadi fokus pada layar monitor kini langsung menajam. Tangannya mengepal di atas meja, rahangnya mengeras. Suhu ruangan yang dingin tak lagi terasa, yang ada hanya hawa kemarahan yang perlahan menyelimuti dirinya.

"Apa yang terjadi?" tanyanya dengan suara rendah, tetapi penuh dengan bahaya.

"Saya belum mendapatkan informasi lebih lanjut, Tuan. Saat ini, Kylie masih dalam penanganan dokter. Dari informasi yang saya peroleh, dia ditemukan dalam keadaan tidak sadarkan diri dengan kepala berlumuran darah. Sepertinya seseorang sedang mencoba bermain-main dengan Anda."

Darah Adrik mendidih. Kylie adalah satu-satunya orang yang ia pedulikan di dunia ini, dan seseorang berani menyentuhnya? Itu berarti mereka sudah menandatangani surat kematian mereka sendiri.

"Siapa yang melakukannya?"

"Kami masih menyelidikinya. Tapi ini bukan tindakan acak. Sepertinya seseorang mengirim pesan untukmu melalui Kylie."

Adrik menarik napas panjang, mencoba mengendalikan emosi yang mulai membakar dirinya. Tapi percuma—seseorang harus membayar untuk ini.

"Aku ingin semua detail dalam satu jam, Jack. Aku tidak ingin ada kesalahan apapun!”

Panggilan berakhir.

Adrik mengusap wajahnya, lalu berdiri. Matanya yang dingin kini dipenuhi amarah yang membara. Dimitri, yang berdiri tak jauh darinya, mengamati perubahan ekspresi tuannya dan tahu bahwa sesuatu telah terjadi.

"Siapkan jet. Aku akan ke Amerika."

Dimitri mengangguk. "Segera, Pak."

Tak ada lagi pekerjaan malam ini. Ada seseorang yang harus ia buru. Dan ketika ia menemukannya, tidak akan ada belas kasihan.

Adrik berjalan dengan langkah tergesa-gesa menghampiri dua orang pria yang tengah berjaga di luar ruangan operasi.

Satu pukulan keras mendarat ke perut salah satunya.

"Bukankah aku sudah menyuruh kalian untuk menjaganya baik-baik?" Napasnya tampak memburu, matanya menajam serta tangannya terkepal erat hingga memperlihatkan urat-urat pada pergelangan tangannya yang bertato.

Rahang yang ditumbuhi kumis brewok itu terkatup rapat. "Cari dan bunuh siapa pun pelakunya!" titahnya penuh penekanan.

"Pelakunya telah ditahan oleh pihak kepolisian, Sir."

Mata tajam bak elang itu menatap lurus pintu kamar operasi di depannya. Adrik menggerakkan kepalanya yang terasa kaku seraya memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam saku celananya.

"Lakukan cara apapun agar orang itu keluar!”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel