Kamar Mandi jadi saksi
Bekapan mulut dilepas. Dengan bertopang pada kedua tangan di kanan kiri pinggang, Amara mengangkat pinggul. Dani pun lebih cepat. Tak terasa ada desakan dari dalam yang ingin disemburkan.
"Aku juga! Aku juga! Barengan, sayangggg! Barengan!" desah Dani pelan.
"Aaah! Aaaaah! Aaaaaaaaah!" desah Amara panjang.
"Aaah! Aaah, Amara aku.....!" desah Dani tak kalah.
Mereka menikmati kebersamaan mereka berdua, sampai larut malam, bahkan setelah hujan terhenti.
Pagi harinya,Amara kemudian pulang ke rumahnya. Kali ini, ia malah berjalan kaki. Ia menolak tawaran Dani untuk di antarkan pulang. Bahkan Amara mengikuti jalan setapak dari belakang kantornya. Karena sibuk memainkan ponselnya. Ani sampai tak sadar, jika jalannya sudah berkelok ke area pemakaman.
Tanpa sengaja ia menginjak sebuah batu nisan yang masih baru.
"Duh! Apa ini?" Ia melirik kebawah, ternyata kaki kanannya terbenam masuk kedalam liang kubur. Awalnya, bagi Amara biasa saja. Tapi, malah ia semakin jauh ke dalam.
Brugh!
Tubuhnya menghujam kubangan yang masih basah terkena air bawah tanah.
"Bau sekali!" Amara berusaha menahan tubuhnya yang mulai amblas turun.
Brank...
"Awww.... Tolong!!" pekik Amara, tapi tak ada yang mendengar teriakannya.
Hingga sekujur tubuhnya berbau.
"Damn...,"
Entah kesialan apa yang harus dia alami, beruntung Dani yang sedang mencarinya, berusaha secepatnya untuk mendekati Amara.
"Kamu sudah Basah lagi, tapi kali berbau," goda Dani, ia menarik Amara untuk bangun.
"Tak tahu, by the way .. thanks ya Dan..," ucap Amara. Kenikmatan semalam hanya sebentar, berganti kesialan paginya." A-ku mau tukar dulu, seperti mau masuk angin saja," perjelas Amara.
Dani tersenyum tipis, ia menemani Amara untuk pulang ke rumahnya, yang jaraknya hanya beda kompleks.
"O iya untuk yang semalam---"
"Ssst... Sudahlah," Amara meminta Dani untuk melupakan. Ia sekarang fokus untuk cepat-cepat bisa membasuh tubuh indahnya dulu.
Setelah memasuki halaman rumahnya, Amara langsung melihat Dani," Mau mampir, ngopi dulu atau----"
Dani terperanjat, ia masih saja membayangkan kejadian semalam dengan Amara." Emmm.... Emmm... Bolehlah kalau dipaksa hehe..," ia malah terkekeh ringan.
"Dasar kamu?"
Ia membuka pintu rumahnya, harum mewangi dan masih terasa saja bau-bau obat.
Amara menarik tirai yang masih tertutup dan berkata," duduklah dulu, aku mau mandi...,"
"Mau kutemani," lirikan Dani menggodanya, Amara sampai salah tingkah.
"Boleh, ayokk..kita basah lagi..,"
Pintu kamar mandi terbuka dengan desahan berat, mengeluarkan kabut panas yang berbau keringat dan tubuh berkeringat. Dani sekali lagi muncul-seperti badai gurun yang turun ke keinginannya.
"Shower....tak berfungsi...,"
Suara Amara serak, lebih dalam dari biasanya. Seluruh pakaiannya sudah turun, dan sekarang ia terbuka, memperlihatkan tubuhnya yang masih memerah, bekas semalam. Ada juga jejak-jejak lumpur. Dani bahkan bergerak mengguyur tubuh Amara agar bau lumpur menghilang.
Gadis muda itu menjilat bibirnya sendiri, merasakan bagian bawahnya basah lagi.
Dia mendesis, meraih leher Dani dengan satu tangan sementara tangan lainnya merobek baju kaos Dani.
"Aku bukan imam," geramnya," Tapi akan----"
Kalimat Dani terhenti sampai ia merasa basah juga.
"Diamlah..," desah Amara.
**
